Kimono
Kimono
Aku masih mencoba mengendalikan irama napasku saat melihat Astro melompat naik ke tempat tidur. Dia meraih wajahku dengan kedua tangannya dan menatapku khawatir.
Aah, aku bahkan sempat lupa kami sudah menikah. Aku hampir saja mendorongnya untuk menjauhiku.
"Mimpi buruk?" Astro bertanya.
Aku hanya mampu mengangguk. Irama detakan jantungku masih terasa memburu. Tiba-tiba aku mengingat percakapan kami semalam. Sepertinya itu adalah penyebabnya. Aku menarik napas dan menghembuskannya perlahan. Berkali-kali, hingga merasa sedikit lebih tenang.
Astro masih menatapku khawatir dan rasa bersalah yang jelas sekali di matanya, "Gara-gara aku bahas bunda semalem?"
"I'm okay." ujarku sambil mengamit salah satu tangannya untuk kukecup. Kuharap jawaban itu cukup untuknya. Aku tak yakin bagaimana harus menjawabnya. Aku tak ingin membuatnya semakin merasa bersalah. Hal ini di luar kendali kami untuk mengaturnya. "Aku mandi du ..."
Astro memeluk tubuhku erat sebelum aku sempat menyelesaikan kalimatku, "I'm sorry."
Aku mengelus dadanya yang telanjang yang terpampang di depan mataku, "Bukan salah kamu."
Aku baru menyadari dia baru saja selesai mandi. Rambutnya masih basah dan menguarkan aroma green tea. Aroma ini membantuku menenangkan pikiranku. Kurasa detakan jantungku mulai berangsur normal sekarang. Aku mendongak untuk menatapnya dan berusaha tersenyum, "Pangeran ganteng ga perlu khawatir. Aku ga pa-pa."
Astro tersenyum bodoh, "Apanya yang ga pa-pa? Kamu bikin aku panik."
"I'm sorry."
"Aku batalin aja rencana ke sentra." ujarnya sambil melepas pelukanku.
Aku menahan lengannya yang mulai menjauh, "Ke sentra? Kamu punya jadwal ke sentra?"
"Tadi pak Basri telpon. Katanya pemilik sentra bisa ketemu kita hari ini. Aku pikir kamu pasti mau, tapi kamu istirahat aja hari ini. Ak ..."
"Aku mau. Ayo ke sentra."
"Tapi kam ..."
Aku mengecup bibirnya, "Ayo ke sentra. Aku mandi dulu."
Aku langsung beranjak turun dari tempat tidur dan berjalan cepat menuju kamar mandi. Aku sempat mendengar Astro memanggilku saat aku berlalu, tapi aku mengabaikannya. Akan lebih baik bagiku jika aku memiliki hal yang bisa mengalihkan pikiran dan pergi ke sentra terdengar seperti pilihan yang sempurna.
Aku baru saja menutup pintu kamar mandi dan menguncinya saat melihat bath tub sudah terisi dengan air hangat, dengan bath bomb beraroma lavender. Melihatnya membuatku tak mampu menyembunyikan senyum di bibirku.
Aku melepas pakaian dan meletakkannya di dekat wastafel, lalu melangkah ke dalam bath tub perlahan. Aku benar-benar membutuhkan aroma ini sekarang. Astro benar-benar memiliki firasat yang bagus.
Firasat.
Aku menenggelamkan seluruh tubuh ke dalam air selama napasku bisa menahannya, lalu kembali mengeluarkan kepala ke permukaan. Astro memang memiliki firasat yang bagus, begitu pula denganku.
Aku sudah lama berpikir Bunda masih hidup. Aku hanya tak ingin mengakuinya karena tak ingin terlalu berharap. Aku sering membayangkan Bunda masih berada di sekitarku, tapi hanya mampu membayangkan bahwa mungkin saja aku merasa seperti itu karena aku merindukannya.
Benarkah Bunda selalu berada di sekitarku selama ini? Kupikir aku hanya membayangkannya, tapi di mimpiku Bunda berkata kami akan bertemu lagi.
Astaga, itu hanyalah mimpi.
Aku menenggelamkan seluruh tubuh kembali ke air untuk membantu menyadarkan pikiranku. Aku menahan tubuhku berada di dalam air selama napasku bisa menahannya, lalu mengeluarkan kepala ke permukaan kembali. Aku menggigit bibir bawahku. Aku tak mampu membayangkan Opa menyembunyikan Bunda dariku selama ini.
Bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan? Haruskah aku menggunakan satu permintaanku pada Kakek untuk mencari Bunda?
Aah, bukankah aku memiliki satu permintaan pada Opa? Aku bisa meminta Opa untuk jujur padaku, bukan?
Jantungku kembali berdetak kencang. Semua pemikiran ini tiba-tiba membuat adrenalinku meningkat. Aku tahu aku bisa saja mengambil kedua keputusan itu bersamaan, tapi akan terlalu berisiko. Selama ini aku selalu menjaga agar pikiran Opa tetap tenang demi kesehatannya. Aku akan mengorbankan kesehatan Opa jika nekat melakukannya.
Aku menghirup napas dan menghembuskannya perlahan. Aku masih memiliki banyak waktu untuk memikirkannya.
Aku mandi dengan cepat, lalu memakai handuk kimono yang ada di dalam kamar mandi sebelum keluar. Saat aku membuka pintu, Astro sudah menungguku sambil menyandarkan punggung tepat di samping pintu. Tatapan khawatir di matanya masih terlihat jelas.
Aku meraih tengkuknya dan mencumbunya dengan lembut. Dia memelukku erat sambil merengkuh tengkukku dan menatapku lekat. Aku baru saja akan melepas cumbuan kami saat dia menahannya. Aku akan membiarkannya yang memimpin. Aku ingin dia tahu aku baik-baik saja.
"I'm okay." ujarku saat dia melepas cumbuannya, tapi masih menatapku erat.
"Kita ga harus berangkat ke sentra hari ini. Kamu bisa istirahat aja."
Aku menggeleng, "Kita berangkat. Aku ga mau buang kesempatan. Kita baru ke sini lagi bulan depan. Kalau aku ga ke sentra sekarang aku buang waktu satu bulan."
"Kamu yakin?"
Aku mengangguk dan memeluk tengkuknya sambil berbisik, "Aku udahan. Kamu bisa manjain aku kalau kita pulang nanti."
Aku tahu wajahnya merona merah karena suhu telinganya meningkat. Aku mengecup tengkuknya dan melonggarkan pelukanku untuk menatapnya. Dugaanku tepat sekali. Aku tersenyum manis dan mengelus kedua pipinya, "Tapi nanti kalau kita pulang dari sentra."
Astro menyentil dahiku, "Bisa-bisanya kamu ngerayu aku pakai cara begini."
Aku tersenyum lebar, "Kan kamu yang selalu minta aku rayu. Gimana sih?"
Astro menatapku dalam diam selama beberapa lama, lalu meraih kepalaku dan mendekapku di dadanya. Dia mengecup dahiku lama sekali. Andai saja delapan tahun lalu kami bisa seperti ini, mungkin saja traumaku akan lebih cepat berlalu.
"Thank you."
"Kalau aja dulu aku bisa meluk kamu begini. Kamu ga perlu ngurung diri di kamar berbulan-bulan."
Aku tak mampu menyembunyikan senyum di bibirku. Bahkan kami memiliki pemikiran yang sama.
Kebetulan? Kurasa bukan.
Aku memeluk tubuhnya lebih erat dan menikmati aromanya yang hangat membelai hidungku, "Begini aja cukup buatku."
Astro meraih daguku dan memintaku menatapnya, "Kalau begini aja cukup, kita ga usah ke sentra. Aku manjain kamu aja hari ini."
Aku menatapnya tak percaya, "Seriously?"
Astro tersenyum tipis. Sepertinya aku baru saja menyadari itu adalah senyum jujurnya.
"Aku serius." ujarnya sambil mengangkat tubuhku, hingga membuatku terkejut dan memeluk bahunya lebih erat.
Aku berusaha menjauhkan wajahnya saat dia menjelajahi leherku di perjalanan kami menuju tempat tidur, tapi dia tetap bergeming di sana.
"Sekali aja trus kita berangkat, okay?" ujarku saat Astro merebahkan tubuhku.
"Aku ga janji." ujarnya sambil melepas tali handuk kimonoku.
"Dua kali, trus kita berangkat. Ya?"
Astro hanya menggumam sebelum mencumbu bibirku. Tangannya sudah membuka sebagian handuk yang kupakai dan merayapi punggungku.
Aah, laki-laki ini benar-benar ....
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSI.F di aplikasi W.EBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.
Banyak cinta buat kalian, readers!
Regards,
-nou-