Investor
Investor
Untuk sementara ini aku memberitahu segala hal yang ingin ibu ketahui tentang bisnis perhiasan yang akan mulai kurambah. Termasuk menjelaskan segala fungsi ruangan di rumah maharku yang akan menjadi workshop pembuatan perhiasan untuk sementara waktu.
Semua ruangan sudah selesai direnovasi, termasuk satu ruangan yang kubuat menjadi kamar andai aku ingin menginap di sana. Hanya ruang kedap suara yang masih setengah jadi yang akan kupakai sebagai ruangan penyimpanan.
Ibu dan ayah tak tahu tentang adanya pintu penghubung dari kamar di rumah maharku ke kamar di rumah rahasia kami. Justru merasa kamar itu mungkin saja diperlukan andai aku terlalu lelah dan malas untuk pulang ke rumah rahasia atau ke apartemen.
Setelah ayah dan ibu puas melihat rumah maharku, kami berkendara menuju rumah rahasia kami. Dengan jalan memutar, kami membutuhkan waktu sekitar setengah jam untuk sampai.
Aku hanya mendengar pembicaraan mereka sejak kami sampai karena aku sedang berkutat membuat seteko teh hangat. Kami sedang berkumpul di meja makan karena ibu yang memintanya.
Kami memutuskan meminta Jian membeli makanan untuk kami makan malam dibanding memasak karena terlalu merepotkan. Lagi pula kami terlalu lelah untuk memasak setelah semua hal yang terjadi hari ini.
Setelah ayah mengusulkan agar Axelle ikut pulang bersama kami, Axelle sempat berdebat dengan Astro dan memaksa untuk ikut. Namun Axelle akhirnya menerima keputusan Astro yang melarangnya dan memilih alternatif video call hari minggu saat Astro di rumah.
Ibu menyayangkan Astro yang hanya menggunakan satu ruangan di rumah ini sebagai kamar. Seharusnya ada satu ruangan lain yang bisa dibuat sebagai kamar andai ayah dan ibu, atau opa dan oma ingin menginap.
"Nanti Astro pikirin, Bu. Paling nanti alat olahraganya Astro pindah ke atas. Ibu mau nginep di rumah depan atau mau ke apartemen?" Astro bertanya.
Ibu menoleh untuk menatap ayah. Seperti sedang meminta pendapat.
"Kita ke hotel aja ya, Bu. Ga enak gangguin pengantin baru. Lagian Ayah juga ga mau diganggu sih, kita bisa honeymoon lagi." ujar ayah dengan senyum terkembang di bibirnya.
Kurasa aku tak dapat menyembunyikan senyum di bibirku. Ucapan Astro tepat sekali dan entah kenapa aku tiba-tiba merasa malu.
Ibu menepuk lengan ayah, "Ayah ga tau aja, anak Ayah tadi nyium Faza di depan Teana sama Axelle sebelum Ayah pulang."
Aku bisa memastikan aku pasti tersedak andai aku sedang memakan atau meminum sesuatu saat ini. Aku meneliti ekspresi ayah yang berubah menjadi lebih serius.
"Kamu minta diajak sparring ya?" ayah bertanya pada Astro.
Astro terlihat salah tingkah, "Itu kelepasan, Yah."
Ayah menatapnya dengan tatapan tajam, "Ayah tau kalian udah nikah, tapi harus tetep bisa jaga sikap di depan orang lain. Apalagi di area publik. Harusnya Ayah ga perlu bilang begini kamu udah ngerti."
"Iya, Yah. Astro minta maaf."
Ayah masih menatap Astro dengan tatapan tajam, tapi tak mengatakan apapun. Kurasa aku harus berterimakasih pada ayah karena ayah mengatakannya dengan tegas.
Astro memang sering bertingkah walau ada orang lain di sekitar kami. Aku sudah berkali-kali menegurnya, tapi dia tetap saja mengulanginya. Kuharap dengan teguran ayah, Astro akan lebih bisa mengendalikan diri.
Aku meletakkan sepiring brownies yang sudah kupotong ke meja dan mengisi cangkir dengan teh hangat untuk masing-masing dari kami, lalu duduk di sebelah Astro. Aku menggenggam tangannya dan mengelus jarinya perlahan. Kurasa aku tahu dia benar-benar merasa bersalah.
"Gimana sama kasus yang nelen mutiara kemarin itu?" ibu bertanya setelah meminum beberapa tegukan.
"Lagi diurusin sama Rommy, Bu. Kayanya bakal panjang. Soalnya nyangkut ke kasus di sentra punya tante Ista." ujarku.
Ibu mengangguk, "Berarti Faza baru punya tiga calon karyawan selain Putri ya?"
"Tante Ista ngasih rekomendasi kak Bara buat ikut kerja sama Faza. Faza udah ngabarin sih dan lagi nunggu renovasi ruang penyimpanan. Nanti kalau udah selesai Faza bisa minta dia berangkat ke sini."
"Faza yakin mau ngajak dia kerja bareng?"
"Faza mau coba kasih kesempatan dulu, Bu. Tante Ista percaya sama dia soalnya. Lagian dia juga ga terbukti salah kayak yang lain."
"Faza harus tetep waspada." ujar ayah.
"Faza tau, Yah."
"Iya. Lagian perhiasan emang punya harga jual lebih tinggi. Faza harus lebih waspada walau sama karyawan sendiri, termasuk Putri." ujar ibu.
"Iya, Bu. Faza ngerti."
"Kalau Faza punya kesulitan kasih tau Ayah sama Ibu ya." ujar ayah.
Aku hanya mengangguk, tapi tak mengatakan apapun. Aku menoleh untuk menatap Astro, dia masih terdiam dengan tatapan tenang. Entah apakah dia masih memikirkan teguran ayah sesaat lalu, tapi memang lebih baik jika dia terlihat sedang memikirkannya.
"Mm ... Ibu punya nomor om Bram?" aku bertanya.
Ibu terlihat berpikir sesaat, "Bram yang punya toko buku?"
"Iya, om Bram yang itu."
"Ada. Faza mau?"
Aku mengangguk, "Faza mau coba cari referensi buku yang ga ada di sini. Kalau om Bram punya nanti Faza bisa minta tolong kirim."
"Nanti Ibu kirimin kontaknya lewat chat ya."
"Makasih, Bu."
Ibu mengangguk, lalu menatap ayah dengan tatapan khawatir. Kurasa aku tahu kenapa, tapi aku akan mengabaikannya.
Aku memang berniat mencari tahu informasi mengenai bunda dari om Bram. Aku mengingat om Bram pernah menawarkan diri untuk menceritakan tentang bunda dan ayah padaku.
Namun dengan segala pekerjaanku dan lokasi kami yang jauh, kurasa menyimpan nomornya dan menghubunginya suatu hari nanti akan diperlukan. Aku tak akan menghubungi om Bram dalam waktu dekat karena tak ingin membuat ibu curiga padaku.
Saat Astro meminta pak Deri untuk mencarikan orang yang bisa kami sewa untuk mengurus makam, sebetulnya aku sudah menyadari kekhawatiran ibu. Aku bisa menebak ibu mengetahui apa yang berusaha kuketahui.
Aku menoleh untuk menatap Astro, "Kamu pernah bilang lagi nyari buku bisnis kan? Nanti aku coba tanya ke om Bram, mungkin om Bram punya."
Astro hanya mengangguk, tapi tak mengatakan apapun. Lalu mengambil cangkir teh dan meminumnya.
Aku tak yakin apakah Astro mengetahui tentang om Bram. Kurasa aku akan bertanya padanya saat ayah dan ibu sudah pergi nanti.
"Gimana sama niat Faza yang mau bikin tempat rekreasi edukasi di tempat budidaya mutiara?" ayah bertanya.
"Faza belum mutusin soalnya masih nunggu kabar dari opa, tapi besok pagi Faza bisa nanya pas nelpon oma."
"Faza ga lagi ngehindarin opa kan?"
Bagaimana ayah bisa tahu tentang itu?
"Ga kok, Yah. Buat apa Faza ngehindarin opa?"
Ayah menatap ibu dan mengangkat bahunya. Sepertinya niatku benar-benar mudah ditebak.
=======
Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-
Kalian bisa add akun FB ku : iamno
Atau follow akun IG @nouveliezte
Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..
Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..
Regards,
-nou-