Desas-Desus
Desas-Desus
Kami sedang berkumpul di satu sudut sofa yang jauh dari kerumunan lain di pertemuan rutin kami. Banyak pasang mata memperhatikan kami sejak kami datang. Mereka bereaksi atas pakaian yang kami pakai, juga tentang desas-desus Zenatta yang datang ke resepsi pernikahan kami dan tak pernah terlihat lagi setelahnya.
Donny tidak datang di pertemuan kali ini, yang justru memperparah desas-desus yang ada walau niat sebenarnya adalah agar bisa menghindari semua anggapan buruk. Dia dijadikan bahan pembahasan karena beberapa waktu belakangan dekat dengan kami dan tiba-tiba menghilang.
"Sorry, harusnya aku ga percaya sama Donny." ujar kak Sendy.
Aku menggeleng, "It's okay. Udah lewat."
Hanya itu yang mampu kukatakan. Aku tak mungkin membocorkan pada siapapun Donny membantuku melarikan diri. Aku memiliki kesepakatan dengannya.
"Apa yang sebenernya kejadian waktu itu?" Viona bertanya.
Aku menoleh untuk menatap Astro. Aku sangat berharap Astro akan bisa menjawabnya. Walau genggaman tangannya di tanganku membuatku merasa nyaman, tapi kegelisahan di hatiku tak juga pergi.
"Ga ada apa-apa. Cuma obrolan biasa aja waktu Zenatta naik ke pelaminan. Dia ngenalin sepupunya ke kita, yang ternyata temen kecilnya Faza. Faza sempet syok, trus tiba-tiba ada ledakan. Kita semua diamanin kan? Kalian cuma diamanin duluan karena emang kalian orang penting." ujar Astro dengan tenang.
Semua orang menoleh untuk menatap satu sama lain. Aku tahu mereka semua ragu. Apa yang harus kulakukan sekarang? Kami seharusnya merahasiakan kasus Zenatta dan menggali informasi diam-diam, tapi kami justru mendapatkan banyak pertanyaan.
"Emangnya apa yang kalian denger?" aku bertanya.
Xavier meletakkan gelas vodka yang sudah habis ditenggak ke meja dan menatapku lekat. Cukup terlihat mengintimidasi karena dia duduk di sofa tepat di sebelahku, "Aku denger kalian punya perjanjian sama Zenatta, tapi aku belum dapet info dari manapun perjanjiannya kayak gimana."
Aku mengedarkan tatapanku ke teman-temanku yang lain.
"Aku denger katanya ledakan yang bikin kita dievakuasi itu cuma settingan, tapi aku ga tau siapa yang sengaja bikin." ujar kak Sendy.
Aku mengedarkan tatapanku ke Denada dan Paolo, sepertinya mereka lebih memilih diam. Lalu aku menatap Hendry. Dia terlihat ragu-ragu.
"Aku denger Zenatta udah rencanain mau ngerusak acara resepsi kalian. Sekarang katanya dia lagi kabur karena takut dikejar sama kakek Arya, makanya dia ga keliatan lagi sampai sekarang." ujar Hendry.
"Tapi kemarin aku denger dari om Hubert kalau Zenatta sama papanya lagi kena pemeriksaan. Mereka ga mungkin kabur kalau lagi diperiksa kan?" kak Sendy bertanya.
"Papanya? Om Neil?" Viona bertanya.
Kak Sendy mengangguk, "Aku sempet denger om Hubert ngomong gitu ke papa."
Lalu hening di antara kami.
Aku dan Astro saling menatap. Kami saling menyelami pikiran masing-masing. Andai aku bisa melakukan telepati dengannya, mungkin ini akan terasa lebih mudah.
Aku tahu semua yang mereka katakan hanyalah desas-desus, tapi beberapa di antaranya hampir mendekati kebenaran dan itu membuatku khawatir. Kurasa Astro pun merasakan kekhawatiran yang sama.
"Tapi kalian berdua baik-baik aja. Itu lebih dari cukup menurutku. Desas-desus ga perlu terlalu dipikirin kan." ujar Xavier tiba-tiba.
"Aku tetep khawatir." ujar Viona sambil menatapku lekat. "Zenatta setauku lumayan deket sama orang-orang yang ... em ... punya reputasi jelek. Aku khawatir kalian kena masalah kalau punya masalah sama dia."
"Bukannya dia terkenal anak baik di sini?" aku bertanya.
"Kebanyakan orang di sini mikirnya begitu, tapi aku tau beberapa rahasianya yang orang lain ga tau."
Aku menatap Viona penuh minat, "Gimana?"
Viona menatapku dan Astro bergantian sebelum bicara, "Keluarganya dia punya kesepakatan sama keluarganya Donny. Aku pernah denger mereka punya rencana buat jatuhin bisnis keluarga kamu, Astro."
Tiba-tiba saja jantungku terasa berhenti berdetak. Informasi Viona tepat sekali.
"Kamu dapet informasi dari mana?" Astro bertanya.
"Aku cari informasi pakai orang-orangku abis Sendy bawa Donny ke kita beberapa bulan lalu. Aku ga yakin Donny berubah secepet itu. Perkiraanku bener kan? Dia ga keliatan sekarang."
Aku dan Astro saling bertatapan sesaat. Kami tahu informasi yang didapatkan Viona tidak lengkap. Setidaknya yang dia ketahui sekarang bukanlah informasi yang sepenuhnya benar.
"Bisa kabarin aku kalau kalian dapet informasi apapun?" Astro bertanya.
Teman-teman kami mengangguk walau tatapan khawatir masih tersisa di mata mereka. Aku tahu mereka akan bisa diandalkan untuk menjaga rahasia, tapi kami tidak bisa dengan mudah menjabarkan rahasia keluarga kami.
"Thank you." ujarku.
Viona menghela napas, "Kenapa sih kalian bikin kasus terus? Ga bisa ya hidup aman, damai, tenang?"
Aku hampir saja tertawa, "Kalau emang bisa begitu, aku mau."
"Se ga nya sesuaiin dulu baju kalian kalau mau ke sini. Biar ga nambahin desas-desus. Kalian kan ga kekurangan uang buat beli beberapa stel baju."
"Rese deh kamu. Aku suka kok style mereka. Aku ga masalah." ujar Xavier yang segera mendapatkan tatapan tajam dari Viona.
"Aku juga ga masalah. Mereka kan emang gitu dari dulu. Mereka maksain diri buat nyamain selera sama kita waktu awal ikut pertemuan. Faza sampai sengaja belajar dandan sama aku, padahal dia ga pernah dandan sama sekali sebelumnya." ujar Denada yang baru membuka suara.
"Seriously? Tapi ini acara formal." ujar Viona.
"Kita bisa pulang sekarang kalau emang ga diterima pakai baju begini di sini." ujar Astro dengan senyum tipis.
"Kamu tau bukan itu maksudku." ujar Viona.
"Udah lah ga usah terlalu kaku. Kita ke sini kan mau ngumpul, sekalian cari jodoh." ujar Xavier dengan senyum lebar di bibirnya sambil mengeluarkan handphone dari saku.
"Kalian udah jadian?" kak Sendy bertanya pada Hendry dan Viona.
Hendry dan Viona memang duduk bersebelahan sejak kami datang. Tak mengherankan jika mereka sudah menjalin hubungan. Coba lihat sikap mereka yang terlihat malu-malu.
"Sial, cuma aku nih yang jomblo?" Xavier bertanya sambil merentangkan tangannya, yang membuatku bisa melihat layar handphonenya dengan jelas. Ada seorang perempuan di layar handphonenya yang kukenali.
"Tiffany?" aku tiba-tiba saja bertanya dengan suara pelan saat semua orang terlihat mengabaikan Xavier karena sudah terbiasa dengan reaksinya tentang dirinya yang sedang sendiri.
Xavier menatapku penuh minat dan ada senyum lebar di bibirnya yang tak bisa dia sembunyikan dariku. Namun aku justru merasa ada aliran dingin merayapi tengkukku.
"Kamu tau?" Xavier bertanya dengan binar di matanya, yang membuat jantungku berhenti berdetak.
=======
Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-
Kalian bisa add akun FB ku : iamno
Atau follow akun IG @nouveliezte
Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..
Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..
Regards,
-nou-