Kendali
Kendali
Aku menatap Om Neil dan Zenatta selama beberapa lama. Mereka sedang menatapku penuh kebencian. Sangat kontras dengan tatapan Gerard yang justru menatapku dengan tatapan yang jauh lebih lembut, yang justru membuatku mengingat suara erangannya saat tertembak.
Aku tak dapat melihat bekas tembakan di tubuhnya, mungkin karena tertutup oleh pakaian. Namun pandanganku terhadapnya masih sama. Aku menyayangkan sikapnya yang memilih membantu Zenatta.
"Silakan dilanjutkan." ujar Hakim Ketua pada Jaksa.
"Terima kasih, Yang Mulia. Sebelum Saudari lanjutkan kronologis kejadian di tempat resepsi, bisa Saudari jelaskan apa yang Saudari ketahui tentang skandal yang baru saja Saudari sebutkan?" Jaksa Penuntut Umum bertanya.
"Beberapa bulan lalu suami saya kena skandal pelanggaran hak cipta perusahaan game miliknya yang baru rilis. Skandal itu melibatkan Cokro, juga ada isu menghamili perempuan. Namanya Dissa. Masalah lengkapnya saya ga terlalu paham, tapi saya tau suami saya gugat mereka balik dan memenangkan perkara."
Jaksa mengangguk, "Baik. Silakan dilanjutkan bagaimana kronologis kejadian di tempat resepsi menurut Saudari."
"Zenatta, Gerard dan dua orang yang bawa lukisan lari ke arah Om Neil. Pas ada temen saya, Zen, tiba-tiba ada di samping saya. Saya ga tau kenapa dia masuk ruangan lagi padahal harusnya dia udah diamanin bareng orang lain waktu ada ledakan.
"Om Neil bahas tentang perjanjian yang saya ga ngerti, tapi karena ga dapet tanggapan, Om Neil nembak ke arah pelaminan, deket sama lukisan yang dibawa Zenatta buat hadiah pernikahan saya. Tiba-tiba ada asap dari sana.
Om Neil, Zenatta, Gerard, Donny dan tiga orang lain pakai masker respirator. Pas saya liat mereka pakai masker itu napas saya mulai sesak dan mata saya perih. Tadinya saya pikir cuma saya aja yang ngerasa begitu, ternyata semua orang di sana juga ngerasain.
Kakek ngasih arahan semua orang buat waspada sambil cari jalan keluar. Saya ambil pistol mainan buat kamuflase dan ngambil belati. Belatinya saya kasih ke Zen karena dia ga pegang alat pertahanan diri apapun. Tiba-tiba ada suara tembakan lain dan asap makin tebal, bikin napas tambah sesak dan mata tambah perih.
Semua orang nyebar buat lindungin saya dan suami saya karena kayaknya mereka emang ngincer kita. Setelah itu suami saya narik saya buat cari jalan keluar, tapi Donny narik tangan saya. Saya coba narik tangan saya dari Donny, tapi ga bisa. Suami saya mukul tangan Donny, baru Donny lepasin saya, tapi Donny ngarahin pistol ke arah saya.
Zen mukul Donny sampai Donny mundur. Pas Donny mau maju lagi buat nangkep saya, Teana nendang belakang lututnya sampai Donny jatuh. Zen megang badan Donny dan ngambil pistol dari Donny. Mungkin Teana kasihan liat napas saya sesak jadi Teana ngambil masker yang dipakai Donny dan masang masker di muka saya. Setelah itu Teana dan suami saya narik saya keluar dari ruangan buat kabur. Saya sempet denger suara tembakan, tapi saya ga tau siapa nembak siapa."
"Baik." ujar Jaksa Penuntut Umum. "Cukup yang Mulia."
Hakim Ketua mengangguk dan menatap ke arah Penasehat Hukum, "Silakan."
"Terima kasih, Yang Mulia." ujar Penasehat Hukum. "Saudari, tadi Saudari mengatakan Saudari kabur dari ruangan resepsi. Apakah Saudari melihat ada yang janggal saat Saudari keluar dari ruangan? Apakah Saudari melihat ada sesuatu yang meledak?"
Aku menggeleng, "Saya ga liat apa yang meledak. Seinget saya waktu keluar ada yang bantu saya dan ngasih botol air buat cuci muka, buat bantu ilangin efek gas air mata katanya. Setelahnya saya langsung dibawa ke mobil dan diantar pulang."
"Berarti Saudari ga tau apa-apa lagi yang kejadian di ruangan resepsi setelah keluar dari ruangan, betul begitu?"
"Betul."
"Baik. Menurut keterangan Saudari tadi, Astro dan Zenatta saling mengenal. Mereka teman lama, begitu ya? Saudari juga pernah bertemu dengan Zenatta walau cuma satu kali dua tahun lalu. Apa Saudari ga merasa ada yang aneh saat ketemu Zenatta dua tahun lalu?"
Aku menggeleng, "Saya ga mikir apa-apa waktu itu. Saya sempet nanya sama suami saya karena saya liat mereka abis ngobrol, tapi suami saya bilang Zenatta teman lama. Seinget saya, suami saya ga nyebut nama atau apapun. Jadi saya pikir saya ga perlu nanya-nanya hal yang ga penting. Saya baru tau namanya Zenatta setelah nikah di Lombok."
"Baik. Saudari mengatakan bahwa Saudari dan Gerard dulu teman lama. Apa Saudari benar-benar ga sadar Gerard teman lama Saudari waktu bertemu di galeri?"
"Saya ga tau karena penampilannya beda banget. Seinget saya, Gerard dulu biasa saya panggil Dio. Kita lumayan sering bikin sketsa dan ngelukis bareng almarhumah Bunda saya, tapi dia emang keliatan beda banget waktu ketemu di galeri. Saya sama sekali ga sadar makanya saya syok banget waktu dia bawa lukisan rumah peninggalan Ayah saya di Bogor dan bilang di pelaminan kalau dia temen lama saya. Saya ga sanggup bilang apa-apa karena kaget banget."
"Tadi Saudari mengatakan bahwa Saudari baru diberi tahu tentang perjanjian antara keluarga Zenatta dan keluarga Astro setelah pulang dari resepsi. Dari yang Saudari ketahui, bagaimana bentuk perjanjian itu?"
"Katanya kakek buyut Zenatta dan kakek buyut Astro dulunya sahabat. Kakek buyut Zenatta ngusulin bikin perjanjian bisnis dengan saling nikahin anak masing-masing, tapi kakek buyut Zenatta ga pernah pulang dari Belanda sampai anak dari kakek buyut Astro nikah.
Dari informasi yang saya dapet, katanya kakek buyut Astro pernah ngirim surat pembatalan perjanjian karena anaknya udah nikah duluan. Harusnya surat pembatalan itu ada di keluarga Zenatta sekarang. Karena kalau surat perjanjiannya aja mereka masih simpen, harusnya surat pembatalannya juga masih ada. Kalau surat itu ketemu mungkin masalah ini bisa selesai."
Om Neil hampir saja bangkit dan menyerbu ke arahku, tapi Zenatta menahannya tetap duduk. Padahal kupikir akan lebih baik jika Om Neil dibiarkan lepas kendali. Mungkin akan menjadi keuntungan untukku.
"Saudari punya informasi kira-kira bagaimana bunyi surat pembatalan perjanjiannya?" Penasehat Hukum bertanya.
Aku menggeleng, "Cuma informasi itu aja yang saya tau."
Penasehat Hukum mengangguk, "Cukup, Yang Mulia."
"Baik. Saudari Saksi, pemeriksaan terhadap Saudari telah selesai dilakukan. Silakan mengambil identitas diri Anda." ujar Hakim Ketua.
Aku bangkit dan maju untuk menghampiri Hakim Ketua dan mengambil identitas diriku. Aku sempat menatap ke arah Zenatta dan Om Neil. Mereka masih menatapku penuh kebencian. Gerard sepertinya ingin mengatakan sesuatu, tapi dia menahannya hingga aku kembali duduk ke sebelah Astro yang langsung menggenggam tanganku dengan erat dan mengelus jariku dengan lembut.
Aah, betapa aku merindukan genggaman tangannya.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSI.F di aplikasi W.EBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.
Banyak cinta buat kalian, readers!
Regards,
-nou-