Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Mimpi



Mimpi

0Mataku menangkap sosok Astro tergeletak canggung dengan banyak darah di sekujur tubuhnya tepat di depan mataku.     

Aku menutup wajah dengan kedua tangan. Tubuhku bergetar hebat. Keringat membasahi tubuhku. Napasku memburu. Air mata mengalir deras membasahi tangan dan lenganku.     

Apa yang baru saja kulihat? Kenapa dadaku terasa sesakit ini? Terlebih, kenapa hening sekali?     

Aku melepas kedua tangan dari wajah dan menatap sekeliling. Tak ada siapapun. Hanya ada aku di kamarku sendiri.     

Napasku masih terengah. Tubuhku masih basah dan bergetar. Air mata masih mengalir di pipiku.     

Aku menyambar handphone yang masih melantunkan musik. Hari senin, pukul 08.57.     

Aku memaksa tubuhku bangkit. Aku harus menemui Opa. Aku melangkahkan kaki keluar kamar menuju teras belakang. Biasanya Opa sedang memberi makan ikan koi di jam seperti ini. Namun aku justru mendapati Bu Asih sedang menatapku terkejut.     

"Opa di mana?" aku bertanya.     

"Ke rumah sakit, Mbak. Hari ini chek up. Mbak Faza kenapa? Mau teh anget?"     

Tiba-tiba terasa ada sensasi mual di perutku. Opa memang sudah memberitahuku hari ini akan ke rumah sakit. Aku yang terlalu panik tiba-tiba melupakannya.     

Aku melangkah kembali ke kamar dan mencari handphone yang kuletakkan sembarangan sesaat lalu. Jantungku masih belum menemukan irama detakannya yang biasa saat aku mencoba menelepon Opa.     

"Mafaza sudah bangun?" Opa bertanya dengan suara tenang dan jernih seperti biasanya.     

"Opa bisa kasih tau Faza Astro ada di mana?"     

"Kenapa Mafaza tanya Opa?"     

"Astro ga mau ngasih tau Faza."     

"Mafaza harus menunggu Astro yang memberitahu, bukan?"     

Uugh, aku tahu Opa pasti akan menjawab seperti ini. Kenapa aku masih juga mengharapkan jawaban yang lain?     

"Tapi Faza abis liat Astro berdarah. Pesawatnya kebakar. Astro bilang ..."     

"Mafaza hanya bermimpi." Opa memotong ucapanku.     

Tiba-tiba kesadaranku kembali. Mimpi itu bukan sebuah firasat buruk, bukan?     

"Gimana kalau Astro beneran kecelakaan? Faza ga tau dia ada di mana."     

"Astro baru saja menelepon Opa setengah jam yang lalu."     

"Gimana caranya dia bisa nelpon Opa? Udah tiga hari hapenya mati."     

Tak ada jawaban.     

"Opa ..."     

"Opa harus masuk ke ruangan sekarang. Mafaza harus tenang. Astro baik-baik saja."     

"Gimana caranya Faza tenang? Astro ga ngasih kabar sama sekali."     

"Astro baik-baik saja. Mafaza harus berpikir dengan jernih sekarang. Mimpi itu hanya bunga tidur."     

"Tapi ..."     

"Bukankah hari ini Mafaza ada janji dengan Denada dan Mayang?"     

Uugh, kenapa ini terasa menyebalkan sekali?     

"Opa tutup teleponnya ya. Hati-hati di jalan."     

Aku baru saja akan bertanya Astro menelepon Opa menggunakan nomor yang mana, tapi sambungan teleponku sudah terputus. Aku menatapi layar handphone dengan tatapan kosong. Sepertinya Opa juga berniat merahasiakan keberadaan Astro dariku. Bertanya lagi pun akan percuma saja.     

Aku menghempaskan tubuh ke tempat tidur. Kepalaku berdenyut kencang.     

Jika benar Astro baik-baik saja, seharusnya aku tak segusar ini, bukan? Kenapa hatiku masih terasa tak rela? Sosoknya yang berdarah masih terbayang jelas di pelupuk mataku.     

Aku tak ingin kehilangan siapapun lagi.     

Terdengar seseorang mengetuk pintu kamar. Entah kenapa jantungku berdetak kencang. Akmembayangkan ada Astro di depan sana.     

Aku memaksa tubuh bangkit untuk membuka pintu. Aku menemukan Bu Asih membawa satu nampan berisi segelas teh, piring berisi nasi goreng dan piring lain berisi potongan buah.     

"Sarapan dulu, Mbak Faza."     

Aku tahu aku baru saja merasa kecewa. Namun aku berusaha tersenyum sambil menerima nampan darinya, "Makasih, Bu."     

Bu Asih terlihat khawatir, walau tersenyum dan berlalu. Apakah aku terlihat seburuk itu?     

Aku membawa nampan masuk ke kamar dan meletakkannya di meja di sebelah laptop, lalu memeriksa pantulan diriku sendiri di cermin. Aku terlihat kacau sekali.     

Aku menghela napas panjang. Sepertinya aku harus mandi dulu. Mungkin guyuran air akan membantu menjernihkan pikiranku.     

Handphone-ku bergetar. Ada panggilan telepon dari Denada. Aku menerimanya.     

"Kamu di mana? Kok belum sampai rumahku?" Denada bertanya dengan nada khawatir.     

"Sorry, aku baru bangun. Moodku jelek banget abis mimpi aneh."     

"Mimpi aneh?"     

"Aku mimpi Astro kecelakaan. Pesawatnya jatuh dan kebakar. Dia berdarah banyak banget. Dia bilang aku harus bisa kalau dia ga ada. Aku panik kar ..."     

"Astaga, Faza. Kamu bener-bener harus refreshing. Kamu masih 'dapet'?"     

"Ga tau. Aku belum ke kamar mandi. Uugh, nyebelin banget. Dia masih ga ngasih kabar juga."     

Denada menghela napas, "Ga usah mikirin Astro dulu deh. Cepet mandi, trus jemput aku. Kita punya banyak to do list di rumah Mayang nanti."     

"Tapi ini udah tiga hari. Aku ga tau dia ada di mana."     

"Baru juga tiga hari. Aku sama Petra udah berbulan-bulan. Aku sengaja nunda berangkat ke Aussie buat nemenin kamu galau seminggu ini."     

Kalimat Denada membuatku merasa buruk dengan diriku sendiri. Bagaimana mungkin aku mengeluh tentang hal ini pada Denada?     

"I'm sorry."     

"Ga perlu minta maaf. Cepet mandi, trus jemput aku. Okay?"     

"Okay."     

"See you, Za."     

Aku hanya menggumam sebelum Denada mematikan sambungan telepon. Dadaku masih terasa berat.     

Entah Astro berada di mana sekarang. Opa berkata Astro baik-baik saja. Aku seharusnya percaya pada Opa, bukan?     

Aku memaksa diri untuk mandi dan sarapan, lalu mengepak semua keperluan seminggu ke depan ke dalam sebuah koper dan ransel. Sepertinya aku akan benar-benar berusaha melupakan Astro untuk sementara. Memikirkannya membuatku membayangkan hal-hal buruk.     

"Bu, Faza berangkat ya. Kalau ada apa-apa telpon Faza." ujarku pada Bu Asih saat aku menemuinya di dapur sambil menaruh nampan dan perkakas bekas makan di wastafel.     

"Iya, Mbak. Hati-hati di jalan."     

Aku hanya mengangguk sebelum membawa koper dan ranselku ke mobil. Aku menghela napas setelah duduk di belakang kemudi. Semua persiapan pernikahanku sudah lengkap. Aku hanya harus menenangkan pikiran. Semoga Denada dan Mayang bisa membantu mengalihkan pikiranku dari Astro.     

Aku menyalakan mobil dan memulai perjalanan untuk menjemput Denada di rumahnya. Sepertinya aku harus menahan diri untuk tak membahas Astro lagi atau perasaan Denada mungkin akan menjadi lebih buruk dibanding perasaanku.     

Denada sudah berbulan-bulan tak mendapatkan kabar dari Petra. Entah karena Petra terlalu sibuk atau yang lainnya. Aku tak ingin membuatnya berpikiran buruk hanya karena aku tak mampu mengendalikan diri.     

Uugh, kenapa laki-laki selalu bertindak sesuka hati?     

Aku menyalakan radio untuk menemani perjalanan. Aku beruntung beberapa lagu yang diputar membantuku menenangkan pikiran.     

Handphone di sakuku bergetar. Aku mengamitnya dan menaruhnya di holder dekat kemudi. Ada telepon dari Mayang. Aku menerimanya.     

"Denada bilang kamu abis mimpi Astro kecelakaan. Kamu ga pa-pa?"     

"Udah lebih tenang sekarang. Itu cuma mimpi kan?"     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel ini TIDAK DICETAK.     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLUSI.F & TAMAT di aplikasi W.EBNOVEL. Pertama kali dipublish online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.     

Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Banyak cinta buat kalian, readers!     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.