Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Peka



Peka

0Di luar dugaan, Reno dan teman-temannya menyelesaikan dua lagu dengan performa yang jauh lebih baik dibandingkan saat aku menonton mereka sebelum ini. Aku mencoba menebak ekspresi Hendry yang berdiri tepat di sisiku. Dia terlihat sedang berpikir keras.     

"Aku baru denger dan aku suka. Melodinya beda banget." ujar Viona pada Hendry.     

Hendry menatap Viona dalam diam, lalu menoleh padaku. Sepertinya dia sedang menimbang apa yang akan dia lakukan.     

"Kalian ikut ke ruanganku." ujar Hendry pada Reno dan teman-temannya, membuat mereka terlihat gugup dan senang di saat yang sama.     

Bianca mencoba tersenyum padaku walau tatapannya masih sulit kungerti. Aku cukup yakin dia memang tak terlalu menyukaiku.     

"Kalian bisa ngumpul di lounge dulu. Nanti aku ke sana." ujar Hendry padaku, Viona, Denada dan Zen.     

Aku tersenyum lebar dan mengangguk. Kuharap ini adalah satu langkah baik untuk The Vines.     

Kami keluar bersamaan dan berpisah di koridor. Viona yang menunjukkan jalan pada kami ke arah lounge, yang ternyata berada di lantai paling atas. Kami memesan minuman dan camilan untuk menemani berbincang.     

Langit gelap berawan memperlihatkan sedikit deretan bintang. Udara masih terasa dingin karena hujan baru saja reda. Aku melirik jam di lengan, pukul 19.48.     

"Menurut kamu, Hendry mau bantu temen-temenku ga?" aku bertanya pada Viona setelah menyesap coffee latte.     

"Nanti aku yang ngerayu. Kamu tenang aja." ujar Viona dengan senyum manis.     

Aku baru saja menyadari sesuatu, "Kamu tau Hendry lagi deketin kamu?"     

Viona tertawa, "Udah jelas kan?"     

Aku menatapnya tak percaya. Selama bertahun-tahun aku tak menyadari Astro sedang berusaha membuatku menyukainya. Bahkan sepertinya aku tak akan menyadarinya andai saja Astro tak pernah mengatakannya padaku. Denada lah yang justru membuatku berpikir tentang kemungkinan Astro memang memperlakukanku berbeda.     

"Kamu doang yang ga peka, Za." ujar Denada dengan senyum yang terlihat cantik sekali.     

Begitukah? Kenapa tiba-tiba aku merasa aku bodoh sekali?     

Viona dan Denada saling bertatapan sebelum menatap Zen dalam diam. Baru minggu lalu aku menyadari Zen ternyata populer karena kami bertamu dengan Cleo dan Sora, tapi sekarang aku benar-benar yakin dia memang memiliki pesona tersendiri saat melihat reaksi Viona dan Denada saat ini.     

"Kalian berdua bisa ikut sesi ngelukis di galeri Kak Sendy kalau mau. Ga harus udah bisa kok. Kalian bisa belajar dulu. Nyenengin diri sendiri aja kayak Reno."     

Viona menoleh ke arah Denada, "Kayaknya kamu harus ikut. Belakangan ini kamu ga jelas banget. Waktu kamu juga banyak kan?"     

Denada ragu-ragu, "Aku ga yakin bisa."     

"Tangan kamu lentur. Kayaknya bisa jadi pelukis." ujar Zen tiba-tiba, membuat kami semua menoleh padanya.     

Entah ada apa dengannya. Dia pernah berkata mataku seperti bisa bicara, sekarang dia berkata tangan Denada lentur dan cocok untuk menjadi pelukis. Aku benar-benar tak mengerti dengan bagaimana cara otaknya berpikir.     

"Kamu bagus sama urusan make up. Cuma beda media sama teknik aja kok. Nanti kita bisa belajar bareng." ujarku saat melihat Denada salah tingkah.     

"Nanti aku ngomong ke Sendy dulu deh. Aku ga ngerti apa-apa soal ngelukis."     

"Kan ada aku."     

"Uugh, kamu kan sebentar lagi pindah ke Surabaya." ujar Denada, tapi segera menutup mulut dengan tangan.     

Viona menatapnya tak percaya lalu menoleh padaku, "Kamu mau ikut Astro?"     

Denada memberiku ucapan minta maaf tanpa suara. Aku hanya bisa menghela napas. Apa yang harus kulakukan sekarang? Haruskah aku memberitahukan rencana pernikahanku pada Viona?     

"Kamu tau juga?" Viona bertanya pada Zen dengan tatapan menyelidik.     

Zen hanya menaikkan bahu. Ekspresinya tak terbaca olehku.     

"Faza." Viona menatapku dengan tatapan serius sekali. Aku tahu dia sedang meminta penjelasan dariku.     

"Aku sama Astro mau nikah."     

Viona menutup mulut dengan tangan, tapi tatapan matanya menjelaskan betapa terkejutnya dia saat mendengar berita pernikahan dariku. Viona menatapku, Zen dan Denada bergantian. Sepertinya Denada juga terkejut karena Zen mengetahui fakta aku akan menikah dengan Astro.     

"Bisa-bisanya kamu sembunyiin hal kayak gitu dari aku?" Viona bertanya setelah berhasil mengendalikan diri.     

"Sorry, Astro yang minta."     

Viona mendengkus, "Dasar posesif. Kamu tahan aja sama dia? Kalau aku udah aku putusin dari dulu."     

Aku menaikkan bahu, "Aku ga keberatan dia posesif."     

Viona menatapku tak percaya, "Udah jadi bucinnya Astro ya kamu?"     

Aku tak mampu menyembunyikan senyum di bibirku. Sepertinya Viona benar. Aku juga sempat memikirkannya minggu lalu.     

"Zen tau juga?" Denada bertanya sambil menatap ke arahku dan Zen bergatian.     

"Aku tau dari opa." ujar Zen.     

"Kamu masih main catur sama opa?" Denada bertanya.     

"Kok kamu tau aku sering main catur sama opa?" Zen bertanya.     

Aku akan membiarkan mereka menggali penjelasan yang mereka butuhkan. Aku memang pernah bercerita pada Denada dan Mayang tentang Zen yang sering bermain catur dengan Opa. Namun aku tak pernah bercerita tentang Zen yang menyukaiku sejak dua tahun lalu pada mereka. Aku juga tak mungkin memberi tahu pada mereka bahwa Zen melukisku ke lebih dari dua puluh kanvas selama ini.     

Mereka semua menatapku dengan tatapan menyelidik. Sepertinya sudah saatnya aku harus menjelaskan yang perlu kujelaskan.     

"Zen ini temen SMA-ku yang ngelukis bareng aku di acara agustusan dua tahun lalu. Dia pernah ngasih Opa hadiah catur shogi, trus mereka sering main bareng di rumah. Sejak itu Opa nganggep Zen cucu." ujarku pada Denada dan Viona.     

Sepertinya penjelasanku cukup untuk mereka agar tidak menganggap Zen sebagai "orang luar". Ekspresi wajah mereka terlihat lebih tenang sekarang.     

"Denada ini sahabatku waktu aku pindah ke sini. Oma yang ngenalin. Denada sama Astro temenan sama Viona. Mm, Hendry juga. Itu sebabnya aku bisa kenal mereka." ujarku pada Zen.     

Zen masih memberiku tatapan menyelidik, tapi dia tak mengatakan apapun. Kuharap penjelasanku bisa menjelaskan situasi kami.     

"Berarti gosip kamu sama Astro tunangan itu bener? Tapi kamu ga pakai cincin sekarang?" Viona bertanya.     

Aku mengeluarkan dua cincin yang kusembunyikan di balik pakaian, "Aku simpen."     

Viona menatapku tak percaya, "Kalau Denada ga keceplosan aku ga bakal tau?"     

"Rencananya kartu undangannya mau disebar seminggu sebelum acara. Sorry, Astro yang minta. Can you keep it a secret (Bisa kamu simpen ini jadi rahasia)? Bisa ya jangan kasih tau Hendry atau siapapun?"     

Viona menatapku dalam diam, tapi dia mengangguk sebagai tanda setuju. Kemudian hening di antara kami. Aku tak tahu apakah akan aman memberitahukan ini padanya, tapi selama ini Viona cukup bisa dipercaya.     

"Astro pasti seneng banget ya kalian mau nikah sebentar lagi?" Denada bertanya. Sepertinya dia ingin mencairkan suasana.     

Aku mengangguk, "Tambah nyebelin."     

Denada tersenyum lebar sekali, yang membuatnya terlihat semakin cantik. Kurasa laki-laki manapun akan terpesona melihatnya. Aku menoleh ke arah Zen, tapi ekspresinya terlihat biasa saja. Entah kenapa ini terasa menyebalkan untukku. Tak bisakah dia sedikit memperlihatkan emosi?     

"Kamu udah ngurusin kebaya, catering, gedung, lain-lainnya?" Viona bertanya.     

"Semuanya udah diurus. Tinggal nunggu hari H aja. Kalian harus dateng ya."     

"Kamu ... yakin mau nikah? Maksudku ... kamu masih muda banget. Kita aja beda umur hampir empat tahun, tapi aku masih belum kepikiran buat nikah."     

Aku mengangkat bahu, "Astro bilang keluarganya ga masalah kalau kita nikah muda. Aku juga ga keberatan jadi istrinya. Sekarang atau nanti, ga ada bedanya kan?"     

Viona menatapku bingung, "Gimana kamu bisa yakin kalau Astro orang yang tepat?"     

"Aku bareng sama dia udah bertahun-tahun. Dia udah banyak bantu aku selama ini. Bantu aku ngilangin trauma, nemenin aku kapanpun aku butuh. Kenapa aku harus ragu?"     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel ini TIDAK DICETAK.     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSI.F & TAMAT di aplikasi W.EBNOVEL. Pertama kali dipublish online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.     

Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Banyak cinta buat kalian, readers!     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.