Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Memantul



Memantul

0Astro menatap ke arah kami dengan tatapan tenang dan mantap. Entah apa yang ada dipikirannya sekarang. Aku hanya berharap dia tak memiliki niat buruk untuk bertingkah terlalu berlebihan.     

"Mama seneng dengernya. Semoga kalian bisa saling jaga, tapi tetep ga boleh telat makan ya." ujar mama Zen.     

Aku hanya menganguk.     

"Sebenernya mama mau nanya soal Zen yang luka-luka abis resepsi Faza. Soalnya Zen ga mau cerita sama Mama gimana detailnya." ujar mama Zen ragu-ragu dengan suara pelan.     

Aku menoleh untuk meneliti ekspresinya. Ekspresi khas seorang ibu yang sedang khawatir.     

Zen memang sempat memberitahuku akan memberi mamanya keterangan bohong dengan menggunakan alasan menginap di rumah Reno setelah resepsiku. Namun aku tak tahu apa saja yang Zen katakan pada mamanya, hingga akan menjadi sangat riskan bagiku untuk menjelaskan apapun.     

"Faza juga kaget waktu tau Zen luka. Emangnya Zen bilang gimana ke Mama?"     

"Zen cuma bilang abis berantem sama orang di jalan, tapi mama tau Zen bohong. Zen ga mungkin berantem sama sembarangan orang. Waktu dulu juga pernah berantem, tapi buat bantu Faza kan? Kalau Zen berantem tanpa alasan begitu Mama ga percaya."     

"Faza ga tau soal kejadiannya gimana abis dari resepsi Faza, tapi kalau Zen bilang begitu mungkin emang gitu kan, Ma?"     

"Firasat Mama bilang, Zen sebunyiin sesuatu dari Mama. Faza nanti tau kok kalau Faza punya anak. Gimana rasanya firasat yang cuma seorang Mama yang tau."     

Aah....     

Aku tahu firasat seorang ibu memang tak bisa diremehkan. Itu terjadi pada oma dan ibu saat aku bertengkar dengan Astro beberapa kali.     

Aku hanya mampu menatap mama Zen dalam diam. Aku tak ingin membuatnya merasa buruk karena Zen berbohong padanya, tapi aku juga tak bisa mengatakan yang sesungguhnya atau mama Zen mungkin akan menjadi jauh lebih khawatir.     

Terdengar suara peluit tanda permainan akan dimulai. Saat aku menoleh ke arah lapangan, Reno sedang melempar bola ke atas dan segera diambil oleh Astro. Harus kuakui, Astro telihat tampan sekali.     

Ini adalah kedua kali aku menonton Astro bermain basket. Pertama kali aku menontonnya adalah saat Astro mengajakku menginap di mansion. Aku menyukai caranya bergerak cepat dengan tatapan penuh konsentrasi saat bermain, gerakannya menghindari lawan, juga saat dia menembak ke ring walau dia sempat meleset beberapa kali saat itu.     

Sekarang, melihatnya sedang bertanding dengan Zen demi mendapatkan permintaan maaf dari Zen, juga demi mendapatkan ciuman dariku untuk membuat Zen patah hati, dia benar-benar terlihat berbeda. Gerakannya terlihat mengintimidasi, cepat, mantap, penuh energi dan tenang di saat yang sama. Aku tahu dia tak akan membiarkan Zen menang darinya.     

"Astro mainnya makin bagus." ujar mama Zen, yang membuatku menoleh padanya. "Mama pernah nonton Astro main basket sekali waktu Zen SMP dulu. Sekarang jadi lebih jago bawa bolanya."     

Aku tersenyum, "Mama ga muji Zen?"     

"Zen tetep jadi juara buat Mama walau Astro lebih jago mainnya." ujar mama Zen dengan suara pelan.     

Aku hampir saja tertawa, "Astro tetep jadi juara buat Faza kalau gitu. Walau dia ga akan ngalah sih dari Zen."     

Mama Zen menatapku dalam diam sebelum bicara, "Kalian masih muda. Masih belum ketemu sama masalah yang rumit."     

Aku terkejut mendengarnya. Andai saja mama Zen tahu aku dan Astro baru saja menerima ancaman dari keluarga Zenatta, mungkin mama Zen tak akan begitu lancang mengatakan hal semacam itu padaku.     

Belum bertemu dengan masalah yang rumit?      

Sepengetahuanku aku dan Astro sudah mengalami masalah yang jauh lebih rumit dari anak-anak seusia kami sekarang. Kami memiliki lebih dari tiga pekerjaan, memimpin puluhan orang, mengendalikan beberapa perusahaan tanpa terlihat dan masih harus menghadapi masalah lain.      

Aku bahkan adalah seorang yatim piatu. Astro sudah banyak membantuku melewati banyak hari untuk membuatku menemukan keberanian dalam diriku.     

Aku mengalihkan tatapanku ke arah lapangan hanya untuk menghindari bertatap mata dengan mama Zen. Aku tak ingin mama Zen menyadari kalimatnya membuka sebuah luka di hatiku.     

Aku tak memperhatikan apa yang terjadi di lapangan sesaat lalu. Sekarang Astro sedang berusaha mencuri bola dari tangan Zen, tapi dia gagal melakukannya.      

Zen mendribble (membawa bola dengan memantulkannya ke lantai) bola menuju ring dan melakukan shot (menembak ke arah ring). Untunglah meleset. Zen terlihat kecewa, tapi segera kembali mendapatkan kesadarannya dan melanjutkan permainan.     

Entah bagaimana perasaan ini bisa muncul, tapi aku sungguh-sungguh mengharapkan Astro memenangkan pertandingan kali ini.     

"SEMANGAT, HONEY!" tiba-tiba saja aku berteriak.     

Astro menoleh padaku dan tersenyum lebar sekali, tapi segera mengalihkan tatapannya dariku untuk melanjutkan permainannya. Aku tahu dia senang sekali dan sepertinya aku baru menyadari dia menungguku memberi dukungan padanya sejak tadi.     

Kenapa aku begitu bodoh?     

Aku bisa mendengar teriakan mama Zen untuk memberi Zen dukungan, tapi aku tak terlalu memperhatikan apa yang diucapkannya. Kurasa akan lebih baik jika aku memperhatikan Astro bermain karena aku pun tak memiliki apapun yang ingin kubahas dengannya.     

Zen terlihat tenang saat berhadapan dengan Astro yang membawa bola. Aku tahu Zen sedang mencari kesempatan untuk mencuri bola dari tangan Astro dan entah bagaimana aku bisa merasakan adrenalin mengaliri dadaku hanya dengan melihat mereka bermain.     

Astro berhasil melakukan shot jarak jauh sebelum Zen sempat mencuri bola darinya. Dan tembakannya masuk, bersamaan dengan bunyi peluit Reno yang terdengar nyaring menandakan Astro mendapat skor untuk dirinya.     

Aku memberi Astro tepukan tangan karena aku merasa sangat senang, "Great job, Honey!"     

Aku tahu ini hanyalah skor pertama Astro dan pemainan babak pertama masih berlanjut. Namun aku begitu ingin Astro menang hingga tak mempedulikan tatapan Zen padaku yang terlihat dingin. Aku bahkan tidak menoleh untuk sekedar menatap mama Zen yang duduk di sebelahku.     

Aku tak peduli jika aku terlihat bersikap berlebihan atau mungkin membuat Zen merasa buruk. Aku juga tahu adalah hal yang wajar jika aku memberi semangat pada Astro, suamiku.     

Astro dan Zen melanjutkan permainan bersamaan dengan bunyi tiupan peluit Reno. Perebutan bola terjadi dengan sengit saat ini. Sesaat bola berada di tangan Astro, sesaat kemudian berada di tangan Zen, lalu Astro berhasil merebutnya kembali dan mencoba melakukan shot. Namun bola mengenai tepi ring dan memantul kembali.     

Permainan berlanjut kembali. Namun perhatianku teralihkan saat mama Zen menepuk bahuku, membuatku menoleh untuk menatapnya.     

"Kemarin Zen sempet cerita ada temen Faza ikut ngelukis di galeri. Bisa kenalin Mama sama temen Faza?     

=======     

Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : iamno     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.