Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Buram



Buram

0Aku menyelipkan sebuah test pack yang kuambil dari laci meja rias ke saku celana saat Astro sedang di kamar mandi. Aku mengingat saran dari Jojo untuk mencoba memakai test pack lagi, tapi jantungku berdetak kencang sekali hanya dengan menyentuh sebuah test pack yang masih disegel.     

Aku kembali duduk di tempat tidur sambil menunggu Astro keluar. Aku mengamit handphone yang tergeletak di atas meja kecil di samping tempat tidur dan mengecek aplikasi pesan. Sudah ada pesan dari Kyle, grup lavender, Rommy, juga pesan dari Jeanny.     

Aku membuka pesan Kyle lebih dulu. Kyle memberitahu dia dan Denada sudah sampai di Edelaide, sebuah kota di Australia tempat Petra berkuliah jurusan sinematografi.     

Rommy memberitahu padaku bahwa dia yang ditugaskan untuk menggantikan pos Kyle di pengadilan untuk mengikuti jalannya sidang. Dia juga yang akan memberi Astro laporan setelah sidang selesai.     

Jeanny mengingatkanku untuk mengetes kandunganku pagi ini. Yang justru membuatku semakin gugup untuk benar-benar akan menggunakan test pack yang kuselipkan di saku atau tidak.     

Aku membuka grup lavender.     

Denada : Aku udah sampai     

Denada : Ya ampun aku deg-degan banget     

Denada : Tapi Kyle minta istirahat dulu. Kita baru bisa nyari Petra besok     

Mayang : Nurut aja sama Kyle. Inget, jangan bilang apa-apa sama Petra kalau kamu dateng     

Mayang : Ini kejutan kan? Petra pasti kaget     

Denada : Iya ih. Aku ga sabar mau ketemu Petra besok. Dia pasti kaget banget liat aku tiba-tiba dateng     

Mayang : Good luck ya     

Mayang : Salam buat Petra kalau kamu ketemu dia     

Denada : Nanti aku sampaiin     

Denada : Faza lagi offline ya?     

Mayang : Mungkin lagi sibuk kerja. Kerjaannya pasti ga kepegang selama dia pulang dua hari kemarin     

Mayang : Mungkin chat kita baru dibaca besok     

Denada : Iya ya     

Denada : Thank you, Za. Udah minjemin Kyle buat nemenin aku     

Denada : Bilangin makasih juga buat Astro karena bantu Kyle dapet cuti     

Denada : Nanti aku bawain oleh-oleh buat kalian     

Mayang : Seneng banget ya kamu mau ketemu Petra?     

Denada : Banget!     

Denada : Sayang Kyle booking hotelnya jauh dari apartemen Petra. Coba bookingnya di hotel deket apartemen Petra. Aku kan bisa ketemu Petra setiap hari     

Mayang : Jangan ngeluh gitu. Kyle udah jauh-jauh nemenin kamu     

Denada : (mengirimkan emoji menangis)     

Denada : Aku kangen kalian     

Denada : Aku di kamar hotel sendirian      

Mayang : Lain kali aku temenin kamu ke sana lagi kalau aku ada waktu     

Denada : Thank you, May (mengirimkan emoji hati)     

Mayang : Aku mau ngerjain deadline kuliahku dulu ya. Baik-baik di sana sama Kyle     

Mayang : Nanti kalau Faza ada waktu pasti baca chat kita kok     

Denada : Iya, May. Di sana udah malem ya. Good night     

Mayang : Kamu juga istirahat. Good night     

Denada : Iya     

Aku : Sorry aku baru bangun. Kemarin kerjanku banyak banget     

Aku : Hati-hati ya di sana. Jangan jauh-jauh dari Kyle. Nurut aja sama omongan Kyle. Dia dipercaya sama mama buat jaga kamu. Kalau kamu ada apa-apa nanti Kyle kena masalah     

Pesanku belum dibaca oleh Mayang dan Denada. Aku melirik jam di sudut handphone, pukul 04.41. Aku meletakkan handphone kembali ke meja, lalu merebahkan tubuhku di tempat tidur sambil menatap langit-langit kamar.      

Aku tahu ada firasat buruk menyusup ke dalam dadaku. Aku hanya tak tahu firasat itu mengarah ke mana karena ada begitu banyak hal yang terjadi di sekitarku.     

Aku menghela napas sambil memejamkan mata. Aku tidak mengantuk. Aku hanya ingin meredakan denyutan di kepalaku yang terasa mengganggu.     

Terasa sebuah kecupan di bibirku, juga elusan lembut di kepalaku. Aku membuka mata dan mendapati Astro sedang merebahkan diri di sebelahku. Dia mengangkat kepalaku dan meletakkannya di legannya.     

"Kamu bisa tidur lagi, Honey." ujarnya sambil terus mengelus kepalaku.     

Aku menggeleng, "Aku mau bantu kamu masak pagi ini. Kamu bawa bekal aja biar ga diganggu perempuan gatel."     

Astro tertawa, "Kamu serius mau aku bawa bekal kayak anak sekolah?"     

"Kenapa emangnya? Dulu kita sering bikin bekal ke sekolah. Kamu kan pernah bikinin aku bekal sebulan waktu itu."     

Astro menghentikan tawanya dan tersenyum tipis, "Itu kan aku lagi pendekatan sama kamu. I'll do everything to get closer to you (Aku akan lakuin apapun buat bisa deket sama kamu). Lagian aku sengaja bikin orang lain ga ada yang berani deketin kamu kalau mereka tau kamu deket sama aku."     

Aku menatapnya tak percaya, "Seriously?"     

Astro hanya mengangguk dan mengecup puncak kepalaku. Sepertinya sekarang aku mengerti maksud ucapannya.     

Aku mencubit pipinya, "Ternyata kamu modus banget ya dari dulu?"     

Astro tertawa puas sekali. Laki-laki ini benar-benar menyebalkan.     

"Aku serius. Kamu bawa bekal ya. Aku bikin pakai cinta jadi kamu ga boleh nolak."     

Astro menghentikan tawanya dan menatapku dalam diam sebelum bicara, "I'm yours, Honey. Kamu ga perlu khawatir sama Cantika."     

Sial ... dia menggunakan kalimat yang biasa kuberikan padanya saat dia sedang merasa cemburu.     

Aku memberinya tatapan sebal, "Serius, Astro."     

"Aku serius. Aku ga yakin dia masih berani nyamperin aku lagi hari ini. Hari ini pasti ada gosip baru. Tag linenya : Kemarin istri Astro Abhiyoga ngelabrak Cantika di kantin karena cemburu." ujarnya sambil tertawa.     

Aah laki-laki ini benar-benar....     

Aku baru saja akan bangkit, tapi dia menahanku dengan memeluk tubuhku erat. Dia juga menahan daguku agar terus menatapnya, membuatku mengingat saat dia memintaku menelepon Zen.     

Astro memang tak membahas apapun lagi mengenai Zen setelah menutup telepon. Juga tak terlihat sedang memikirkannya karena dia terlihat sangat serius saat menyelesaikan deadline dan pekerjaannya. Hingga membuatku berpikir mungkin memang hanya aku yang terlalu memikirkan apa yang akan terjadi antara kami dan keluarga Zen. Aku pun tak yakin firasat yang kurasakan tentang mereka adalah baik atau buruk karena terlihat seperti kelebatan buram.     

Terlebih dengan sikapnya sekarang, yang terlihat seperti biasanya. Aku tak yakin apa yang akan terjadi antara aku dan Zen. Aku hanya merasa, Zen juga sedang berada di posisi yang sulit karena keberadaanku.     

Bagaimana jika aku tak pernah memutuskan untuk bersekolah dua setengah tahun lalu? Mungkin aku dan Zen tak akan pernah bertemu.      

Betapa naifnya aku. Kami akan tetap bertemu dengan cara lain. Karena memang begitulah cara takdir bekerja. Seperti saat aku bertemu dengan Astro, dengan cara yang tak pernah terbayangkan olehku : aku harus kehilangan keluargaku lebih dulu. Kurasa, aku memang hanya harus menunggu.     

"Kamu yakin aku hamil?" aku bertanya sambil menatapnya lekat.     

Astro tersenyum tipis, tapi tak menjawab pertanyaanku. Kurasa aku tahu dia sedang sengaja membuatku menebak-nebak.     

"Serius."     

Astro masih terdiam dengan senyum tipis. Kurasa aku akan menyerah saja, maka aku membenamkan wajahku di dadanya. Detakan jantungnya adalah detakannya yang biasa. Sial ... bahkan detakan jantungnya pun membuatku bingung.     

Astro mengecup dahiku dan mengelus kepalaku dalam diam. Dia hampir saja membuatku mengantuk, tapi aku mendongkak sebelum satu uapan lolos dari bibirku.     

"Bisa kasih tau nama yang kamu siapin buat anak kita?" aku bertanya karena belum berhasil memecahkan sandi polialfabet yang dia buat untuk handphonenya. Lebih tepatnya aku tak memiliki waktu untuk itu.     

Astro menatapku lekat, "Reagan. Reagan Baratha Adiwiyata."     

Bulu halusku meremang hanya dengan mendengarnya menyebutkan nama calon bayinya. Bagaimana jika aku memang benar tidak mengandung sekarang? Astro pasti merasa sangat kecewa.     

Aku mengecup bibirnya dan mencumbunya perlahan hanya untuk menghilangkan rasa gugup. Astro membiarkanku mempimpin cumbuan kami yang terasa seperti selamanya.     

"Kamu ga protes kenapa aku kasih nama laki-laki?" Astro bertanya saat aku melepas bibirnya.     

Aku menggeleng, "Namanya bagus. Nanti aku yang cari nama buat anak perempuan. Kamu ga boleh protes."     

Astro tersenyum lebar sekali. Kurasa dia benar-benar akan patah hati jika aku memang tidak mengandung.     

"Aku pipis dulu ya. Kamu ke dapur duluan nanti aku nyusul." ujarku sambil mengecup bibirnya.     

Astro mengangguk dan melepas pelukannya padaku. Dia memperhatikanku hingga aku menghilang di balik pintu kamar mandi. Dan sekarang di sini lah aku. Sedang merogoh saku untuk mengambil test pack yang kuselipkan saat Astro tak melihat.     

Aku menatapi test pack yang kupegang sebelum membukanya. Jantungku berdetak kencang sekali.     

=======     

Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : iamno     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.