Pari
Pari
Aku memiliki ide membuat perhiasan eksklusif. Hanya ada satu desain untuk setiap orang. Kecuali ada pesanan khusus untuk membuat satu desain secara massal. Aku ingin desain yang kubuat membuat pemakainya merasa spesial karena desain itu dibuat hanya untuknya.
Aku akan menjualnya di website khusus buatan Axelle juga akan menjualnya di beberapa situs jual beli online berskala global. Aku sudah terbiasa dengan pemasaran jenis ini dan kurasa akan lebih baik untukku memperkenalkan hasil kerajinan perhiasan mutiaraku dari sana.
"Jadi nanti kamu mau buka sesi obrolan sama konsumen buat nentuin desain mana yang mereka mau?" Astro bertanya setelah meneguk coklat panas dan meletakkan cangkirnya di meja.
Aku mengangguk, "Makanya aku butuh fitur chat di website."
Kami sedang duduk di sofa yang mengarah ke jendela apartemen dan baru saja selesai mandi. Astro berkata dia membutuhkan suasana yang lebih tenang selama seminggu ke depan. Aku menyanggupinya karena aku juga membutuhkan waktu untuk mencari tahu tentang seluk beluk perhiasan dan akan memakan banyak waktu untuk membersihkan rumah rahasia jika kami tinggal di sana karena rumah itu besar.
Aku sudah mendapatkan uang modal yang Ibu tawarkan padaku tanpa aku atau Astro memintanya. Astro benar saat berkata aku tak perlu mengkhawatirkan tentang uang modal itu.
"Website craft-ku dulu kamu yang bikin kan? Maksudku kamu ga minta Axelle yang ngerjain kan?"
"Aku yang bikin. Kamu ga percaya sama aku?"
Aku tersenyum manis, "Aku percaya. Aku kan cuma nanya."
Astro menyentil dahiku pelan, "Aku bikinnya bergadang dua minggu, kamu tau?"
Aku tertawa, "Siapa suruh kamu bergadang? Aku kan ga minta kamu buru-buru ngerjain itu."
Astro menatapku dengan tatapan kesal, tapi memindahkan laptop dari pangkuannya ke meja kecil di samping sofa. Kemudian melingkarkan kaki ke sekeliling tubuhku.
Aku baru mengingat sesuatu, "Opa punya andil di proyek robot gurita ekspedisi bawah laut itu?"
Astro terlihat berpikir sebelum bicara, "Kenapa nanya begitu?"
"Aku inget tadi kamu bilang robot itu bisa jadi mata-mata."
"Aku emang nanya opa soal desain kasarnya, tapi eksekusinya aku sama tim yang ngerjain. Tadinya kita mau bikin model ikan pari, tapi ikan pari ga bisa ngambil objek."
"Jadi Opa ga ada sangkut pautnya sama robot itu kan?"
Astro menggeleng, "Tapi mungkin kalau robot itu udah bisa nyelam di kedalaman lebih dari yang sekarang, opa akan kasih dana tambahan. Opa pasti mau punya robot gurita mata-mata."
Sepertinya Astro benar. Aku menghela napas sebelum membenamkan wajah di dadanya dan memeluknya lebih erat. Hangat tubuhnya selalu berhasil menenangkan pikiranku, "Apa yang tadi kamu pikirin waktu kita jalan ke kantor Ayah?"
"Aku mikirin omongannya Santoso."
"Tentang dia beruntung kerja sama Ayah?"
"Bukan, tapi tentang dia bisa bikin robot. Aku tau di negara ini emang cuma sedikit orang yang terbuka sama pemikiran-pemikiran anak muda, tapi aku jadi mikir panjang."
Hening di antara kami hingga membuatku mendongak untuk menatapnya, "Kamu mikir apa?"
"Aku mau bikin website buat jaring orang-orang kayak mereka. Aku mau nampung mereka buat kerja sama aku. Mungkin Kyle juga bisa bantu cari data orang-orangnya."
Entah bagaimana tiba-tiba jantungku berdetak kencang. Aku tak tahu apakah ini firasat baik atau sebaliknya. Aku hanya menyadari andai saja orang-orang seperti Santoso dan teman-temannya bertemu dengan Astro, kurasa mereka akan menciptakan banyak hal yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Bahkan mungkin mereka akan menjadi orang pertama di negara ini yang berani melakukan inovasi tanpa batas.
Mereka mungkin saja melampaui semua kebijakan birokrasi yang terkenal berbelit-belit untuk bisa mendapatkan pengakuan dari semua kalangan. Hasil kerja dengan ide dan passion terbaik yang didukung sebuah instansi yang menyokong, kurasa mereka akan bisa melampaui semua inovasi yang pernah ada di negara ini.
Aku mengecup bibirnya, "I trust you."
"Ga sekarang, Honey. Beberapa tahun ke depan kalau kita udah bisa ngatur semuanya lebih efisien."
Aku tahu dia benar, maka aku mengangguk. Kendala yang kuhadapi dengannya sebetulnya tak jauh berbeda. Kami masih begitu muda hingga banyak orang memandang kami sebelah mata.
Hanya saja Astro jauh lebih beruntung karena dia sudah dikenal banyak kalangan dan dipercaya memiliki jiwa bisnis yang baik. Sedangkan aku, walau aku bisa mengelola semua cabang toko kain Opa, perusahaan gerai kopi peninggalan Ayah, juga sebuah nama kerajinan milikku sendiri, tapi aku memilih untuk merahasiakan semuanya hingga hanya segelintir orang yang mengenalku.
Aku hampir lupa dengan perusahaan senjata api milik Opa, "Opa belum ngasih instruksi buat kita belajar handle perusahaan senjata kan?"
"Mungkin Opa tau kerjaan kita banyak. Lagian semua kerjaannya masih bisa diawasin dari jauh sama opa. Nanti kalau udah waktunya kita pasti dikenalin sama pak Chandra."
"I'm sorry."
"Kenapa minta maaf?"
"Kerjaan kamu jadi nambah lagi."
Astro mengecup bibirku, "Kita kan emang punya banyak kerjaan dari dulu. Harusnya kamu ga kaget kalau kerjaan kita nambah."
Aku tahu dia benar. Aku hanya mengkhawatirkan dirinya yang memiliki begitu banyak hal yang harus diselesaikan. Aku tak ingin dia jatuh sakit atau merasa tak sanggup mengerjakan segalanya.
"Kita akan nemu cara buat selesaiin semuanya. Ga perlu khawatir begitu." ujarnya. Dia selalu saja seperti ini, seolah tahu apa yang sedang kupikirkan. Namun dia selalu menolak jika aku menganggapnya cenayang.
Astro menyusupkan tangannya ke punggungku dan mengelusnya perlahan, hingga membuat buku halusku meremang. Sepertinya aku tahu apa yang akan terjadi jika aku tak menghindari situasi ini.
Aku bangkit berdiri dan meninggalkannya di sofa. Kemudian berjalan menuju meja makan karena aku meninggalkan satu kardus berisi surat cinta darinya yang belum sempat kubaca.
Aku, Astro dan kedua orang tuanya terlalu sibuk membicarakan persiapanku memasuki pasar perhiasan selama satu hari penuh, hingga kami baru pulang sore hari dan langsung bersiap kembali ke Surabaya. Kami bahkan hanya mampir ke rumah Opa selama setengah jam sebelum ke bandara.
Aku mengambil satu surat asal saja dari dalam kardus dan membukanya. Ada tanggal tertera di sana. Surat itu ditulis saat kami masih kelas tujuh.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSI.F di aplikasi W.EBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.
Banyak cinta buat kalian, readers!
Regards,
-nou-