Topeng
Topeng
Rahangnya mengeras dan dia terlihat kesal sesaat sebelum tersenyum padaku, "Opa pasti ngerti. Aku kan ga ngapa-ngapain kamu."
Dia benar, tapi entah kenapa ini terasa menyebalkan.
Astro mengamit topeng dari tanganku dan memakainya, "Gimana?"
Dia tampan sekali. Seperti pangeran di semua cerita dongeng. Aku tak sanggup mengatakan apapun. Aku bahkan tak sanggup mengalihkan tatapan darinya.
"Berangkat sekarang, Honey?" Astro bertanya sambil mengulurkan tangan padaku.
Aku seharusnya menolaknya, tapi kenapa aku menerima uluran tangannya dengan begitu mudah? Bagaimana dengan janji kami?
Astro menggenggam tanganku erat dan membimbingku mengikuti langkahnya. Aku tahu dia membawaku dengan hati-hati. Andai saja kami sudah menikah, kurasa aku akan rela dia membawaku pergi ke manapun.
Aah, bagaimana ini? Kenapa aku begitu mudah berubah pikiran?
Astro mengantarku hingga aku duduk dan berjalan memutar menuju kemudinya. Dia melepas topengnya dan meletakkannya di dashboard.
Aku hanya menatapnya dalam diam. Dilihat bagaimana pun, dia memang tampan sekali. Tak mengherankan jika isu skandalnya cepat menyebar walau dia bukanlah seorang publik figur.
Astro menoleh padaku saat mobil berkendara keluar halaman, "Kamu bisa tidur sebentar. Nanti aku bangunin."
Kalimatnya membuatku mengingat kejadian dua tahun lalu. Saat aku masih berusaha membiasakan diri mengurusi berbagai pekerjaan. Dia selalu membiarkanku tidur di mobil dan akan membangunkanku setelah sampai.
Saat-saat itu entah bagaimana kami bisa menjaga diri dengan baik. Kenapa sekarang terasa sulit sekali?
Kami sedang berhenti menunggu lampu lalu lintas berubah warna menjadi merah. Aku mengalihkan tatapan ke jendela di sebelahku, ada sebuah taman di sisi jalan raya. Entah ada berapa pasangan anak muda seusia kami, sedang saling bercumbu dan memeluk satu sama lain.
Dalam setiap perjalanan ke manapun, aku selalu mendapati pasangan yang menaiki motor bersama. Mereka saling memeluk dan menggenggam tangan. Aku bahkan pernah beberapa kali mendapati pasangan duduk sangat menempel hingga membuatku malu hanya dengan melihatnya.
Aku dan Astro memang menyadari kami berada dari keluarga yang ketat menjaga batasan. Kami berhasil melewati dua tahun ini dengan baik. Kami hanya harus menahan diri sebentar lagi, bukan?
"Honey, ayo bangun." terdengar suara Astro memanggilku.
Aku memaksa membuka mata. Sepertinya aku tertidur. Aku mengedarkan pandangan dan mendapati Astro masih duduk di belakang kemudinya.
"Pakai topeng dulu sebelum masuk area gedung. Aku ga mau ambil risiko ada yang tau kita dateng ke konser Teana berdua."
Aku mendengar kalimatnya dengan jelas. Aku menurutinya untuk memakai topeng dan dia melanjutkan perjalanan menuju gedung teater yang berjarak beberapa puluh meter di depan.
Saat kami sampai, sudah ada banyak pengunjung lain memenuhi gedung. Astro menggenggam tanganku dan membimbingku ke area daftar ulang dengan menunjukkan kartu VVIP.
Kami diberi dua buah teropong kecil yang berukir unik, lalu mengikuti seorang staf ke lantai atas. Dia mengantar kami sampai di sebuah ruangan kecil yang tertutup dari yang lain, tapi kami bisa leluasa melihat ke arah panggung dan dan ke arah penonton lain di bawah.
Aku bisa mengenali Ray dan seorang perempuan di tepat seberang kami. Juga tante Lusi dan suaminya di ruangan di sebelahnya. Membuatku bertanya-tanya ada di mana Opa dan Oma?
Astro mengajakku duduk di sofa panjang saat staf yang mengantar menutup pintu. Sofa ini berada di dekat ujung balkon yang mengarah ke panggung, masih ada tempat cukup luas di belakang sofa andai saja ada segerombolan pengunjung datang menyelinap. Dia duduk dekat sekali denganku. Dia bahkan memeluk pinggangku dengan lengan kanannya.
Aku menggeser tubuhku menjauh, "Gimana kalau kita bikin game?"
"Game?" Astro bertanya dengan lengannya masih menahanku dekat dengannya.
"Game buat kita bisa sukses nahan diri sampai nikah." ujarku sambil berusaha melepas tangannya yang berada di pinggangku.
"Game apa?"
"Siapa yang lepas kendali, harus mau minum jamu brotowali." ujarku sambil menggenggam tangannya yang berhasil kulepaskan. Aku akan menggenggamnya sebentar agar dia tak berusaha untuk menarikku mendekat padanya lagi.
"Apa?"
"Kalau salah satu dari kita lepas kendali, kita harus minum jamu brotowali."
"Seriously?"
"Aku serius."
Terdengar seseorang memberi pengumuman dari panggung. Kemudian cahaya di sekitar kami mati, meninggalkan cahaya terang di area panggung.
"Kita ga harus begini, kamu tau?" ujarnya.
Aku berusaha menebak ekspresinya. Mataku masih berusaha menyesuaikan diri dengan cahaya yang tiba-tiba menghilang, "Aku tau. Aku cuma ga nemu cara apapun lagi buat bisa bikin kita sabar sampai nikah. Bukan cuma kamu yang susah nahan diri. Aku juga. Belakangan ini aku sering halusinasi lagi nyium bibir kamu, kamu tau?"
Astro terdiam. Namun sepertinya aku bisa menebak wajahnya di balik topengnya merona merah sekali. Sepertinya aku pun sama.
Sial, kenapa aku harus mengatakannya?
"Dulu kita ga begini, Astro. Dulu kita bisa." ujarku yang mulai tak nyaman.
Astro menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan, "Kita ga perlu bikin game kayak gitu. Ini terakhir aku bisa pulang ketemu kamu."
"Kenapa ini terakhir kamu pulang?"
"Banyak yang harus aku selesaiin. Tugas kuliahku numpuk karena ngurusin kasus di pengadilan."
"Tapi kamu selalu nyempetin waktu. Kemarin kamu kan maksain diri ngejar mobilku cuma buat bisa ketemu aku lima menit."
"Aku ga bisa begitu lagi. Kakek marah waktu tau aku telat sampai bandara buat ketemu kamu."
Kalimatnya membuatku terdiam.
"I'm sorry, Honey. Aku cuma ga tahan ga nyentuh kamu selama kita deket begini. LDR sama kamu bikin aku gila." ujarnya sambil mengelus jariku dengan lembut.
Aku menghela napas berat, "Trus mau kamu gimana? Kita ga bisa begini terus."
"Aku pengen banget cium kamu, tapi kamu pasti nolak."
Kalimatnya membuatku membeku. Dia benar.
Suara piano mulai terdengar di telingaku. Sepertinya konser Teana sudah dimulai.
"Mau dansa, Honey?" ujarnya sambil bangkit.
Tanganku yang masih berada di genggamannya membuatku ikut bangkit. Dia mengajakku berjalan ke belakang sofa dan meletakkan kedua tanganku di bahunya, sedangkan dia meletakkan satu tangannya di punggungku dan satu tangan lainnya di pinggangku. Andai saja sekitar kami tidak segelap ini, aku yakin aku pasti sedang salah tingkah karena melihat pangeranku mengajakku berdansa.
"Ini yang terakhir, Astro. Kamu harus bener-bener janji kali ini."
"Iya, aku janji. Kamu bakal kangen banget sama aku, kamu tau?" ujarnya sambil menarikku mendekat padanya. Tubuh kami melekat, dengan napasnya yang hangat membelai wajahku.
Jantungku berdetak kencang. Aku bahkan tak yakin bagaimana aku akan mengelolanya untuk berirama seperti biasa setelah semua ini berakhir.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel ini TIDAK DICETAK.
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLU.SIF & TAMAT di aplikasi WEBNO.VEL. Pertama kali dipublish online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEB.NOVEL, maka kalian sedang membaca di aplikasi/web.site/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.
Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Banyak cinta buat kalian, readers!
Regards,
-nou-