Menemani
Menemani
"Udah, Honey. Besok kita berangkat pagi." ujarku sambil berusaha menjauhkan wajahnya dari tengkukku. Kami sedang saling memeluk bersisian. Bahkan sebetulnya kami sudah menyelesaikan sesi bercinta kami sesaat lalu, tapi dia masih saja merayapi tubuhku.
"Sebentar lagi." ujarnya sambil mengecup tengkukku, membuat bulu halusku meremang.
Aku meremas rambutnya perlahan saat merasakan bibirnya menyapu satu titik sensitifku, "Udah."
Dia hanya menggumam.
"Udah, Honey." ujarku sambil mendorong wajahnya menjauh dengan paksa.
Astro menatapku dengan wajah yang merona merah sekali. Wajahnya selalu seperti ini setelah kami bercinta. Terkadang membuatku merasa gemas, tapi juga membuatku merasa sebal di lain waktu, "Yakin ga mau lagi?"
Aah, laki-laki ini benar-benar ....
Aku melirik jam di dinding, pukul 22.04. Kami harus tidur sekarang, "Cukup. Kita harus istirahat atau besok pasti kena omel Ayah karena bangun kesiangan. Aku kan juga penasaran sama proyek robot ekspedisi bawah laut kamu."
Astro menatapku dengan tatapan menderita, "Yakin?"
"Iya. Aku yakin."
Astro mengendurkan pelukannya dengan enggan. Kemudian merebahkan tubuh di sisiku dan meletakkan kepalaku di lengannya.
"Thank you." ujarku sambil mengecup bibirnya.
Astro hanya menggumam mengiyakan, tapi tangannya masih mengelus punggungku dengan lembut.
Aku menatapnya dalam diam sebelum bicara, "Kamu punya dugaan apa soal hubungan Opa sama Zen?"
"Aku ga berani bilang. Nanti kamu mikir aneh-aneh."
"Aku ga akan mikir aneh. Kasih tau aku."
Astro menghela napas, "Nanti aja aku kasih tau kalau aku punya bukti. Sekarang aku ga bisa kasih tau kamu apa-apa."
Kurasa aku akan menyerah saja. Saat Astro sudah menetapkan pilihannya, aku tak akan mampu mendebatnya. Aku hanya mampu menunggu.
"I'm sorry." ujarnya sambil mengelus pipiku.
Aku mengangguk, "Aku nunggu kamu ngasih tau aja."
Astro menatapku dalam diam. Aku tahu dia masih sering merasa salah tingkah saat meminta maaf padaku. Mungkin karena aku menolak permintaan maafnya setelah kami bertengkar minggu lalu.
"Aku akan tunggu kamu dapet bukti dulu. Aku ga pa-pa kok."
Astro mengangguk. Sepertinya dia sudah bisa menerima keputusanku. Aku mengecup bibirnya, lalu mengecup kedua pipinya dan dahinya. Wajahnya masih merona merah sekali. Sepertinya aku pun sama.
"Kamu simpen surat cinta kamu buatku di mana?" aku bertanya karena tiba-tiba saja mengingatnya.
"Ada di bawah kita sekarang." ujarnya sambil mengecup dahiku.
Aku mendongak untuk menatapnya, "Kamu taruh di bawah kasur?"
Astro hanya menggumam mengiyakan, lalu mempererat pelukannya padaku.
"Aku mau baca sekarang."
Astro menyentil dahiku, "Ngomong apa kamu? Kan kamu yang tadi ngajakin istirahat. Kamu bisa baca semuanya besok abis kita liat proyek robot ekspedisi bawah lautku."
Aku memberinya tatapan sebal, "Tapi aku penasaran."
"Tahan penasaran kamu sampai besok. Aku ga akan kasih liat walau cuma satu. Kamu pasti nagih minta dikasih liat yang lain juga."
Dia benar. Aku hanya memintanya untuk memperlihatkan satu agar bisa memancingnya untuk memperlihatkan surat yang lainnya. Aku mengecup bibirnya dan mencumbunya perlahan, "Gimana kalau aku nemenin kamu making love sekali lagi, tapi kasih liat aku dua surat kamu buatku?"
Astro menatapku tak percaya, "Pinter ngerayu ya kamu sekarang? Tapi rayuan kamu ga mempan. Kita harus tidur, atau besok kita pasti dapet omelan dari ayah."
Dia mengembalikan kata-kata yang kupakai sebagai alasan menolaknya sesaat lalu. Dia benar-benar menyebalkan.
"Ya udah kalau gitu. Kita tidur aja deh." ujarku sambil memeluknya lebih erat dan membenamkan wajah di dadanya yang masih berdetak kencang. Aku memejamkan mata dan berusaha untuk merasa mengantuk walau sebetulnya sama sekali tak merasa mengantuk. Mungkin aku akan tertidur setelah mendengar suara detakan jantungnya. Seperti biasa.
Tubuhnya yang hangat, dengan aroma tubuhnya yang khas setelah kami bercinta. Entah kenapa justru membuat bulu halusku meremang.
Aku sudah menyadari sejak beberapa hari lalu, sepertinya aku mulai tertular sikap nakalnya, atau mungkin aku sudah mulai menjadikannya candu baruku. Yang manapun sepertinya sama saja. Aku memang merasa menjadi lebih sering merasakan hasratku naik saat berdekatan dengannya.
Aku tahu ini adalah hal yang normal bagi sepasang suami istri. Namun logikaku sering menolaknya dan menganggapnya memalukan. Aku mendongak untuk menatapnya. Sepertinya dia sedang berpikir keras. Wajahnya terlihat serius sekali.
"Kamu mikirin apa?" aku bertanya.
Astro mengecup dahiku, "Bukan apa-apa. Ga penting kok."
Aku mencubit pinggangnya hingga dia menggeliat kegelian, "Jawab jujur."
Astro menatapku lama sebelum bicara, "Aku mikir gimana kalau ternyata opa lebih suka Zen dibanding aku. Kalau aja aku ga minta kamu duluan dua tahun lalu, dan kalau emang bener opa lebih suka Zen dibanding aku, mungkin kamu akan dipercayain ke Zen."
Aku memberinya tatapan sebal, "Mikir apa sih kamu? Aku kan milihnya kamu."
"Iya, tapi aku inget waktu malem nginep di rumah opa. Opa sempet nanya ke kamu, kamu mau pilih aku atau Zen buat nemenin kamu."
"Dan aku milihnya kamu. Kalaupun Opa lebih suka sama Zen, aku tetep milih kamu. Aku akan nikah sama kamu. Bukan Zen."
Kami saling menatap dalam diam selama beberapa lama. Aku bisa mengerti kekhawatirannya, tapi aku juga bisa memastikan dia baru saja berpikir berlebihan.
Aku mengelus wajahnya perlahan, "Aku jatuh cinta sama kamu, Astro. Bukan Zen. Aku milih kamu. Bukan dia."
Tatapannya padaku berubah menjadi lebih lembut, "Thank you. Aku bener-bener ga bisa kalau ga sama kamu."
Aku tersenyum manis, "Aku kan lagi sama kamu sekarang. Ga liat ya?"
Astro tersenyum lebar sekali, "Aku liat. Perempuan cantik yang sexy banget. Bikin aku kecanduan tiap hari. Kalau bisa aku mau kurung kamu di kamar seharian biar ga perlu diliat orang lain, tapi aku ga mungkin begitu. Aku ga mau kamu nyesel milih aku."
Aku menatapnya dalam diam dan berusaha mengingat setiap kalimat yang baru saja terlontar dari bibirnya. Kalimat yang membuat jantungku berdetak kencang.
"Aku udah janji sama almarhum ayah buat bikin kamu bahagia semampuku. Aku akan tepatin janjiku."
"Thank you."
"Aku yang seharusnya berterima kasih karena kamu mau nunggu aku. Kamu yang bikin aku punya kekuatan buat ngerjain semua kerjaanku. Aku jadi punya motivasi buat jadi lebih baik. Aku ga mau bikin kamu kecewa udah milih aku."
Dia membuatku terharu. Aku akan membatalkan permintaanku untuk beristirahat. Sepertinya aku masih bisa menemaninya bercinta satu atau dua kali.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSI.F di aplikasi W.EBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.
Banyak cinta buat kalian, readers!
Regards,
-nou-