Remember
Remember
"Sorry." ujarnya lirih sambil mengecup bekas cumbuannya sebelum merayap naik untuk mengecup bibirku.
"Aku tau kamu banyak pikiran, tapi jangan begini. Sakit."
Astro menatapku dengan nanar, "I'm really sorry, Honey. Harusnya kamu yang lebih kepikiran soal ini."
Aku mengelus rambutnya perlahan, "Kita cuma harus lebih hati-hati."
Astro mendekap tubuhku lebih erat dan merapatkan selimut di tubuh kami sebelum membenamkan kepalanya di dadaku, "Nanti aku kasih kamu akses buat cek CCTV. Kamu punya lebih banyak waktu buat merhatiin gelagat orang lain di rumah ini sama workshop kamu."
"Okay. Sementara jangan nanya-nanya soal opa atau bunda ke siapa pun. Kita liat perkembangan dulu. Aku ga mau salah langkah. Kyle mungkin aja tau sesuatu."
Astro hanya mengangguk, tapi tak mengatakan apapun. Aku sudah hafal kebiasaannya saat memiliki banyak pikiran atau sedang terlalu cemburu, juga terlalu bersemangat. Dia pasti akan mengajakku bercinta saat itu juga dan iramanya selalu berbeda. Sekarang, dia jelas sekali sedang memiliki banyak pikiran di kepalanya.
Napasku masih memburu walau sesi bercinta kami sudah selesai sejak sepuluh menit yang lalu. Namun Astro terus merayapi tubuhku dan membuatku hampir saja memintanya untuk melakukannya lagi.
Ayah memberitahu kami bahwa opa memang menempati rumah itu sejak dulu, walau rumah itu adalah rumah persembunyian. Mereka tinggal di rumah itu sejak opa menolak Abidzar Pranoto yang sedang mengincar bunda. Opa hanya ingin keluarganya aman dan tak ingin ada insiden apapun terjadi antara keluarganya dengan keluarga Pranoto.
Ayah mengetahui rumah itu karena ayah adalah anak kakek Arya. Sedangkan ibu mengetahuinya karena ibu adalah sahabat bunda, tapi aku tak mengingat apapun tentang pindah rumah di diary bunda. Sepertinya aku akan mulai membacanya lagi untuk meneliti apapun yang mungkin akan menjadi petunjuk.
Aku tahu tak ada kebetulan yang terjadi di dunia ini. Entah takdir atau apapun sebutannya, tapi semuanya seperti memiliki hubungan dan jelas hubungan yang tak bisa diremehkan. Yang membuatku terkejut justru adalah ketidaktahuan Astro tentang rumah itu adalah rumah persembunyian. Mungkin karena dia sudah terbiasa ke rumah itu bahkan sebelum bertemu denganku.
Ada rentang waktu yang lama sejak opa pindah ke sana hingga Astro diajak oleh ayahnya untuk berkunjung. Aku pun tak mengetahui tentang hal itu karena sebelum kecelakaan itu terjadi, aku memang hanya berkunjung beberapa kali setahun.
"I try to remember everything, but I can't find any clue (Aku coba nginget-inget semuanya, tapi aku ga dapet apa-apa)." ujar Astro tiba-tiba.
Aku masih terus mengelus rambutnya, "Mereka udah tinggal di sana sebelum kita lahir."
Astro mendongkak, "Aku tau, tapi harusnya aku nyadar kalau ada hal-hal yang aneh."
Aku menatapnya dalam diam selama beberapa lama sebelum bicara, "What are you trying to remember (Apa yang kamu coba inget)?"
Astro menatapku dengan gamang, "Kamu yakin ga mau aku hack CCTV rumah opa?"
"Jangan macem-macem, Astro. Aku ga mau opa curiga sama kita."
"Tapi kita bisa dapet banyak informasi. Termasuk apa aja yang opa sama Zen obrolin selama ini."
Aku tahu dia benar. Aku meraih handphoneku di meja di samping tempat tidur. Aku hampir saja mengetikkan pesan untuk ibu saat aku merasa mungkin ibu akan lebih leluasa memberikan informasi melalui nomor handphone Astro.
Aku meletakkan handphoneku kembali dan meraih handphone Astro. Dia sudah mengganti keamanan handphonenya dengan password hingga aku bisa mengakses handphonenya sesukaku. Coba tebak apa passwordnya?
Dia menggunakan sandi polialfabet yang menggunakan calon nama anak kami, walau aku masih tak tahu siapa nama calon anak kami nanti. Astro sengaja merahasiakannya dan justru memintaku menebak.
Astro merayap naik sambil mengecup setiap bagian tubuhku yang dia lewati, membuat bulu halusku meremang kembali. Lalu merebahkan tubuhnya di sebelahku sebelum meletakkan kepalaku di lengannya dan memelukku erat.
Aku : Maaf Astro ganggu lagi. Ibu tau bundanya Faza pernah pengen pergi ke Bonaire?
Sebetulnya aku tak mengharapkan ibu langsung membalas pesanku karena ibu sedang offline. Namun ternyata balasan dari ibu datang dengan cepat.
Ibu : Kamu tau dari mana?
Aku : Faza bilang ada di buku diary bundanya
Ibu : Ana emang pernah bilang pengen nikah di Bonaire dan tinggal di sana. Nanti Ibu cerita kalau Ibu ke rumah, jangan sekarang. Ini udah malem banget. Kamu kenapa belum tidur?
"Abis making love empat kali." bisik Astro yang membuatku menoleh padanya dan memberinya tatapan sebal, tapi dia justru memberiku senyum menggodanya yang biasa.
Ke mana perginya rasa frustasinya yang tadi dia lampiaskan padaku? Laki-laki ini benar-benar menyebalkan.
Aku : Astro masih kerja, Bu. Astro nanya mumpung inget
Ibu : Nanti Ibu ceritain kalau Ibu ke sana. Istirahat sana. Lanjutin kerjanya nanti tengah malem lagi
Ibu : Jangan making love terus. Faza juga harus istirahat. Kerjaannya kan juga banyak
Kurasa aku tak dapat menyembunyikan senyum di bibirku. Aku mendongkak untuk menatap Astro dan mengecup bibirnya.
"Kamu harus nurut sama ibu, kamu tau?"
Astro menatapku sebal, "Kamu harus nurut sama suami, kamu tau?"
Sial ... dia benar. Aku mengalihkan tatapanku kembali ke layar handphone Astro tanpa menjawabnya. Aku tak memiliki sanggahan apapun untuk mendebatnya saat ini.
Ibu : Kalian pakai kondom kan? Jangan lupa cek jadwal masa subur kalau belum mau punya anak sekarang
Aku : Iya, Bu
"Lebih enak ga pakai." ujar Astro yang membuatku mencubit pipinya tanpa menoleh. "Iya kan? Aku tau kok kamu juga lebih suka kalau aku ga pakai kondom."
"Ga usah dibahas." ujarku sambil terus mencubit pipinya.
Walau dia benar. Kami memang berkali-kali bercinta tanpa menggunakan kondom di tanggal tertentu sesuai dengan jadwal masa suburku, tapi aku benar-benar sedang tak ingin membahasnya sekarang.
Ibu : Kalian ga mau coba ke rumah Faza di Bogor? Kalau kalian mau cari tau tentang Ana, kalian bisa dapet banyak informasi di sana. Itu pun kalau belum di geledah sama opa
Aku menatap pesan ibu dalam diam dengan jantung yang mulai berdetak kencang. Aku tahu ibu benar. Aku tak pernah mengunjungi rumah itu lagi sejak aku pindah untuk tinggal bersama opa.
"Kita bisa ke sana libur semester ini kalau kamu mau. Sebelum ke Jepang. Katanya kamu mau nengokin nenek Agnes?" Astro bertanya.
Aku mendongkak untuk menatapnya, "Beneran?"
Astro mengecup dahiku, "Opa ga akan protes karena ada aku yang nemenin kamu. Lagian bukannya opa bilang opa ga akan ikut campur apapun keputusan kita?"
Aku mengangguk. Opa memang pernah mengatakannya. Namun bukankah itu berarti aku bebas melakukan apapun yang kuinginkan sekarang? Aku hanya perlu memastikan Astro menyetujui ideku, bukan?
Aku meletakkan handphone Astro di meja sebelum menggeser tubuhku dan menindih dadanya. Aku menatapnya dalam diam selama beberapa lama sebelum bicara.
"Kamu percaya sama aku?" aku bertanya sambil mengelus rambut di dahinya.
Astro hanya menggumam mengiyakan.
"Aku butuh ngobrol sama Gerard."
Astro menatapku tak percaya, "Buat apa?"
"Aku butuh tau sesuatu."
=======
Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-
Kalian bisa add akun FB ku : iamno
Atau follow akun IG @nouveliezte
Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..
Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..
Regards,
-nou-