Brave
Brave
Aku mencoba mengendalikan diri dengan menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Berkali-kali, hingga merasa jauh lebih tenang. Aku meraih wajah Astro dan mengelusnya tanpa menatapnya. Aku ingin dia tetap mengecup dahiku karena aku membutuhkannya untuk membuatku merasa aman.
"I'm okay." ujarku lirih.
Astro memelukku lebih erat, "Kita bisa ke makam sebentar sebelum pulang."
Aku hanya menggumam mengiyakan dan mengangguk. Kurasa itu ide yang bagus. Mungkin aku akan merasa lebih tenang setelah bertemu dengan Ayah dan kedua saudaraku.
Astro mengamit wajahku dan memintaku menatapnya, "Kamu udah lakuin yang terbaik bertahun-tahun ini."
"Thanks to you."
Astro menggeleng, "Kamu akan lakuin hal yang sama walau ga pernah ketemu aku."
"Tapi kamu banyak bantu aku. Thank you."
Astro mengamit tanganku yang mengelus wajahnya dan mengecupnya lama sekali. Entah kenapa aku merasa dia tak akan bisa melanjutkan hidupnya tanpaku.
Apa yang baru saja kupikirkan? Dia adalah laki-laki yang selalu bisa menyelesaikan semua masalah dengan baik. Bagaimana mungkin dia tak akan bertahan hanya karena aku tak ada?
Aku menggeser tubuhku naik dan mengecup tangannya yang masih menggenggamku, "I love you, Astro."
Aah kenapa dia menatapku dengan tatapan menderita seperti itu?
"We'll be fine, as always (Kita akan baik-baik aja, kayak biasanya). Jangan khawatir begitu. You make me feel bad (Kamu bikin aku ngerasa buruk)." ujarku sambil mengelus jarinya perlahan.
Astro melepas genggamannya dan meraih kepalaku sebelum mengecup bibirku, "I'm sorry. Aku ga bisa liat kamu banyak pikiran begini. Aku selalu mikir apa yang harus aku lakuin buat bikin kamu ngerasa lebih baik."
"Tapi kamu selalu bikin aku ngerasa lebih baik."
Astro menatapku lama sebelum bicara, "Want me to sing you a song to help you lighten up your mood (Mau aku nyanyi satu lagu buat bantu kamu naikin mood)?"
"If you pleased (Kalau kamu mau)."
"Tunggu di sini." ujarnya sambil melepas pelukannya dan beranjak keluar kamar. Mungkin untuk mengambil gitar yang ada di studio.
Aku merapatkan selimut yang menutupi tubuhku, ternyata selimut memang tak senyaman pelukannya. Aku melirik jam di dinding, pukul 04.21. Sudah dua tahun lamanya aku hampir selalu terbangun di jam ini. Terkadang aku memang bangun terlambat, tapi sepertinya jam ini memang jam tubuhku terbangun dengan sendirinya.
Astro kembali dengan sebuah gitar sesaat kemudian, tepat seperti dugaanku. Kemudian duduk di sebelahku, tepat di sisi tempat tidur yang sesaat lalu dia tinggalkan. Dia mulai memetik gitar, "You can be amazing
You can turn a phrase into a weapon or a drug
You can be the outcast
Or be the backlash of somebody's lack of love
Or you can start speaking up."
Aah, betapa dia begitu romantis.
Aku menahan diri untuk tak ikut menyanyi karena ingin menghargai usahanya untuk membuatku merasa lebih baik. Aku hanya menatapnya dalam diam dan tersenyum. Kemampuan bermain gitar dan menyanyinya jauh lebih baik sekarang dibandingkan sebelum dia pindah untuk berkuliah. Tak mengherankan jika Hendry menerima tawarannya untuk bekerja sama.
"Maybe there's a way out of the cage where you live
Maybe one of these days you can let the light in
Show me how big your brave is."
Aku mengelus lututnya perlahan, membuatnya tersenyum padaku. Sepertinya aku tahu kenapa ada begitu banyak orang yang tak menyukaiku walau aku tak pernah menghiraukannya. Laki-laki di hadapanku ini begitu manis padaku. Padahal dia selalu terlihat tak tertarik pada perempuan manapun.
Betapa aku begitu bodoh. Dia sudah mencintaiku hampir seumur hidupnya.
Astro baru menghentikan petikan gitar saat aku bangkit dan mengamit gitarnya. Aku meletakkannya di samping tempat tidur, lalu duduk di pangkuannya dan melingkarkan kedua kakiku di pinggangnya sebelum mencumbu bibirnya.
Astro memelukku erat dan membiarkanku memimpin cumbuan. Dadanya yang telanjang menghantarkan suhu tubuhnya yang mulai meningkat padaku. Wajahnya merona merah sekali.
"Thank you." ujarku setelah aku melepas bibirnya.
Astro hanya menggumam dan mengelus bibirku. Aku tahu dia menginginkan lebih, tapi dia sudah berjanji akan memberiku waktu untuk beristirahat.
Aku mengecup dahinya dan memeluk kepalanya di bahuku. Mengelus rambutnya seperti ini membantu mengubah perasaanku menjadi jauh lebih baik.
Astro menyusupkan kedua tangan ke punggungku dan mengelusnya perlahan. Sepertinya dia benar-benar menginginkanku.
Aku mengamit wajahnya dari bahu dan mengecup dahinya, "Nanti kalau kita pulang ya."
Astro mengangguk walau menatapku dengan tatapan menderita sebelum memelukku erat dan menyandarkan kepala di bahuku, "Aku cuma mau peluk sebentar."
Aku menggumam mengiyakan. Aku akan membiarkannya saja. Memeluknya seperti ini terasa lebih baik. Lagi pula, dia tahu harus menahan diri saat ini.
"Aku mau bikin brownies buat Axe. Aku pernah janji. Kamu mau bantu?" aku bertanya sambil terus mengelus rambutnya.
Astro hanya menggumam mengiyakan, tapi dia memelukku lebih erat.
"Jangan bilang kamu cemburu juga sama Axe."
"Emang." ujarnya lirih.
"Cemburuan banget."
"Tapi kamu cinta."
Aku tak mampu menyembunyikan senyum di bibirku, "Aku cinta kamu Tuan Astro yang Cemburuan."
Entah bagaimana tiba-tiba saja tubuhku sudah rebah dengan Astro yang mencumbu bibirku hingga napas kami hampir putus. Dia baru akan melanjutkan cumbuan, tapi aku menahan wajahnya.
"Cuma sekali, okay?" ujarku sambil terengah.
Astro mwnggumam sambil mengecup tengkukku, hingga membuat bulu halusku meremang.
"Please. Sekali aja."
Astro hanya terus menggumam sambil menciumi leher dan mengelus punggungku.
Aku mengamit wajahnya dan menahannya dengan kedua tanganku, "Sekali, Honey. Okay?"
"Aku ga akan minta. Aku cuma mau ciumin kamu sebentar."
Bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi? Coba lihat wajahnya. Merah sekali.
Astro mendekatkan wajahnya kembali padaku dan berbisik, "Nanti ada Zen sama Donny. Aku ga mungkin ciumin kamu begini di sana. Biarin aku ciumin kamu sebentar. Aku ga akan minta. Aku janji."
Entah apa yang ada di dalam pikiranku. Setiap dia melakukan ini aku selalu berpikir dia akan bertindak lebih, tapi sekarang dia memohon padaku untuk membiarkannya menciumiku karena dia sedang merasa cemburu.
Aku menghela napas sembil mengelus rambutnya dan membiarkannya melakukan apapun yang dia inginkan walau justru aku yang sekarang menginginkannya. Aku hampir saja mengutuk diriku sendiri karena berpikir begitu mesum.
Sepertinya aku akan menyerah untuk menghalau semua pikiran ini. Bagaimana pun, aku melakukannya dengan suamiku. Bahkan sepertinya akulah yang akan memohon padanya untuk melakukannya sekarang.
=======
Lagu yang dinyanyiin Astro buat Faza judulnya Brave, penyanyinya Sara Bareilles.
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSI.F di aplikasi W.EBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.
Banyak cinta buat kalian, readers!
Regards,
-nou-