Tuan Putri
Tuan Putri
Tante Ista juga menawariku kerja sama dengan sentra miliknya. Bila aku membutuhkan mutiara jenis lain, Tante Ista bersedia memberiku mutiara yang kubutuhkan dengan harga bersaing. Aku jelas mengincar mutiara berwarna hitam dan ungu, walau tak menutup kemungkinan akan memesan mutiara yang lain.
Sebetulnya Tante Ista memperbolehkanku mengambil perhiasan yang sudah siap jual, tapi aku menolaknya dengan halus. Karena konsepku ingin membuat desain sesuai dengan pesanan pelanggan dan hanya akan menjual perhiasan secara eksklusif.
"Ide Faza bagus. Nanti boleh mampir ke sini kapan-kapan kalau Faza butuh saran. Sekadar main juga ga pa-pa. Anak Tante semuanya di luar negeri, jadi rumah ini lebih sering sepi." ujar Tante Ista.
"Makasih tawarannya, Tante. Faza mungkin ke Lombok sebulan sekali nemenin Astro, tapi nanti kalau mau ke sini Faza kabarin dulu."
"Kalau Faza butuh perajin lagi, bisa minta bantuan Tante juga."
Aku menatapnya tak percaya, "Boleh, Tante?"
"Boleh dong. Cari perajin yang bagus susah, apalagi di area yang jauh dari tempat pembiakan. Faza liat sendiri tadi, karyawan Tante banyak yang masih usia sekolah. Biasanya ada beberapa yang minta ke luar karena mau lanjutin kuliah di luar pulau atau cuma sekadar bosen kerja bareng Tante."
Aku tak mampu menyembunyikan senyum di bibirku, "Makasih, Tante."
"Ada lagi yang bisa Tante bantu?"
"Tante udah bantu banyak banget. Ini aja cukup."
"Jangan sungkan ke sini kalau butuh bantuan. Faza masih muda, pasti ketemu macem-macem nanti di depan."
Aku mengangguk dengan mantap. Aku tahu Tante Ista benar. Terlebih, ada banyak pekerjaan lain yang harus kuselesaikan.
"Oh iya, Faza tadi cuma liat bagian galeri sama tempat jual beli aja kan? Mau ikut Tante liat tempat produksi sama tempat penyimpanan?"
Aku menoleh untuk menatap Astro. Astro melirik jam di lengannya dan mengangguk.
"Kalau ga ngerepotin boleh, Tante, tapi kita harus pulang ke Surabaya jam empat." ujar Astro.
"Ah, masih bisa ikut liat sebentar. Mungkin bisa jadi pengalaman kalian juga kalau liat gimana perajin di sini kerja." ujar Tante Ista.
Astro mengangguk dan Tante Ista segera beranjak untuk mengajak kami kembali ke sentra, lebih tepatnya ke lantai dua. Di sini ada sekitar belasan perajin dan berbagai staf lainnya. Dengan aroma zat kimia yang menguar yang digunakan sebagai proses produksi. Mereka semua memakai masker dan alat perlindungan diri lainnya, kami pun diminta memakai masker dan alat pelindungan yang sama.
Tante Ista menjelaskan berbagai tahapan proses pembuatan perhiasan dari awal hingga finishing menggunakan alat yang lebih canggih dibandingkan dengan milik adik Pak Basri, juga memberi tips bagaimana jika terjadi kecelakaan kerja. Entah bagaimana, walau niat kami datang hanya untuk berkunjung dan berkenalan, tapi Tante Ista justru memberi banyak sekali ilmu dan mengajak kami melihat proses produksi yang terasa seperti study tour.
Sepertinya aku tak akan melupakan pengalaman ini seumur hidupku. Aku bahkan masih merasa takjub sampai kami kembali ke resort hingga berkali-kali mencatat apapun ide yang terlintas di kepala ke handphone. Aku akan segera mengeksekusi desainnya sesampainya kami ke rumah rahasia.
Astro memelukku dari belakang dan mengecup tengkukku, hingga membuat bulu halusku seketika meremang. Aku sedang membereskan koper karena kami harus segera ke bandara, tapi aku memang berkali-kali mengambil handphone dan meletakkannya kembali. Sepertinya dia hanya sedang menegurku.
"Sorry." ujarku sambil mengelus rambutnya.
"Kalau kamu begitu terus kita bisa telat, kamu tau?"
Entah kenapa aku kesal mendengarnya, "Kalau kamu begini terus kita bisa telat, kamu tau?"
Astro tertawa dan melepas pelukannya padaku. Kemudian mengecup bibirku sebelum membantuku mengepak barang-barang.
"Kamu taruh itu di mana? Kayaknya aku ga liat waktu beresin barang pas kita sampai sini." aku bertanya saat melihat Astro menaruh sisa kondom yang belum terpakai di dalam pak dari meja di dekat tempat tidur.
Astro tersenyum tipis, "Sulap, Honey."
Entah kenapa aku pernah berpikir senyum itu adalah senyum jujurnya. Dia tak mungkin mengatakan sulap adalah cara yang benar-benar dia pakai, bukan?
"Serius?" aku bertanya dengan tatapan menyelidik.
Astro mengelus puncak kepalaku dan mengecup dahiku, "Aku minta Rommy beliin kemarin. Aku tau kok kamu bentar lagi selesai."
Aku menatapnya tak percaya, "Apa kamu bilang? Kamu minta Rommy beli kondom?"
Astro mengangguk dengan senyum kemenangan di bibirnya, tapi tak mengatakan apapun.
"Mau ditaruh mana mukaku?" aku melontarkan pertanyaan itu begitu saja.
Astro tertawa sambil menyentil dahiku, "Muka kamu tetep di situ, Honey. Rommy biasa aja kok. Tenang aja."
Aku memukul lengannya dengan kencang. Seharusnya dia mengerti maksud ucapanku. Dia benar-benar menyebalkan.
Terdengar ketukan di pintu beberapa kali. Astro berjalan menghampiri pintu dan membukanya. Aku sempat melihat Rommy sebelum Astro menutup pintu kembali dari luar. Sepertinya wajahku memerah sekarang.
Bagaimana aku akan menatap Rommy nanti setelah tahu dia yang membantu Astro membeli satu pak kondom untuk kami bercinta? Sepertinya aku baru saja kehilangan jalan pikiranku.
Aku memasukkan barang-barang asal saja. Aku sudah kehilangan selera untuk mengepaknya dengan rapi. Aku bahkan kehilangan ide yang sesaat lalu sempat memasuki pikiran.
Astro masuk kembali tak lama kemudian, membawa dua kotak tempat makan kedap udara dan menghampiriku sambil membukanya tutupnya. Ada penganan yang dibungkus dengan daun dan sate di dalamnya.
"Ini sate bulayak dari istrinya pak Basri. Yang ini yang namanya bulayak (penganan yang dibungkus daun), bukan satenya. Kita makan dulu ya. Kamu harus cobain." ujarnya sambil memberi isyarat padaku untuk mengikutinya ke meja makan. Sepertinya aku akan menurutinya saja.
Astro melepas daun yang membungkus bulayak dan menyodorkannya padaku, aku menerimanya. Dia benar, penganan ini enak sekali. Aku baru saja akan mengambil sate saat mengingat Rommy hari ini berada di kantor polisi karena menjaga kasus mutiara yang ditelan oleh Tia. Hanya Kyle yang menjaga kami dari jarak yang cukup sementara kami berada di sentra.
"Rommy tetep di sini sampai ada putusan pengadilan buat Tia?" aku bertanya.
Astro mengangguk, "Cacha gantiin dia jaga kamu sementara."
Sebetulnya aku merasa lega karena tak harus bertatap mata dengan Rommy selama beberapa waktu. Aku khawatir akan merasa canggung karena ulah Astro yang memintanya membeli kondom, tapi aku juga merasa simpati. Betapa berat pekerjaannya yang harus mengikuti apapun perintah yang kami berikan untuknya.
"Something bothering you (Ada yangnganggu pikiran kamu)?" Astro bertanya setelah menelan makanan di mulutnya.
Aku menggeleng, "Mungkin kita bisa kasih Rommy libur beberapa hari kalau urusannya di sini udah selesai."
Astro tersenyum tipis, "Baik banget ya kamu, Tuan Putri?"
"Tuan Putri?"
Astro mengecup bibirku, "Kan kamu manggil aku Pangeran terus dari kemarin."
Dia membuatku tertawa.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSI.F di aplikasi W.EBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.
Banyak cinta buat kalian, readers!
Regards,
-nou-