Jemput
Jemput
"Kalian kenapa?" aku bertanya pada akhirnya.
"Kamu okay?" Gon bertanya setelah bertatapan dengan Sari untuk yang kesekian kalinya.
"Kenapa aku ga okay?" aku bertanya.
"Kita belum liat kamu pegang hape dari tadi."
"Emang jadi masalah?"
"Maksudnya ... kamu ga lagi berantem sama Astro kan?" Sari bertanya.
Aku menatap mereka berdua bergantian. Aku memang belum menghubungi Astro sejak aku mematikan video call semalam. Aku tahu Astro berusaha memberiku pesan, menelepon dan memberiku panggilan video call, tapi aku mengabaikan semuanya.
Handphone-ku bahkan kuberi mode diam dan kusimpan di ransel sejak sampai di toko. Aku juga sudah berpesan pada Oma untuk menelepon toko jika terjadi sesuatu.
"Ga berantem kok." ujarku singkat.
Gon dan Sari saling bertatapan kembali, tapi tak mengatakan apapun. Mereka kembali berkutat dengan souvenir yang harus sudah selesai dibuat minggu depan.
Aku melirik jam di lengan, pukul 18.26. Aku akan pulang setengah jam lagi.
Terdengar seseorang menaiki tangga, tapi aku tak memperhatikan siapa yang datang. Aku baru mendongak saat Gon dan Putri beranjak pergi.
"Mau ke ..." kalimatku terhenti saat melihat Astro berhenti tepat di sebelahku. Dia meraih wajahku dan mengecup dahiku.
Aku menatapnya tak percaya. Aku mengerjapkan mata beberapa kali berharap aku hanya berhalusinasi. Namun dia tetap di sisiku, dengan bibir yang menempel di dahiku.
"Ngapain kamu di sini?" aku bertanya saat mendapatkan kesadaranku kembali.
"Siapa suruh kamu nyuekin aku dari kemarin?" Astro bertanya sambil mencubit pipiku.
"Aah, sakit!" ujarku sambil berusaha melepas tangannya dari pipiku.
"Siapa suruh kamu nyuekin aku, Honey?"
"Ih, lepas! Sakit!"
Astro duduk tepat di sisiku dan melepas cubitannya di pipiku. Dia meraih kepalaku dan mendekapku di dadanya, dengan tangannya mengelus pipiku yang baru saja dicubit olehnya. Hangat napasnya terasa di puncak kepalaku karena dia sedang mengecup dahiku untuk yang kedua kalinya.
Pelukannya hangat dan nyaman, seperti yang selalu kuingat. Namun kami memiliki janji untuk tak saling menyentuh sampai kami menikah, maka aku mendorongnya menjauh.
"Aku ga akan lepasin kamu. Masa bodo sama janji yang kamu minta. Janjinya batal karena kamu nyuekin aku dari kemarin." ujarnya yang tetap bergeming walau aku sudah berusaha mendorongnya sekuat tenaga. Bibirnya yang bergerak di dahiku membuat kepalaku berdenyut mengganggu.
Aku mendongak untuk menatapnya, "Astro!"
Astro hanya menatapku dalam diam. Sepertinya dia sedang marah padaku. Namun bukan itu yang kukhawatirkan. Bibir kami dekat sekali. Andai aku salah bergerak sedikit saja, sepertinya kami akan berciuman saat ini juga.
"Ngapain kamu di sini?" aku bertanya dengan hati-hati. Entah mana yang lebih buruk, Astro yang akan lebih marah padaku atau bibirnya yang begitu dekat denganku.
"Mau jemput kamu ke Surabaya."
"Seriously?"
"Siapa suruh nyuekin aku dari kemarin?"
"Lepas dulu bisa kan?" aku bertanya karena dia membuatku salah tingkah.
"Kan aku udah bilang, ga akan aku lepas. Siapa suruh kamu nyuekin aku dari kemarin?"
"Kamu nyebelin makanya aku cuekin. Puas?"
Astro menatapku tak percaya. Kemudian bangkit dari duduknya dan mengamit tanganku untuk menarikku berjalan bersamanya.
"Mau ke mana?" aku bertanya sambil menyambar ransel di meja.
"Ke Surabaya."
"Serius, Astro."
Astro tak mengatakan apapun, tapi genggaman tangannya mantap. Seolah tak akan melepasku apapun yang terjadi.
Putri, Sari, Vinny dan Gon menatap kami dengan senyum di bibir mereka saat kami sampai di bawah. Entah apa yang membuat mereka begitu senang saat aku dipaksa ikut seperti ini. Aku sama sekali tak mengerti.
"Jangan bilang siapa-siapa. Bos kalian aku culik malem ini."
Aku menatapnya tak percaya. Lebih tak percaya lagi saat melihat semua partner kerjaku memberi lambaian tangan pada kami. Apa yang sebenarnya sedang terjadi?
"Kita mau ke mana?" aku bertanya saat Astro meminta kunci mobil padaku.
"Ke Surabaya, Honey."
"Serius!"
Astro memberiku senyum menggodanya yang biasa, tapi tak mengatakan apapun. Tangannya masih menegadah ke arahku untuk meminta kunci.
"Aku ga akan kasih kuncinya kalau kamu begini."
Astro memberiku tatapan sebal, tapi tangannya masuk ke kantong jaketku dan mengambil kunci mobil dari sana. Sial, dia benar-benar tahu kebiasaanku.
Dia memaksaku duduk di kursi sebelah kemudi dan berjalan memutar ke kursi kemudi. Di titik ini aku hanya mampu menatapnya pasrah. Entah aku akan dibawa ke mana, tapi bukan ke Surabaya, bukan?
"Kita mau ke mana?" aku bertanya untuk yang kesekian kalinya saat Astro sudah duduk di balik kemudi.
"Ke Surabaya, Honey." ujarnya sambil mengamit tanganku dan mengecupnya, lalu menaruhnya di persneling dan menahannya dengan genggaman tangannya. Entah kenapa aku merasa sedang menjadi tawanan sekarang.
"Ga mungkin kan?" aku bertanya untuk meyakinkan diriku sendiri.
Astro menoleh padaku sesaat sebelum kembali fokus pada rute perjalanannya. Ada senyum menggodanya yang biasa. Dia benar-benar menyebalkan.
"Kamu udah ijin Opa?" aku bertanya tepat saat kesadaran ini muncul di kepalaku.
"Kan aku udah bilang aku mau culik kamu malem ini."
Aku menatapnya tak percaya, tapi tiba-tiba aku merasa lega. Ada Rommy dan Lyra yang menjagaku sekarang. Astro tak mungkin melakukan sesuatu yang gegabah, bukan?
Namun bagaimana jika mereka bersekongkol? Bagaimana pun Rommy dan Lyra adalah orang yang bekerja untuk Kakek.
"Astro, kita mau ke mana?"
Astro hanya diam.
"Astro!"
Astro menghentikan laju mobil dengan tiba-tiba dan menoleh padaku, "Tell me you love me (Bilang kamu cinta aku)."
Aku menatapnya tak percaya, "Aku nanya kita mau ke mana?"
"Tell me you love me (Bilang kamu cinta aku), Honey."
Sepertinya aku harus menurutinya, "I love you, Astro."
"I love you too."
Entah bagaimana tatapannya marahnya sesaat lalu berubah menjadi tatapan menderita. Atau apakah aku yang salah menilainya?
Aku menghela napas, "Aku minta maaf nyuekin kamu dari kemarin."
Astro hanya menatapku dalam diam, tapi dia menggeleng sebelum kembali menyalakan mobil dan melanjutkan perjalanan. Entah apa yang sedang dia pikirkan sekarang.
"Kita mau ke mana, Astro? Kamu ga mungkin bawa aku ke Surabaya sekarang. Kamu ga akan berani sama Opa."
Astro menoleh padaku, tapi tak mengatakan apapun. Wajahnya masih terlihat serius sekali walaupun amarahnya sepertinya sudah reda.
"Astro, aku tau kamu marah, tapi kasih tau aku kita mau ke mana? Jangan sampai Opa batal jadiin kamu calon suamiku, kamu tau?"
"Bawel banget. Kita mau ke resto. Udah lama kan kita ga kencan?"
Aku tak mampu menyembunyikan senyum di bibirku. Laki-laki ini benar-benar menyebalkan.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel ini TIDAK DICETAK.
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSI.F & TAMAT di aplikasi W.EBNOVEL. Pertama kali dipublish online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.
Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Banyak cinta buat kalian, readers!
Regards,
-nou-