Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Studio



Studio

2Studio Hendry berjarak satu jam perjalanan menggunakan mobil karena macet di beberapa ruas jalan. Reno dan Daniel sudah sampai lebih dulu karena mereka menggunakan motor. Mungkin mereka sudah memulai sesi latihan sekarang.     

"Aku bilang juga kamu bareng aku aja. Capek kan bawa mobil sendiri." ujar Zen saat aku sampai di sebelahnya.     

Aku hanya tersenyum singkat sebagai jawaban. Kami masuk ke studio dan bicara pada seorang resepsionis. Resepsionis itu mengantar kami melewati berbagai ruangan hingga sampai ke sebuah ruangan kedap suara. Sudah ada Reno, Daniel dan teman-temannya sedang melanjutkan latihan mereka.     

Resepsionis mempersilakan aku dan Zen memasuki ruangan dan membiarkan kami menonton hingga sesi latihan mereka selesai. Band mereka bernama "The Vines", yang merupakan grup musik beraliran folk. Band yang cukup bagus menurutku, tapi akan lebih baik dengan latihan yang lebih intensif.     

"Kenalin, ini Bianca yang pegang keyboard. Ini Kevan vokalis kita. Mereka temen-temen SMA-ku dulu, Faza sama Zen." ujar Reno.     

Aku dan Zen menyalami mereka satu-persatu. Mereka terlihat ramah menurutku. Kecuali Bianca yang sepertinya sedikit ketus. Tatapan matanya padaku tajam dan tak ramah.     

"Kamu yang digosipin tunangan sama Astro bukan sih?" Kevan bertanya padaku.     

"Gitu deh."     

"Tapi gosip doang kan?" Bianca bertanya sambil menatapku dan Zen bergantian. Sepertinya aku mengerti apa maksudnya.     

"Aku sama Astro udah lama main bareng sih. Jadi ga heran kalau ada gosip aku tunangan sama dia kan?"     

Bianca terkejut, tapi tak mengatakan apapun lagi.     

Aku menoleh pada Zen, hanya dia satu-satunya orang yang tahu aku dan Astro bertunangan. Dia bahkan tahu aku dan Astro akan menikah sebentar lagi. Ekspresi wajah Zen terlihat biasa saja, sepertinya dia tahu dia tak perlu ikut bicara.     

"Kalian lanjutin aja latihannya. Aku mau ketemu temenku dulu sebentar. Nanti aku balik lagi." ujarku sambil beranjak pergi.     

"Kamu punya temen lain di sini selain Reno sama Daniel?" Bianca bertanya.     

Aku menggumam mengiyakan dan tersenyum. Sepertinya Daniel dan Reno tak mengatakan apapun tentang aku yang mengenal Hendry.     

"Kamu mau ikut aku atau mau di sini?" aku bertanya pada Zen.     

"Aku ikut aja."     

Aku mengangguk dan memberinya isyarat untuk mengikutiku. Sepertinya akan aman membiarkannya ikut bersamaku karena aku hanya akan membahas bagaimana Hendry bisa membantu The Vines.     

Aku bertanya di mana ruangan Hendry pada salah satu staf. Staf itu yang mengantarkanku ke sana dan membantuku mengetuk pintu.     

Tak lama, Viona muncul dengan senyum lebar, "Ada Denada di dalem."     

"Ngapain Denada ke sini?"     

"Bosen katanya. Ini ...?"     

Aku menoleh pada Zen saat Viona menatapnya, "Ini Zen. Temenku dari SMA."     

Zen hanya tersenyum singkat, tapi sepertinya Viona terkesan padanya.     

"Aku Viona. Masuk yuk."     

Aku dan Zen mengikuti Viona masuk melewati ruangan kecil dengan kumpulan sofa, ada banyak poster penyanyi di dindingnya. Kemudian kami masuk ke ruangan lain yang terlihat seperti studio mini, dengan sofa di satu sudut dan meja kerja di sisi yang lain. Denada langsung bangkit dan memelukku saat kami sampai.     

"Kok lama banget sih?" Denada bertanya sambil mengajakku duduk di sofa.     

"Sorry, tadi ada genangan jadi macet."     

Hendry menghampiri kami dan menatap Zen dengan tatapan ingin tahu. Sepertinya Denada juga berpikiran sama.     

"Kenalin ini temenku, Zen. Yang ini Denada. Yang itu mungkin kamu udah tau. Dia Hendry."     

Hendry tersenyum singkat sebelum menatapku dengan tatapan penuh arti, "Ga heran sih."     

"Apa?"     

Hendry menaikkan bahu dan berbalik ke arah sekumpulan alat musik di belakangnya. Dia mengambil sebuah gitar dan menyodorkannya pada Zen, "Bisa coba main? Lagu apa aja boleh. Terserah kamu."     

Zen menatapku sesaat sebelum mengambil gitar dari tangan Hendry dan duduk di sebelahku, lalu mulai memainkan aransemen lagu All We Know dari The Chainsmokers. Aku hampir saja kelepasan bernyanyi andai tak mengingat janjiku pada Astro.     

Denada dan Viona menatapi permainan gitar Zen dengan tatapan terpesona. Harus kuakui permainan gitar Zen jauh lebih baik sekarang, tapi Astro jelas jauh lebih baik darinya.     

Hendry menatap Zen dengan binar di matanya, "Tertarik bikin album?"     

"Aku ga minat jadi seleb." ujar Zen sambil menyodorkan gitar kembali pada Hendry.     

"Gimana kalau belajar jadi komposer? Kamu bisa ke studio ini kapan aja."     

"Sorry, bukannya aku berniat ga sopan, tapi aku lagi fokus di bidang lukis dan kuliah seni. Mungkin tawarannya bisa buat orang lain."     

Hendry menatapku dengan tatapan menyelidik, "Kamu ke sini pasti ada maunya."     

Aku tersenyum singkat, "Aku cuma mau bantuin temen."     

Hendry menatapku dalam diam. Sepertinya dia menungguku menyelesaikan kalimatku.     

"Kamu tau The Vines? Band folk yang latihan di sini? Mereka temen-temenku. Aku cuma mau minta kamu lebih support mereka."     

Sepertinya Hendry mengerti maksudku, tapi dia hanya diam. Entah apa yang dia pikirkan.     

Aku mengedarkan pandangan pada Viona dan Denada. Mereka terlihat menyukai permainan gitar Zen sesaat lalu. Mereka bahkan masih menatapi Zen tanpa malu-malu.     

"Aku mau bantu kalau Zen masuk band." ujar Hendry tiba-tiba.     

Sepertinya Astro benar tentang Hendry yang tak akan melepas seseorang yang disukainya sebagai koleksi. Aku beruntung tak membuka suara untuk bernyanyi saat Zen bermain gitar sesaat lalu.     

Aku menatap Zen dalam diam. Aku tahu aku tak seharusnya melibatkannya. Bagaimana caranya agar permintaanku tetap diterima tanpa mengorbankan Zen?     

"Kenapa ga coba dulu? Kamu main gitarnya bagus banget." ujar Denada.     

Zen menatapnya dalam diam. Entah apa yang dia pikirkan. Aku sama sekali tak dapat menebaknya karena ekspresinya terlihat biasa saja.     

Hendry bangkit dan berjalan menuju meja kerjanya, lalu mengambil sebuah kartu dari laci dan kembali berkumpul bersama kami. Hendry menyodorkan kartu itu pada Zen, "Kamu bisa simpen ini dulu. Mungkin nanti kamu berubah pikiran."     

Zen menerima kartu itu tanpa mengatakan apapun. Tiba-tiba aku merasa bersalah padanya karena mengajaknya menemui Hendry.     

"Ada cara lain buat kamu mau bantu The Vines?" aku bertanya pada Hendry.     

Hendry menggeleng, "I want him (Aku mau dia), atau ... kamu mau aku bantu bikin single? Aku mau bikin satu album. Isinya kumpulan single penyanyi-penyanyi solo."     

Aku harus menolaknya dengan berat hati, maka aku menggeleng. Aku memang tak pernah menjanjikan apapun pada Reno atau Daniel untuk membantu mereka, tapi ada rasa bersalah di hatiku saat aku tak dapat membantu teman-temanku.     

"Zen udah punya pacar?" tiba-tiba Viona bertanya.     

Zen menatapnya dalam diam. Tak mengiyakan atau membantahnya. Ekspresinya terlihat biasa saja.     

Tunggu sebentar ... sikap Opa juga sulit ditebak seperti ini. Biasanya Opa hanya akan diam jika ada sesuatu yang tak ingin dibahas. Seingatku saat pertama kali aku bertemu dengan Zen, dia masih menampakkan sedikit ekspresi jika dia menyukai atau tidak menyukai sesuatu. Mungkin bergaul dengan Opa membuatnya meniru beberapa tingkah laku Opa.     

"Aku mau balik ke ruang latihan. Kalian ikut ya. Kalian harus liat temen-temenku nge-band." ujarku sambil bangkit.     

"Apa nama band-nya tadi?" Viona bertanya padaku. Sepertinya dia merasa canggung karena Zen tidak menjawab pertanyaannya.     

"The Vines. Tadi aku sempet nonton sebentar. Mereka mainnya bagus. Cuma butuh sedikit latihan intensif sama support seseorang buat bantu mereka bisa release single lebih cepet." ujarku sambil melirik pada Hendry. Kuharap dia tahu maksudku.     

Hendry menatapku lekat, "Coba kita liat mereka bisa apa. Aku ga mungkin biarin calon istrinya Astro pulang tanpa hasil."     

Aku tak mampu menyembunyikan senyum di bibirku. Entah apakah ini akan berhasil, tapi jika Hendry menyukai permainan mereka nanti, bukan tidak mungkin Hendry akan tergerak untuk membantu persiapan mereka merilis single lagu lebih cepat.     

Aku mengajak mereka ke ruang latihan yang tadi kutinggalkan. Aku hanya berharap Reno dan teman-temannya tak terlalu gugup saat kami sampai. Mereka sama sekali tak tahu aku akan mengajak Hendry menonton permainan musik mereka.     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel ini TIDAK DICETAK.     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSI.F & TAMAT di aplikasi W.EBNOVEL. Pertama kali dipublish online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.     

Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Banyak cinta buat kalian, readers!     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.