Sakit
Sakit
Aku juga sudah menerima skenario apa saja yang harus kukatakan dan kulakukan saat menjadi saksi persidangan minggu depan. Aku tahu aku sedang merasa takut, mengingat apa yang bisa dilakukan keluarga Zenatta. Namun sepertinya aku memang harus menenangkan pikiran. Aku harus berpikir jernih agar tak gegabah dalam bertindak.
Aku meletakkan laptop di meja kecil di sebelah sofa dan beranjak ke kamar mandi karena sepertinya aku mulai menstruasi. Dugaanku tepat sekali.
Aku sudah berbelanja berbagai kebutuhan selama beberapa hari ke depan karena jumat sore akan berangkat ke Lombok dan kembali ke rumah rahasia setelahnya. Tak ada yang menggangguku selama berbelanja walau ada saja orang-orang yang menatapku ragu-ragu.
Aku mencuci tangan sebelum ke luar dari kamar mandi. Kemudian menghampiri kulkas untuk mengambil dua potong brownies dan segelas susu dingin untuk kubawa ke sofa.
Hari ini cerah berawan. Terlihat cantik dipandang dari ketinggian ini. Terkadang ada sekawanan burung lewat tepat di depan jendela dan mereka sering membuatku tersenyum seorang diri.
Aku baru saja menelan potongan brownies saat mengingat sesuatu. Aku mengambil handphone dan mengecek pesan dari Denada. Dia masih belum membalas pesanku.
Apa yang harus kulakukan? Haruskah aku meminta maaf? Atau haruskah aku membiarkannya berpikir sendiri seperti saran Astro?
Aku menatapi layar handphone dalam diam selama beberapa lama. Aku benar-benar tak tahu harus melakukan apa. Entah apakah ini karena aku sedang menstruasi, tapi perasaan ini menyebalkan sekali.
Aku melirik jam di sudut layar handphone, pukul 14.39. Sebentar lagi Astro pulang dan aku baru menyadari, bagaimana reaksinya nanti jika tahu aku sedang menstruasi?
Aku mencari namanya di deretan pesanku. Bagaimana aku harus mengatakan hal ini padanya? Ini terasa canggung sekali.
Aku : Kamu di mana?
Astro tak membaca pesanku. Mungkin dia masih sibuk. Kenapa tiba-tiba perutku terasa berputar dan meninggalkan sensasi mual?
Aku meletakkan brownies ke meja dan meneguk susu. Mungkin akan lebih baik jika aku beristirahat sebentar, maka aku merebahkan tubuh di sofa. Akan terasa lebih baik jika ada Astro sedang memelukku sekarang. Tubuhnya yang hangat selalu bisa menenangkanku.
Aku meraih handphone dan mengecek pesanku untuknya. Masih belum dibaca.
Aku mencoba memberinya panggilan video call, tapi dia tidak menerimanya. Mungkin dia sedang bertemu salah satu dosen atau berkumpul dengan teman-temannya sebelum pulang.
Aku memejamkan mata. Aku dan Zen sudah menemukan konsep desain untuk mebel keluaran terbaru milik Donny. Kami hanya perlu memperhalus desain dan mengembangkan konsepnya sebelum mengajukannya kembali.
Aah, kenapa ini terasa melelahkan?
Aku menghela napas dan membuka mataku kembali. Tiba-tiba aku mengingat ucapan Astro dua tahun lalu saat dia sedang merasa cemburu pada Zen hingga membuat suasana hatinya kacau.
Dia mengeluhkan betapa pusingnya menjadi perempuan karena sedang merasa sangat labil hingga berpikir bagaimana suasana hatiku saat sedang menstruasi. Saat itu kami konyol sekali.
Terdengar suara pintu terbuka. Aku akan berpura-pura tidur saja, maka aku menutup mata.
Aku bisa mendengar suara langkah kaki yang sempat terhenti, tapi dia melanjutkan langkah semakin dekat dan berhenti tepat di depanku. Dia mengelus puncak kepalaku dan mengecup dahiku. Aku bisa mencium aroma lavender tepat di depanku.
Sial, aku tak mampu menyembunyikan senyum di bibirku.
Astro menyentil dahiku, "Akting kamu jelek."
Aku melepas tawa dan membuka mata, "Sorry, aku cuma lagi iseng."
Astro memberiku senyum menggodanya yang biasa. Dia sedang duduk di lantai sambil menyodorkan buket lavender dan sebuah paper bag. Sepertinya aku tahu apa isi di dalamnya.
"Kamu tau aku udah 'dapet'?
Astro berpura-pura terlihat kesal, "Aku masih bisa manjain kamu sih, tapi jadi ga bis ..."
Aku menutup mulutnya sambil memberinya tatapan tajam, "Jangan bahas itu. Aku ga mau denger."
Tatapannya berubah menjadi sendu. Dia mengecup tanganku, meletakkan kedua lengannya di sofa dan merebahkan kepalanya tepat di sebelah kepalaku. Dia menutup mata saat aku mengelus rambutnya.
"Thank you. Lavendernya bagus."
Astro hanya menggumam mengiyakan. Entah apakah dia sedang menahan diri atau sedang menghindarkan pikirannya dari segala hal yang mungkin saja membuat hasratnya naik, tapi aku menghargai usahanya.
Astro mengamit tanganku dari kepalanya dan menatapnya dengan tatapan menderita, "Kita bisa cari cara. Di mana kamu simpen buku kamasutra dari Denada?"
Seketika jantungku berdetak kencang. Bisa-bisanya dia mengingat buku itu sekarang.
"Aku ga bawa ke sini."
Astro menatapku lekat, hingga membuatku merasa salah tingkah. Mungkin dia sedang meneliti ekspresiku dan menebak apakah aku mengatakannya dengan jujur atau tidak.
"Besok aku ambil." ujarnya pada akhirnya.
Astaga.
Aku menatapnya dalam diam. Sepertinya Oma benar tentang Astro yang pasti membutuhkanku karena dia masih sangat muda. Awalnya hal ini mengganggu logikaku, tapi sepertinya sekarang aku mengerti. Aku mengecup dahinya lama sekali, "Ada di laci lemari."
Aku bisa merasakan suhu wajahnya berubah lebih hangat. Saat aku melepas kecupanku dan menatapnya dalam diam, wajahnya merona merah sekali dan dia tak mengatakan apapun. Dia membuatku merasa gemas.
"Jangan liatin aku begitu. Aku kan malu." ujarnya pelan.
Aah, laki-laki ini benar-benar ....
Aku meletakkan lavender dan paper bag di meja kecil. Kemudian meraih tengkuknya dan memberi isyarat untuk berbaring di sisiku. Dia menurutinya. Aku memeluk kepalanya di dadaku, sementara dia memeluk pinggangku erat.
"Tahan sebentar ya. Cuma seminggu kok." ujarku sambil mengelus rambutnya.
"Coba nanti aku bilang begitu kalau kamu lagi pengen."
Aah, dia membuatku tertawa.
Astro mendongak untuk menatapku, "Aku serius."
"Iya, iya. Aku minta maaf. Sakit ya? Nanti kita cari cara."
Astro menatapku dengan tatapan sebal, "Sakit banget, kamu tau?"
Entah kenapa tiba-tiba aku mengingat sesuatu, "Sakit yang kamu sebut waktu di tebing dulu itu maksudnya ini?"
"Iya."
Astaga, yang benar saja?
"Tapi kamu sering meluk aku beberapa bulan lalu. Ga sakit?" aku bertanya dengan tatapan menyelidik.
"Sakit, tapi aku tahan."
"Ya udah, kalau gitu kamu tahan dulu seminggu. Bisa kan?"
Astro mencubit pipiku, "Jahat banget kamu."
Aku tersenyum manis dan mengecup bibirnya, "Kalau aku jahat aku akan maksa kamu nikahin aku setelah kita lulus kuliah S3. Nanti aku paksa kamu tinggal sama aku di rumah Opa selama-lamanya. Oh, atau aku paksa kamu ke Bogor. Kita tinggal di sana aja."
Astro memberiku tatapan sebal, tapi tak mengatakan apapun. Yang kuingat hanyalah aku mengelus wajahnya dan mengecup dahinya lama sekali hingga kami berdua tertidur.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSI.F di aplikasi W.EBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.
Banyak cinta buat kalian, readers!
Regards,
-nou-