Kosong
Kosong
"Cuma bikin sketsa kasar ruangan penyimpananku. Mumpung ada waktu."
Astro melingkarkan kaki di sekeliling tubuhku dan memelukku dari belakang, "Coba liat."
Aku mengangkat buku sketsa dan memperlihatkannya padanya, "Ada yang kurang?"
Astro mengecup puncak kepalaku dan diam selama beberapa lama, "Siapa yang jaga ruangan ini?"
"Putri sama aku gantian jaga sementara. Kamu kan tau aku masih kekurangan orang."
"Kalau galeri om Hanum udah jadi, gimana? Ga mungkin Putri jaga sendiri. Kerjaan dia juga banyak kan termasuk komunikasi sama konsumen?"
Aku mengangguk, "Sementara aja kok. Semoga aku cepet dapet partner baru."
"Kenapa ga ngajak Gon ke sini?"
"Dia kuliah, Honey." ujarku sambil mengecup pipinya.
"Atau Sari kamu bawa ke sini?"
"Aku belum bisa lepasin toko ke Gon sama Vinny berdua. Mereka masih baru beberapa bulan kerja sama aku."
Astro mengelus rambutku sambil memilin ujungnya sesekali, "Mau minta Cacha bantuin kamu?"
"Bukannya dia punya kerjaan buntutin Sofia? Oh iya, gimana hasilnya?"
"Ga ada hasilnya. Semuanya biasa aja makanya aku nawarin ke kamu. Kalau cuma buat ngawasin ruang penyimpanan kayaknya dia bisa."
"Aku coba cari yang lain dulu ya."
"Okay. Kamu selalu bisa minta bantuan kalau butuh, kamu tau?"
Aku hanya menggumam mengiyakan dan melanjutkan sketsa dalam diam. Aku sudah memiliki cara untuk mengatur rotasi penjagaan ruangan itu nanti.
Handphone-ku bergetar. Aku mengambilnya.
Zen : Donny setuju yang ini (mengirimkan belasan foto)
Aku : Dia ga masalah sama warnanya?
Zen : Dia bilang ga masalah, tapi dia harus ngurusin kasusnya sama Zenatta dulu. Dia bilang belakangan ini slow respon, jadi semua prosesnya desain detailnya terserah kita
Aku : Okay
Zen : Ada titipan dari kak Liana. Aku kirim ke alamat mana?
Aku menoleh untuk menatap Astro. Dia sedang membaca pesanku dengan Zen. Dia terlihat tenang sekali, tapi aku tahu dia cemburu.
Aku mengecup pipinya, "Titip ke Opa dulu aja ya?"
Astro hanya mengangguk sambil mengusap rambutnya dengan handuk. Kenapa aku justru merasa bersalah?
Aku : Titip Opa aja, Zen. Lanjut besok lagi ya
Zen : Okay
Aku meletakkan handphone di meja di sebelah tempat tidur, lalu membalikkan tubuh untuk menghadap ke arah Astro. Aku mengamit handuk dari tangannya dan mengusap rambutnya, "Besok mau ke lab?"
"Tadinya."
"Kenapa ga jadi?"
"Aku mau kerja di sini aja."
Aku menatapnya dalam diam selama beberapa saat sebelum bicara, "Kita ke sini cuma sebulan sekali. Aku temenin kamu ke lab ya? Aku mau liat."
"Tau ya aku cemburu?"
"Kamu ngarep aku ga tau?"
Astro tersenyum lebar sekali, "Kayaknya aku ga bisa bohong lagi sama kamu ya?"
Aku mencubit pipinya, "Coba aja berani bohong sama aku."
Astro tertawa sambil memeluk tubuhku dengan erat dan mendekapku di dadanya, "I love you, Honey."
Sepetinya wajahku memerah sekarang. Aku merapatkan tubuh dan memeluknya lebih erat. Hangat sekali. Aromanya tubuhnya membuatku mengantuk.
"Kamu udah mikirin mau cari jejak bunda lagi?"
Aku mendongak untuk menatapnya. Aku ingin sekali mengatakan sesuatu, tapi tak sanggup mengeluarkan apa yang ada di dalam pikiranku. Aku tak ingin terlalu berharap.
Astro mengelus rambut di dahiku, "Kamu masih punya satu permintaan dari kakek. Kamu bisa pakai itu."
"Tapi ini udah delapan tahun."
"Kamu ga akan tau hasilnya kalau ga nyoba."
Aku menghela napas, "Kenapa kamu bahas ini?"
Astro menatapku dalam diam selama beberapa lama sebelum bicara, "Aku punya firasat."
Entah kenapa tiba-tiba sesuatu di dalam dadaku terasa hangat. Seperti ada adrenalin mengalir dari dada ke seluruh tubuh.
"Kamu yakin?" aku bertanya dengan suara hampir tercekat.
"Aku ga yakin, tapi ga ada salahnya dicoba."
Kenapa dia membuatku berharap, tapi dia justru merasa tak yakin?
"Aku ga mau nuduh, tapi ... aku punya firasat opa tau sesuatu."
Aku menatapnya dalam diam dan berusaha mencerna kalimatnya, tapi aku sama sekali tak mengerti dengan maksud ucapannya. Kenapa aku begitu bodoh?
"Maksud kamu gimana?" akhirnya aku bertanya setelah keheningan kami sesaat lalu.
"Orang ga mungkin ilang begitu aja, Honey. Apalagi opa punya akses buat nyari. Beda sama kebanyakan orang."
Aku tahu maksud ucapannya kali ini, tapi ..., "Masa Opa nyembunyiin aku dari Bundaku sendiri?"
Astro menatapku dalam diam. Aku tahu dia sedang berpikir keras dan apapun yang sedang dia pikirkan membuatku takut. Aku tak ingin membayangkan Opa menyembunyikan keberadaan Bunda dariku.
"Kamu bisa coba cari jejak bunda pakai sumber daya dari kakek. Opa ga perlu tau." ujarnya pada akhirnya.
"Bukannya kamu yang bilang kalau orang-orang Opa lebih efisien kerjanya dibanding orang-orang Kakek?"
"Iya, tapi ga ada salahnya dicoba. Kamu ga mau opa tau kita nyari bunda kan? Cuma ini satu-satunya cara kalau kamu emang mau."
Dadaku terasa sesak sekarang. Bayangan Opa menyembunyikan Bunda dariku membuat sesuatu di hatiku terasa sakit. Awalnya aku memang tak ingin terlalu berharap, tapi sekarang ... aku tak ingin jika saja firasat Astro benar. Aku mungkin akan membenci Opa seumur hidupku, "Opa ga mungkin begitu kan?"
Kenapa aku justru menanyakan pertanyaan bodoh seperti ini?
"Kamu bisa mikir dulu, tapi aku emang punya firasat."
Aku menatapnya lama sebelum menarik napas perlahan, "I'll think about it (Aku pikirin dulu)."
Astro mengelus rambut dan mengecup puncak kepalaku, "Aku ga bermaksud bikin kamu mikir jelek soal opa."
"Aku tau."
Astro mengelus wajahku dan menatapku lekat, "Aku udah lama mau ngomong begini, tapi ga mau bikin kamu kepikiran. Kalau kamu punya pikiran apapun yang ganggu, kamu bisa bagi ke aku."
"Aku pikirin dulu, okay?"
Astro mengangguk dan mengecup bibirku, "Kita harus istirahat sekarang."
Aku menahan lengannya saat dia baru saja akan merebahkan tubuh, "Kamu punya dugaan ini sejak kapan?"
"Setelah kita lulus. Sebelum aku pindah ke Surabaya."
"Kenapa kamu mikir begitu?"
"Kamu inget aku nemenin kamu ke makam sebelum aku pindah?"
Aku mengangguk.
"Bukannya aneh kenapa ada lahan kosong di sana?"
Kalimatnya membuatku berpikir. Di sana memang ada lahan kosong, tepat di sebelah makam Ayah. Namun selama ini aku hanya berpikir lahan itu sengaja dikosongkan untuk mengenang Bunda.
"Kamu ga bermaksud bilang Bundaku masih hidup kan?"
Astro hanya diam. Namun justru membuatku banyak berpikir hingga menutup mulut untuk menahan apapun yang ada di pikiranku agar tidak keluar, tapi dadaku terasa sesak.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSI.F di aplikasi W.EBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.
Banyak cinta buat kalian, readers!
Regards,
-nou-