Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Ngidam



Ngidam

1"Gimana perjanjiannya tadi?" Ayah bertanya sambil menatapku dan Astro bergantian.     

"Sejauh ini lancar, tapi tadi ada kakek sama Zen." ujar Astro.     

Ayah dan Ibu terlihat terkejut. Mereka saling pandang tanpa mengatakan apapun. Sepertinya mereka baru mengetahui hal ini.     

"Kakek jadi saksi perjanjian Faza sama Donny. Kalau Zen ... mungkin Opa mau bantu dia."     

Kami sama sekali tak membicarakan tentang perjanjian selama perjalanan dari rumah Opa ke rumahnya. Namun sekarang aku tahu kami memiliki kesimpulan yang sama.     

"Opa pernah bilang udah nganggep Zen cucunya, jadi Faza bisa ngerti. Mereka masih main catur bareng tiap minggu." ujarku. Entah apakah informasi ini bisa membantu. Aku hanya merasa perlu mengatakannya.     

Ibu terlihat berpikir sebelum bicara, "Faza pernah denger obrolan opa sama Zen soal sesuatu yang agak aneh?"     

Aku menatap Ibu dalam diam dan berpikir. Aku berusaha mengingat setiap percakapan yang kudengar di sela sesi Opa dan Zen bermain catur. Namun aku tak mengingat apapun yang terasa ganjal, maka aku menggeleng, "Kayaknya ga ada, Bu. Kenapa?"     

Ibu terdiam sebelum bicara, "Opa ga akan lakuin sesuatu tanpa alasan, Faza tau kan?"     

Aku mengangguk. Apa hubungannya dengan Zen? Kupikir Opa hanya senang bermain catur dengannya.     

Ibu menatap Ayah sebelum kembali menatapku, "Dulu ... opa pernah minta Ibu ke Bogor ngajak Astro, tapi Ibu ga pernah berangkat."     

Aku sudah mendengar cerita ini dari Astro beberapa hari lalu. Aku memang merasa ganjal dengan permintaan Opa, tapi tak mengutarakannya pada Astro.     

"Ibu dulu sempet mikir kalau opa sengaja minta Ibu ke sana buat bikin Ana pulang. Faza tau kan Astro gampang banget bergaul sama semua orang? Ibu pikir opa sengaja minta Ibu bawa Astro buat yakinin Ana kalau Faza, Fara sama Danar akan baik-baik aja sekolah di sekolah biasa."     

Aku baru saja merasa aku bodoh sekali. Aku membutuhkan waktu lama untuk mencerna setiap kalimat yang diucapkan Ibu hingga memberanikan diri untuk bertanya untuk memastikan dugaanku, "Maksudnya Opa keberatan kita sekolah pakai sistem homeschooling?"     

"Kurang lebihnya begitu."     

Aku terdiam. Aku ingat dengan jelas bagaimana reaksi Opa saat aku memilih untuk melanjutkan sekolah dengan sistem homeschooling setwlah pindah ke sini bertahun lalu. Aku tahu Opa tidak menyukai ideku. Aku bahkan menduga Opa setuju karena Oma berpendapat aku boleh melakukannya.     

Astro mengamit tanganku dan mengelus jariku perlahan. Aku tahu dia sedang berusaha menenangkanku, maka aku membalas elusan jarinya dengan mengelusnya kembali. Kuharap dia tahu aku baik-baik saja.     

"Ibu ga pernah berangkat karena menurut Ibu mau gimana pun sistem yang Ana pilih, Ana pasti tau yang terbaik buat kalian."     

"Menurut Ibu, Opa punya sesuatu yang Opa sembunyiin dari Faza? Maksud Faza ... yang ada hubungannya sama Zen?"     

"Mungkin."     

Aku berpikir lebih lama dan berusaha mengingat semua hal yang bisa kuingat. Namun tak ada satu pun.     

Tunggu sebentar ....     

"Oma pernah bilang Opa suka sama Zen karena Zen mirip Opa. Mm, bukannya Opa ga suka sama Astro, tapi Oma bilang Astro lebih mirip Kakek." ujarku. Entah kenapa mereka semua saling pandang dan sepertinya aku baru saja mendapat firasat buruk. "Kenapa?"     

"Ayah setuju Astro lebih mirip Kakek karena Ayah juga ngerasa Astro emang ga ada mirip-miripnya sama Ayah, tapi kalau soal Zen lebih mirip sama opa ... Ayah ragu." ujar Ayah.     

"Menurut Faza, Zen mirip sama opa?" ibu bertanya.     

Aku memang memperhatikan perilaku Zen berkali-kali. Aku pun kurang yakin dengan pendapat Opa bahwa Zen mirip dengannya, "Faza ga yakin."     

"Ada yang lain yang pernah Faza denger?"     

Aku menggeleng. Aku benar-benar tak tahu hal lain apa lagi yang terasa mencurigakan.     

"Ya udah. Ga usah dibahas dulu, tapi Ayah saranin Faza mulai sensitif sama pembahasan apapun antara opa sama Zen." ujar Ayah.     

"Kenapa, Yah? Ayah curiga sesuatu?"     

Ayah menatap Ibu dan Astro sebelum menatapku kembali, "Ayah ga berani kasih dugaan. Sementara kita ga usah bahas ini dulu."     

Sepertinya aku tak memiliki pilihan lain lagi, maka aku mengangguk. Aku akan lebih sensitif menanggapi percakapan apapun antara Opa dengan Zen nanti. Mungkin aku akan mendapatkan petunjuk.     

"Ayah sama Ibu kenapa minta kita cepet ke sini?" Astro bertanya sambil terus mengelus jariku.     

"Ayah mau ngajak kalian liat proyek robot ekspedisi bawah laut besok." ujar Ayah.     

"Tapi eksperimen yang terakhir kan gagal, Yah. Baru kemarin Astro koordinasi sama tim buat ubah part yang mungkin jadi masalah."     

"Ga pa-pa. Ayah mau kasih liat Faza kalau suaminya kerja di bagian paling keren di perusahaan Ayah."     

Aku tak mampu menyembunyikan senyum di bibirku. Aku menoleh untuk menatap Astro. Dia sedang memberiku senyum menggodanya yang biasa.     

"Kamu percaya aku kerja di bagian paling keren?" Astro bertanya.     

Aku menaikkan bahu, "Aku ga tau. Kan aku belum liat."     

"Kalian harus istirahat malem ini. Besok bangun jam setengah tiga. Kita harus berangkat jam setengah empat." ujar Ayah.     

Aku menatap Astro yang sedang tersenyum lebar sekali. Entah apakah dia sedang berusaha menggodaku atau bukan. Aku hanya merasa dia sedang menyembunyikan sesuatu, "Ini rahasia kamu yang lain lagi?"     

"Kamu liat aja besok." ujar Astro.     

Aku menatapnya tak percaya. Apakah dia sedang bermain teka-teki denganku? Haruskah aku memaksanya bercerita? Kurasa aku akan menunggu besok saja. Mungkin ini akan menjadi kejutan untukku, atau setidaknya kuharap seperti itu.     

"Faza mau makan apa? Ibu ga masak hari ini. Mbok Lela juga Ibu liburin soalnya ada acara di rumahnya. Malem ini kita delivery aja ya." ujar Ibu.     

"Kenapa ga minta Ray delivery?" Astro bertanya     

Aku mengangguk setuju, "Aku jadi pengen seafood."     

"Faza ga lagi hamil kan?" tiba-tiba saja Ayah bertanya, hingga membuatku mau tak mau menoleh padanya.     

"Ga kok, Yah. Kan udah lama Faza ga makan seafood."     

"Kita baru sekitar dua yang minggu lalu makan seafood, Honey." ujar Astro.     

Entah kenapa tatapan Astro dan Ayah membuat jantungku berdetak kencang. Benarkah? Inikah yang disebut mengidam? Aku benar-benar hamil?     

"Ayah sama anak sama aja. Jangan iseng begitu, ah. Kan kasihan menantu Ibu." ujar Ibu tiba-tiba dengan senyum terkembang di bibirnya.     

Mendengar kalimat yang terlontar dari Ibu membuatku menyadari aku baru saja dikerjai. Aku memukul lengan Astro penuh rasa kesal, tapi dia tertawa puas sekali. Dia benar-benar menyebalkan.     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSI.F di aplikasi W.EBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.     

Banyak cinta buat kalian, readers!     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.