Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Mimpi Basah



Mimpi Basah

0Astro memelukku dari belakang dan mengecup tengkukku. Kemudian berjalan ke arah kulkas dan berkutat di sana. Kurasa aku akan mengabaikannya.     

Ada sekardus penuh berisi surat cinta yang harus kubaca. Aku tahu aku tak mungkin menyelesaikan semuanya sekarang, mungkin aku bisa membaca satu atau dua surat sebelum beranjak tidur, tapi hal itu bukan masalah bagiku. Aku bisa membacanya kapan saja saat aku memiliki waktu karena semua surat itu sudah menjadi milikku.     

Aku mengalihkan tatapan ke satu surat di tanganku dan membukanya, lalu membaca dalam hati.     

...     

"Faza, kamu tau kenapa aku suka antariksa?"     

...     

Astaga, surat cinta macam apa yang membahas tentang antariksa?     

Aku menoleh untuk menatap Astro yang sudah duduk di sisiku. Dia sedang serius menatap layar laptop yang sesaat lalu dia tinggalkan. Aku tahu dia sedang berbincang dengan Axelle sekarang, maka aku tak akan mengganggunya.     

...     

Karena namaku Astro.     

...     

Aku hampir saja meletakkan surat itu dan mengambil yang lain andai saja tak melihat ada sebuah tanda hati di bawah kalimat itu.     

...     

Aku bercanda. Aku (tanda hati) kamu.     

Aku pengen ngajak kamu liat galaksi Milky Way kapan-kapan. Mungkin nanti kalau kita udah nikah, aku mau ngajak kamu ke Pulau Kepa.     

...     

Aku menutup mulut untuk menahan tawa yang hampir keluar, tapi Astro melihatnya dan menatapku tajam.     

"Aku udah bilang kemarin. Jangan ketawa."     

Kalimatnya justru membuatku melepas tawa. Astro menopang dagu dengan tangan sambil menatapku dalam diam. Sepertinya dia menungguku menyelesaikan tawaku lebih dulu.     

"Ehm, sorry."     

"Baca apa kamu?"     

Aku tak mampu menyembunyikan senyum di bibirku, "Kamu bilang mau ngajak aku ke Pulau Kepa buat liat Milky Way kalau kita udah nikah."     

Ada rona merah menyebar di wajahnya. Dia terlihat menggemaskan.     

Bagaimana mungkin dia menulis hal ini saat kami masih kelas tujuh? Dia bahkan sudah berandai-andai jika kami menikah nanti apa yang akan dia lakukan bersamaku.     

Aku akan menggodanya sebentar, "Mikir apa kamu waktu nulis ini?"     

"Erm, itu kayaknya aku tulis abis mimpi basah."     

Aku menatapnya tak percaya, "Kamu bercanda kan?"     

"Kalau aku ga salah inget sih." ujarnya sambil menaikkan bahu.     

"Mimpi basah sam ..."     

"Sama kamu." ujarnya sambil menggigit ujung bibirnya.     

Sepertinya wajahku memerah sekarang. Aku bahkan tak mampu berkata-kata. Aku tahu dia mengalami masa pubertas lebih dulu dibandingkan denganku, tapi aku sama sekali tak menyangka dia mengawalinya dengan bermimpi basah bersamaku.     

Yang benar saja? Seingatku payudaraku bahkan belum terlihat saat itu. Aku bahkan masih menonton kartun anak-anak saat merasa penat belajar.     

"Kita bisa making love dua sesi abis aku selesai ngobrolin website sama Axe. Tunggu aku sebentar ya." ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa.     

Aku baru saja akan mendebatnya, tapi tak mampu menemukan kalimat apapun yang mungkin saja bisa terpikirkan olehku. Aku merasa saat ini aku bodoh sekali. Alih-alih mendebatnya atau menghindarinya aku justru melanjutkan membaca surat cinta darinya.     

Astaga, ada apa denganku?     

...     

Kata ayah, di Pulau Kepa kita bisa liat galaksi Milky Way jelas banget. Kita bisa main di pantai dulu siangnya. Ayah bilang pantainya warna putih, lautnya biru. Nanti kalau kita ke sana kita bisa liat sendiri. Aku mau mulai bisnis dulu biar bisa beli teleskop sendiri, jadi kamu bisa puas liatin angkasa bareng aku. Nanti aku kasih liat ke kamu kalau angkasa tuh cantik banget. Kayak kamu.     

...     

Aku tak mampu menyembunyikan senyum di bibirku. Aku bahkan menutup mulut untuk menahan rasa haru. Betapa dia sudah memikirkan banyak hal sejak dulu dan aku baru menyadari perasaanku padanya dua tahun lalu.     

Dia pasti kesulitan menahan diri dengan baik selama ini. Aku tahu dia memang selalu terlihat baik-baik saja walau sedang memiliki banyak hal yang dia pikirkan. Laki-laki ini benar-benar membuatku jatuh cinta.     

Aku menoleh untuk menatapnya. Dia sedang menatapku kembali dalam diam, dengan tatapan yang tenang dan mantap. Tatapan yang sama seperti saat dia membawaku ke meja di tengah hamparan pasir saat kami akan menikah.     

"I love you."     

Astro tersenyum tipis yang membuatnya terlihat semakin dewasa, "Aku udah bilang kan, aku yang jatuh cinta duluan sama kamu."     

Aku mengelus pipinya, "Thank you karena ga pernah nyerah deketin aku."     

Astro mengamit tanganku dari pipinya dan mengecupnya, "Thank you udah milih aku."     

Aku mengangguk. Aku baru saja akan bertanya bagaimana bisa dia bermimpi basah bersamaku, tapi aku membatalkannya. Aku akan merasa malu sekali bila dia menjelaskan hal itu padaku hingga membuatku bertanya hal lain, "Katanya kamu mau beli teleskop? Ga jadi?"     

"Teleskop di kamar Axelle itu punyaku. Dia minta buat bayaran awal dia kerja sama aku. Tadinya aku mau beli lagi, tapi nanti dulu."     

"Kenapa?"     

"Kamu ga nyadar ya belakangan ini aku jarang main game?"     

Aku baru menyadarinya. Entah sejak kapan dia menjadi begitu sibuk mengerjakan berbagai hal hingga aku tak pernah melihatnya memainkan salah satu game di handphone lagi. Mungkin sejak waktunya banyak dihabiskan untuk bekerja dan mengerjakan deadline sejak dia pindah ke Surabaya.     

"Nanti kalau ada hujan meteor, Axe ngabarin kita buat liat bareng."     

Aku mengangguk. Aku tak memiliki hal lain yang bisa kuutarakan padanya karena aku menyadari ada begitu banyak pengorbanan yang sudah dia lakukan, "Mm, aku pernah bilang mimpi kamu kecelakaan kan?"     

Astro mengangguk.     

"Waktu itu ada Bunda. Bunda yang ngasih tau posisi kamu di mana, trus Bunda bilang ... nanti kita ketemu lagi."     

Tiba-tiba tatapannya berubah sendu, "Ini udah delapan tahun, Honey."     

"Aku tau. Aku cuma ... ngasih tau kamu aja."     

Astro menatapku dalam diam lama sekali. Aku tahu dia sedang menilaiku, juga mengkhawatirkanku. Aku juga tahu membahas mimpi itu saat ini adalah hal yang tak masuk akal.     

Aku hanya masih berharap andai saja benar ...     

"Mau coba minta Kyle buat cari jejak?"     

Entah bagaimana terasa ada sesuatu yang hangat di hatiku. Sebuah harapan baru, tapi ..., "Kalau Kyle bisa nemuin Bunda, bukannya harusnya Opa udah lakuin itu duluan?"     

"Kita bisa coba dulu kalau kamu mau."     

Aku berpikir sebelum bicara, "Tapi gimana kalau Opa tau kita nyari Bunda? Aku ga mau itu jadi beban pikiran Opa lagi."     

"Kita bisa minta Kyle rahasiain. Cuma antara kita sama Kyle. Gimana?"     

"Aku pikirin dulu ya."     

Entah kenapa aku merasa ragu. Aku mendapatkan firasat Kyle tak mungkin merahasiakan hal itu dari Opa walau kami memintanya.     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSI.F di aplikasi W.EBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.     

Banyak cinta buat kalian, readers!     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.