Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Treatment



Treatment

2Sepertinya aku baru saja merasa aku bodoh sekali. Bagaimana mungkin aku tak bisa menebak rencana kedua sahabatku?     

Saat kami datang ke tempat refleksi satu jam yang lalu, Mayang mengajakku ke toilet dan membiarkan Denada yang memilih paket refleksi. Saat kami kembali, beberapa staf mengajak kami ke sebuah ruangan dan memberikan berbagai instruksi khusus untukku.     

Aku baru saja menyadari treatment untukku berbeda dengan Mayang dan Denada saat mereka selesai dipijat dan mereka belum kembali. Namun beberapa staf masih memberi instruksi baru agar aku pindah ke sebuah tempat berbaring yang berbeda.     

"Mbak harusnya aku udah selesai kan?" aku bertanya saat dia memintaku berpindah tempat.     

"Belum, Kak. Treatment buat Kakak masih lanjut. Sini Kak, saya lulurin dulu." ujarnya dengan senyum manis.     

Aku menatapnya bingung, tapi entah kenapa aku justru menurutinya. Walau harus kuakui pijatannya enak sekali. Aku tak akan menolak andai saja aku dipijat satu jam lagi.     

Mayang dan Denada menghampiriku kembali setelan berganti pakaian. Jelas sekali mereka merencakan sesuatu.     

"Bisa kalian jelasin?" aku bertanya di tengah sesi lulur yang diberikan seorang staf padaku. Denada dan Mayang hanya saling bertatapan dan tersenyum, tapi tak mengatakan apapun.     

"Kakak lagi ditreatment pakai paket pra nikah. Abis lulur ini nanti masih ada body mask, hair spa, hair mask, steam rempah, facial treatment series special, magnolia flower bathtub, totok wajah, ratus, trus manicure pedicure. Yang terakhir nanti ada nail polish dibantu sama mbak Lulu. Kakak bisa pilih mau desain apa aja bebas." ujar staf yang sedang meluluriku.     

Denada dan Mayang tertawa puas sekali saat melihatku menatap mereka dengan tatapan terkejut.     

"Kalian curang banget." ujarku sambil mencoba meraih salah satu dari keduanya, tapi tanganku tak cukup panjang untuk bisa meraihnya karena sedang dalam posisi tengkurap.     

"Udah nurut aja." ujar Mayang.     

"Kita temenin kok. Masih tiga jam lagi kan, Mbak?" Denada bertanya.     

Aku tak bisa melihat ekspresi staf yang sedang meluluriku, tapi aku bisa membayangkan dia sedang mengangguk untuk menjawab pertanyaan Denada. Aku melirik jam di dinding ruangan, pukul 15.48. Berarti semua treatment ini baru akan selesai saat hari sudah gelap.     

Aku menghela napas. Entah aku harus bersikap bagaimana. Aku akan menganggap ini sebagai bentuk perhatian Denada dan Mayang padaku. Aku hanya merasa canggung karena mereka hanya menontonku menyelesaikan treatment.     

"Gimana kalau besok kita ke Lombok?" Denada memberi ide dengan binar di matanya.     

Aku terkejut, "Ke mana?"     

"Lombok, Faza."     

"Ngapain?"     

Denada menatapku sebal, "Main dong. Kita punya waktu seminggu bareng, masa kita cuma mau di sini? Kita ke Lombok yuk."     

"Yuk. Aku mau kalau ke Lombok. Udah lama banget ga jalan-jalan." ujar Mayang dengan binar di matanya.     

"Seriously?" aku masih berusaha mengonfirmasi rencana mendadak ini.     

"Serius. Kita kan punya waktu seminggu. Mau di sini atau di Lombok sama aja kan? Lebih seru ke Lombok tau." ujar Denada sambil mengeluarkan handphone dari tas selempangnya.     

"Tapi aku belum ijin Opa sama Astro." ujarku.     

Bagaimana pula aku akan meminta izin pada calon suamiku? Dia bahkan dengan sengaja menghindariku.     

"Biar aku yang ijin ke opa." ujar Mayang sambil mengetik sesuatu entah apa di handphone miliknya, lalu keluar ruangan bahkan sebelum aku sempat mengatakan apapun.     

"Tiket pesawatnya adanya besok siang nih. Ga pa-pa ya? Sekalian aku cari resort." ujar Denada seolah aku sudah setuju.     

"Aku belum ijin Astro."     

Denada memberiku tatapan tajam, "Kita udah janji ya kamu ga akan mikirin dia seminggu ini. Aku kan udah ngalah nunda berangkat ke Aussie buat kamu."     

Bagaimana aku harus menanggapinya? Astro akan marah sekali jika dia tahu aku bepergian jauh tanpa izin darinya.     

"Tapi ..."     

Denada masih memberi tatapan tajam, "Kalau kamu ga setuju aku langsung berangkat ke Aussie malem ini."     

Dia membuatku merasa buruk dengan diriku sendiri. Aku harus bagaimana sekarang?     

"Opa ngijinin. Agak keberatan sih tadinya, tapi aku rayu akhirnya mau." ujar Mayang yang baru saja masuk kembali ke ruangan. Binar di matanya membuatku merasa lebih buruk.     

Aku tahu ada Lyra dan Rommy yang akan menjagaku, tapi bepergian tanpa izin Astro tetap terasa salah untukku.     

"Ga jadi deh. Batal berangkatnya. Faza ga mau pergi kalau Astro ga ngijinin. Aku pesen pesawat ke Aussie aja nanti malem." ujar Denada.     

"Loh kok gitu?" Mayang bertanya sambil meraih tangan Denada yang baru saja akan mengetik entah apa di handphone miliknya.     

"Iih, iya, iya. Aku ikut. Opa ngijinin kan?" aku bertanya.     

Mayang menoleh ke arahku, "Opa ngijinin kok. Masa aku bohong sama kalian?"     

Jika Opa memang mengizinkan, maka aku akan membiarkan Astro bicara pada Opa andai saja dia benar-benar marah padaku. Lagi pula, salahnya sendiri dia tak bisa kuhubungi.     

"Okay, I'm in." ujarku.     

Denada masih memberiku tatapan tajam, "Bener ya? Aku booking pesawat sama resort nih."     

"Iya."     

"Awas kamu kalau tiba-tiba berubah pikiran." ujar Denada sambil mengalihkan tatapan ke handphone dan mengetik entah apa. Mungkin dia sedang memesan tiket pesawat dan resort untuk kami menginap.     

Aku menghela napas. Aku memang sudah berniat akan menuruti keinginan mereka. Kuharap aku tak salah mengambil keputusan.     

"Mau ke butik dulu besok pagi? Kita baru dapet tiket pasawat siang." ujar Mayang yang sedang meneliti layar handphone Denada.     

"Yuk. Aku mau beli dress yang cocok buat jalan-jalan di pantai. Gimana?" Denada bertanya padaku dengan binar di matanya. Coba lihat perubahan suasa hatinya yang begitu drastis. Bagaimana mungkin aku tega untuk menolak?     

"Terserah kalian aja. Aku ikut aja."     

Denada dan Mayang saling bertatapan dan tersenyum, lalu kembali berkutat dengan handphone Denada. Sepertinya aku benar-benar akan membiarkan mereka melakukan apapun.     

Aku akan menelepon Opa setelah semua treatment pra nikah ini selesai. Aku baru ingat, tadi pagi Opa berkata bahwa Astro sempat menghubungi Opa, bukan? Aku akan membiarkan Opa menjelaskan pada Astro andai saja dia tak setuju dengan perjalanan mendadak ini.     

Aku memejamkan mata. Kurasa sekarang aku akan menikmati treatment ini lebih dulu. Aroma lulur yang dioleskan ke tubuhku wangi sekali, membuatku merasa jauh lebih tenang. Sepertinya aku bisa melupakan Astro untuk sementara.     

"Faza." aku bisa mendengar Mayang memanggilku.     

Aku hanya menggumam dengan mata masih terpejam.     

"Kyle siapa?"     

Aku membuka mata dan menatapnya, "Kenapa?"     

"Opa barusan ngirim chat. Kita baru boleh pergi kalau Kyle ikut."     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel ini TIDAK DICETAK.     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSI.F & TAMAT di aplikasi W.EBNOVEL. Pertama kali dipublish online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.     

Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Banyak cinta buat kalian, readers!     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.