Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Test Pack



Test Pack

1Aku sedang menyesap jahe hangat buatan Astro di dapur karena aku tak ingin ditinggal seorang diri di kamar. Sekarang masih pagi buta, pukul 04.06.     

Aku memakai celana panjang dan kaos, juga sebuah jaket untuk memastikan tubuhku tetap hangat. Astro yang memaksaku memakainya karena mengira aku sedang sakit. Aku tak bisa menyalahkannya karena dia melihatku muntah di wastafel beberapa saat lalu.     

"Abis ini kamu harus tidur lagi." ujarnya sambil terus memijat tengkuk dan bahuku.     

Aku hanya menggumam mengiyakan. Aku tak tahu bagaimana harus menanggapinya.     

"Mau refleksi? Kalau mau nanti aku cari tempat refleksi yang bagus."     

"Boleh."     

Mungkin beberapa waktu belakangan ini tubuhku terlalu lelah. Aku harus mengakui, jam tidur kami memang berantakan karena Astro sering mangajakku bercinta di waktu yang tak terduga. Mungkin juga aku terlalu memikirkan kasus Zenatta dan bisnis yang baru akan kurambah.     

Aku meletakkan cangkir setelah isinya habis dan mengelus tangannya yang sedang memijat bahuku, "Thank you."     

Astro memelukku erat dan mengecup puncak kepalaku, "Udah?"     

Aku hanya mengangguk.     

Astro mengecup dahiku dan sebelum mengangkat tubuhku, membuatku memeluk bahunya tiba-tiba. Dia mengecup bibirku sebelum melangkahkan kaki.     

"Aku bisa jalan sendiri."     

Astro hanya tersenyum tipis dan tak mengatakan apapun.     

Kenapa tiba-tiba aku mengingat mimpiku? Dio atau Gerard, menggendongku di punggungnya setelah aku terjatuh. Sedangkan Astro menggendongku dengan kedua tangannya di depan tubuhnya, seolah kami adalah pengantin yang baru saja menikah.     

Apa yang baru saja kupikirkan? Kami memang masih pengantin baru.     

Aku mengelus wajahnya sambil mengecup pelipisnya, "Maaf bikin kamu khawatir."     

"It's okay. Aku kuat kok gendong kamu ke mana-mana."     

Aku hampir saja mendebatnya karena bukan itu maksud ucapanku yang sesungguhnya, tapi aku membatalkannya.     

"Di mana kamu taruh test pack yang jadi hadiah pernikahan kita?" tiba-tiba saja Astro bertanya.     

"Di laci meja rias. Kenapa?"     

Astro menatapku dalam diam, tqpi dia terlihat ragu-ragu. Entah apakah dugaanku benar, tapi ...     

"Kamu mikir aku hamil?" aku bertanya.     

"Aku ga tau, tapi ga ada salahnya kamu coba pakai test pack."     

Aku menatapnya tak percaya, "Kamu ... serius?"     

"Ga ada salahnya dicoba, Honey."     

Aku tahu dia benar. Aku hanya ...     

"Ga mungkin. Kita udah hati-hati. Kita pakai kondom walau awalnya kamu ga mau."     

"Tapi kita pernah berkali-kali making love ga pakai kondom."     

Aku menutup mulut untuk menahan apapun yang akan keluar dari sana saat Astro menurunkanku di tempat tidur. Dia berjalan menjauh ke arah meja rias dan mencari test pack di salah satu lacinya. Dia menatap test pack dItangannya dengan gamang selama beberapa lama sebelum berjalan kembali ke arahku, lalu duduk di sebelahku dan menyodorkan test pack di tangannya.     

"Ga mungkin, Astro." ujarku. Kurasa hanya itu yang mampu kukatakan dari sekian banyak hal yang berputar di kepalaku.     

"Mungkin, Honey."     

"Ga! Kita selama ini udah hati-hati. Gimana sama aku kalau aku beneran hamil?"     

Astro meraih wajahku dengan kedua tangannya, "Aku akan tanggung jawab, aku suami kamu. Kita akan rawat bayi kita baik-baik."     

Aku menatapnya frustasi, "Aku masih delapan belaa tahun!"     

"Dan aku masih sembilan belas tahun." ujarnya dengan mantap.     

"Tapi kuliahku aja baru akan mulai semester depan. Aku masih harus kuliah empat tahun."     

"Dan aku masih harus kuliah lima tahun paling cepet kalau aku mau ambil S3."     

Aku menatapnya tak percaya, "Ada bisnis baru yang harus aku urusin, Astro. Dan ..."     

"Dan aku juga handle resort. Aku punya perusahaan game yang baru rilis. Aku lagi ngurusin robot ekspedisi bawah laut. Aku juga mau ikut kompetisi robot akhir tahun ini, tapi aku yakin kita bisa ngurusin bayi kalau emang kamu hamil. Aku ga akan minta kamu gugurin kandungan apapun alasannya." ujarnya untuk memotong kalimatku.     

Aku menatapnya dalam diam. Dia seharusnya mengerti maksud ucapanku walau aku tahu dia benar.     

Aku menghela napas perlahan, "I'm not ready for this (Aku belum siap)."     

Astro mendekap kepalaku di dadanya dan mengecup dahiku lama sekali, "Kita harus siap kalau kamu beneran hamil. Kita pasti bisa."     

Entah bagaimana ada bulir air mengalir ke pipiku. Dadaku terasa sesak dan napasku terasa berat. Semua perempuan pasti bahagia andai dia hamil, bukan? Kenapa aku justru merasa terbebani?     

Tiba-tiba terbayang wajah bunda saat tahu sedang hamil calon bayi Danar. Wajah bunda terlihat begitu berseri-seri. Kurasa aku sedang merasa malu. Aku tak akan bisa menatap bunda andai bunda tahu bagaimana aku menanggapi situasi ini. Bunda pasti akan merasa sangat kecewa.     

Astro mengelus rambutku dengan lembut, "Try it, Honey. Aku akan lakuin apapun yang dibutuhin kalau emang kamu hamil."     

"Tapi kita masih muda banget." ujarku lirih.     

"Nenekku dulu hamil di umur yang sama kayak kamu."     

Aku memukul bahunya tanpa tenaga, "Itu kan dulu. Aku masih mau kuliah. Kerjaanku banyak. Aku juga masih mau ngerjain banyak hal."     

"Resiko kamu dong mau diajak nikah muda."     

Aku mendongkak untuk memberinya tatapan sebal, tapi yang sanggup kulakukan hanya menangis.     

"Kamu jahat." ujarku sambil mengelap air mata yang mengalir di pipiku.     

"Mana mungkin aku jahat sama kamu? Aku kan suami kamu. Aku pasti tanggung jawab kalau kamu beneran hamil. Kita bisa jaga bayi kita sama-sama. Aku ga akan biarin kamu repot sendirian."     

"Tapi kerjaan kamu banyak. Mana sempet kamu bantu aku?"     

Astro menyentil dahiku, "Mikir apa sih kamu? Aku akan cari cara. Aku ga akan biarin kamu ngurus bayi sendirian, itu kan bayiku juga."     

Aku menjatuhkan test pack dari tanganku dan menutup wajah dengan kedua telapak tanganku. Apa yang harus kulakukan sekarang?     

"Cobain dulu test packnya." ujarnya sambil mengamit kedua tanganku dan mengecupnya. "Biar kita bisa nentuin sikap harus gimana. Bahaya kalau kamu hamil tanpa ketauan."     

Aku tahu dia benar, tapi ...     

"Aku akan tanggung jawab kalau kamu beneran hamil. Lagian oma pasti seneng banget. Oma kan pernah bilang oma mau bantu jaga bayi." ujarnya dengan senyum tipis yang terlihat teduh.     

"Seriously?"     

"Aku serius." ujarnya sambil mengecup bibirku, lalu menaruh test pack ke tanganku dan mengangkat tubuhku menuju kamar mandi. Setiap langkahnya membuat jantungku berdegup semakin kencang.     

Bagaimana ini? Haruskah aku mencobanya?     

Astro mendudukkanku di samping wastafel dan menatapku lekat, "Perlu aku temenin?"     

Aku menatapnya dengan frustasi. Aku ingin dia menemaniku, tapi bagaimana mungkin aku membiarkannya melihatku buang air kecil?     

"Aku udah liat semuanya. Ga masalah buatku liat kamu pipis." ujarnya dengan seyum menggodanya yang biasa.     

Aku memukul bahunya dengan segala tenaga yang tersisa, "Keluar."     

"Yakin?" dia bertanya dengan tatapan menyelidik, tapi senyumnya yang menyebalkan masih terkembang di bibirnya.     

"Ke luar, Astro!"     

"Fine." ujarnya sambil beranjak ke luar. "Aku ada di depan pintu. Panggil aku kalau kamu butuh bantuan."     

Aku menatapnya dengan nelangsa, tapi membiarkannya menutup pintu. Bagaimana ini?     

=======     

Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : iamno     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.