Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Sedih



Sedih

0Astro berkata dia sudah memberi tahu pak Ilham (penjaga makam keluargaku), apa saja yang perlu dia ketahui dan apa saja yang harus dia lakukan. Termasuk langsung menghubungiku jika ada sesuatu yang terlihat mencurigakan atau ada orang yang datang berkunjung. Siapapun dia.     

Namun entah kenapa hatiku masih terasa gelisah. Bayangan bunda masih hidup membuat sesuatu di dasar perutku menggeliat tak nyaman, terlebih jika benar opa yang menyembunyikan bunda dariku selama ini. Opa tak mungkin menyembunyikan bunda dari oma, bukan?     

Aku menoleh ke arah Astro dan merapatkan kursiku sambil memeluk lengannya. Entah kenapa jariku bergetar.     

Astro mengamit tanganku dan menggenggamnya, "Dingin?"     

Aku menggeleng, "Aku ga tau kenapa."     

"Sini." ujarnya sambil memberi isyarat untukku duduk di pangkuannya.     

Aku menatapnya ragu-ragu. Aku sungguh tak ingin mengganggunya bekerja. Pekerjaannya sudah menumpuk dan harus segera diselesaikan, maka aku menggeleng.     

"Aku mau peluk sebentar aja. Aku ga mau ganggu kamu kerja. Kerjaanku juga banyak." ujarku sambil membenamkan wajahku di lengannya.     

Astro mengelus rambutku dan mengecup puncak kepalaku, "Kamu lebih penting, kamu tau?"     

Aku tahu dia selalu menganggapku seperti itu. Aku hanya tak ingin menyita waktunya lagi.     

"I'm okay." ujarku sambil mengecup lengannya, lalu melepas pelukanku.     

Astro menatapku dengan bimbang walau membiarkanku kembali berkutat dengan laptopku, "Mau selimut?"     

"Ga perlu, ga dingin kok. Tanganku udah ga pa-pa."     

Sebetulnya jariku masih bergetar. Aku hanya berusaha menyembunyikannya dengan mengusapkan kedua telapak tanganku.     

Aku mengalihkan tatapanku kembali ke laptop. Aku baru selesai memilih semua detail desain untuk meubel Donny. Masih ada email laporan dari pak Bruce dan Putri yang belum kubuka.      

Aku sudah menyelesaikan semua laporan dari pak Simon sebelum melanjutkan pekerjaanku bersama Zen. Aku baru saja membuka email laporan dari Putri saat mengingat aku belum memberitahunya bahwa dia bisa mulai bersiap untuk berangkat ke sini.      

Aku melirik jam di sudut layar laptop, pukul 21.23. Belum terlalu larut, biasanya Putri masih belum tidur. Aku meraih handphone di meja dan mengetikkan pesan untuk Putri. Tebakanku tepat sekali. Dia masih online di aplikasi pesannya.     

Aku : Jumat atau Sabtu ini kamu bisa berangkat ke sini ya     

Putri : Siap, Nyonya     

Aku : Jangan panggil aku begitu     

Putri : (mengirimkan stiker tertawa)     

Putri : Baik, Nona. Aku ke alamat yang kamu kirim waktu itu kan?     

Aku : Iya, ke alamat itu dulu. Nanti aku anter ke tempat kost. Aku ga mau kamu nyasar di kota orang     

Putri : Okay. Berarti aku bisa mulai kasih kerjaanku ke Sari ya?     

Aku : Boleh. Mulai besok dia yang kirim email laporan ke aku. Kamu mau ke sini jumat atau sabtu?     

Putri : Sabtu gimana? Ada orderan custom snow ball 35 pcs dari Kanada yang nanggung banget. Aku ga mau kasih ke orang lain buat nyelesaiin. Ini orderan terakhir sebelum aku pindah     

Aku : Okay. Nanti kabarin kalau kamu berangkat     

Putri : Siap, Nona     

Putri : Oh iya, kemarin Zen dateng beli buket bunga lavender artifisial. Aku tanya dia beli buat siapa. Katanya buat temen mamanya     

Mungkin kah Zen membeli lavender di toko bunga saat itu juga untuk teman mamanya? Namun ini terasa aneh. Seberapa spesial teman mamanya hingga dihadiahi buket bunga lavender? Atau aku hanya sedang berpikir berlebihan?     

Aku menatap layar handphone dengan gamang. Aku membuka pesanku dengan Zen dan mendapatinya masih online. Haruskah aku bertanya? Namun aku akan terlihat sangat ingin tahu. Kurasa lebih baik aku membatalkannya.     

Aku meletakkan handphone dan kembali mengecek email laporan dari Putri, lalu mengecek laporan dari pak Bruce. Entah bagaimana tiba-tiba aku mengingat opa. Kepalaku mulai berdenyut mengganggu.     

Aku menoleh untuk menatap Astro. Dia masih berkutat dengan deadline kampusnya dan terlihat sangat serius. Kurasa aku tak akan mengganggunya. Aku baru saja akan beranjak saat Astro menahan lenganku.     

"Mau ke mana?"     

"Mau bikin teh sebentar. Nanti aku ke sini lagi, kerjaanku juga belum selesai."     

"Kerjaan sama Zen udah selesai kan?"     

Aku tersenyum manis sembil berdiri dan mengecup bibirnya, "Udah, Tuan. Aku lagi ngecek laporan dari pak Bruce."     

Astro memelukku dan mengecup perutku, "Baik-baik di perut ya semua bayi Ayah. Cepet balik ke sini, jangan lama-lama di dapur."     

"Apa sih?" aku bertanya setengah tertawa, tapi aku mengelus rambutnya.     

Astro memberiku senyum menggodanya yang biasa, "Udah ga sedih lagi kan?"     

Aku mencubit pipinya dengan gemas, "Siapa yang sedih?"     

"Kamu. Muka kamu manyun terus dari tadi."     

"Aku ga sedih. Aku cuma lagi mikirin macem-macem."     

"Kamu selalu bisa bagi apapun pikiran kamu ke aku, kamu tau?"     

"Nanti aku kasih tau kalau kerjaan kamu udah selesai. Aku bikin teh dulu ya."     

Astro terlihat tak rela, tapi mengangguk dan melepas pelukannya. Aku mengecup dahinya sebelum keluar dari studio mini.     

"Jangan ditutup." ujarnya saat aku akan menutup pintu. Aku hanya mengangguk dan berlalu, membiarkan pintu terbuka seperti keinginannya.     

Aku menuruni tangga dengan cepat dan merebus air untuk membuat seteko teh. Aku sedang mengedarkan pandanganku ke sekeliling yang terasa sepi saat aku menyadari ada kamera terpasang di rumah ini.     

Aku segera menyelesaikan tehku dan menuangnya di teko. Lalu meletakkan dua cangkir dan setoples keripik di nampan sebelum membawanya ke studio mini. Aku baru saja akan masuk saat mendengar Astro bicara.     

"Iya, Bu. Astro lebih hati-hati nanti. Ibu masih di Surabaya?"     

Aah dia sedang berbincang dengan ibunya....     

Aku melangkahkan kakiku masuk dan meletakkan nampan di meja, lalu menuang teh ke cangkir. Astro mengecup lenganku saat aku meletakkan cangkir di samping laptopnya, lalu mengaktifkan speaker handphone dan meletakkannya di meja sebelum memeluk pinggangku.     

"Ibu pulang hari senin. Nanti Ibu mampir ke sana dulu hari minggu. Mau nitip susu kuda?" ibu bertanya.     

"Susu kuda?" aku bertanya tanpa suara.     

Astro tertawa, "Ga usah, Bu. Nanti ada yang kewalahan nemenin aku."     

Aku menepuk bahunya karena sepertinya aku mengerti apa maksud ucapannya, tapi dia justru tertawa puas sekali.     

"Heii susu kuda bagus buat Faza. Bikin kulitnya tambah cantik, bagus juga buat jaga berat badan. Nanti Ibu bawain ya."     

"Ga usah, Bu. Astro pengen Faza gemuk. Ibu ke sini aja ga usah bawa apa-apa."     

"Ih bawel deh anak ini. Perempuan mana mau gemuk sih? Nanti Ibu bawain pokoknya. Udah ya, Ibu dipanggil Ayah. Jangan ganggu Ibu sampai hari minggu."     

"Iya, Bu. Safe flight."     

"Iya. Jagain menantu Ibu baik-baik. Awas kamu kalau bikin menantu Ibu sedih."     

"Iya, Ibu Cantik. Astro tutup ya, menantu Ibu butuh asupan cinta." ujar Astro yang segera mematikan sambungan teleponnya bahkan sebelum ibunya menyanggupi. "Kerjaanku udah selesai."     

Aku tahu dia sedang menagih ucapanku untuk membaginya apa yang ada di dalam pikiranku. Aku menghela napas, "Aku mikir kalau opa sembunyiin bunda dariku, apa oma tau? Atau opa juga sembunyiin bunda dari oma juga?"     

"Aku bisa coba bobol sistem keamanan CCTV di rumah opa kalau kamu mau."     

Aku terkejut mendengarnya, "Aku ... kamu pasti ketauan. Opa bukan orang sembarangan, kamu tau?"     

"Tapi Axe juga bukan orang sembarangan. Axe selevel sama Kyle soal hacking, bedanya dia cuma nyembunyiin diri. Opa sama oma ga tau apa-apa soal kemampuan Axe. Axe ga akan gampang ditemuin."     

Aku menatapnya tak percaya. Aku ingin mencoba, tapi saat aku memikirkan akibatnya kurasa akan lebih baik jika aku menghindari masalah. Terutama masalah dengan opa.     

"Ga perlu. Aku bisa cari cara lain dulu."     

Astro menatapku dalam diam, tapi dia mengangguk tanda setuju.     

"Sebenernya aku sempet liat Zen beli bunga lavender beberapa bulan lalu. Tadi juga Putri bilang Zen ke toko minta dibikinin buket bunga lavender artifisial. Aku curiga, tapi ... bisa kalau kita mata-matain Zen? Pakai orang dari kakek dan pastiin opa ga tau."     

"Kamu curiga bunda kamu sama Zen selama ini?"     

Aku menatapnya dengan frustasi, "Aku ga tau. Aku cuma ... kayaknya lebih baik ada orang yang ngikutin Zen."     

Aku mengatakannya dengan jujur. Aku tahu aku mungkin hanya berpikir berlebihan. Kalau pun bundaku selama ini bersama Zen, bagaimana mungkin? Opa dan Zen baru bertemu saat aku mengenalkan keduanya sepulangnya kami dari Dino Park.     

Aah sepertinya aku mulai gila sekarang....     

=======     

Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : iamno     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.