Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Kancing



Kancing

2"Gimana semalem konsernya?" Ibu bertanya.     

Kami sedang berada di butik untuk memilih kebaya pernikahan. Ibu berpendapat kami harus memilihnya sekarang. Sedangkan tanggal pernikahan akan menyusul nanti.     

Pagi sebelum ke butik, Ibu sudah berkata kami tak perlu pusing memikirkan tanggal untuk menyewa gedung resepsi. Pemilik gedung yang ternyata adalah teman dekat Ayah, akan menyediakan tempat saat kami siap untuk memakainya. Desain kartu undangan juga sudah dipilih dan Ibu yang mengatur semuanya. Ibu berkata, semuanya akan siap saat sudah tiba waktunya.     

Aku menoleh ke arah Astro yang ternyata sedang menatapku. Semalam kami berdansa tanpa istirahat sampai konser Teana selesai, yang membuat kakiku berdenyut sakit saat akan tidur.     

"Ibu kenapa ga dateng?" Astro bertanya seolah pertanyaan dari ibunya tak pernah ada.     

"Ibu sama ayah ada meeting mendadak. Ada kapal bahan bakar yang kebakar di perairan Pulau Ambon."     

"Coba liat." ujar Oma yang datang membawa sebuah kebaya berwarna hijau lembut dengan kancing menutup hingga leher.     

"Ini bagus. Faza suka detail kancingnya." ujarku sambil meraba kancing kebaya yang terlihat unik.     

"Aku lebih suka model leher yang kamu pilih di email yang aku kirim." ujar Astro.     

"Itu kancingnya di punggung."     

"Iya tapi bagian lehernya lebih bagus."     

"Kita coba liat kebaya lain dulu. Mungkin nanti kamu berubah pikiran."     

Astro mengangguk enggan. Kemudian kami berkeliling mencari kebaya di etalase butik, juga mencoba beberapa yang kami sukai hingga aku keluar dari ruang ganti memakai kebaya berwarna salem dipadu emas dengan batik berwarna hitam emas. Sebetulnya ada dua kebaya lain yang sudah dipesan, tapi mungkin setelan kebaya yang kupakai saat ini akan dipesan juga.     

"Ibu suka yang ini." ujar Ibu dengan binar di matanya.     

Astro keluar dari ruang ganti tak lama setelahnya, dengan tampilan yang senada denganku. Aku tak mampu berhenti menatapnya terpesona hingga dia berdiri tepat di sebelahku.     

"Aku pasti ganteng banget kan sampai kamu ga kedip begitu?" bisiknya.     

Aku mengerjapkan mata. Rasanya ingin sekali membalas kalimatnya, tapi tak menemukan kalimat balasan apapun.     

Oma menghampiri kami dan memeluk hingga lengan kami beradu. Membuatku menahan napas karena semalam kami sudah berjanji untuk tak saling menyentuh.     

"Cepetan kasih Oma cicit ya."     

Aku menoleh untuk menatap Astro. Wajahnya merona merah sekali. Sepertinya wajahku pun sedang memerah karena suhu telingaku terasa lebih hangat.     

"Katanya mau nunda punya anak dulu, Oma." ujar Ibu.     

Oma melepaskan pelukannya dan menoleh pada Ibu, "Pasti Nia yang ngajarin nunda punya anak?"     

Ibu tersenyum, "Bagus kan, Oma? Jadi bisa fokus belajar dulu."     

"Tapi Oma udah tua."     

"Oma masih sehat kok."     

Aku mendengar percakapan mereka dalam diam sambil menggeser tubuh ke samping agar tak terlalu dekat dengan Astro. Sepertinya dia sedang menahan diri untuk tak menatapku sekarang.     

Kami pulang saat hari hampir senja. Pak Deri yang menyetir mobil. Oma dan Ibu duduk di kursi tengah, sedang membicarakan segala keperluan katering dan rencana menjenguk teman lama.     

Sementara Astro dan aku duduk di kursi belakang yang telah dipasang gorden di jendela. Kami duduk saling berjauhan, menepi ke ujung jendela hingga ada ruang cukup seandainya ada satu orang yang duduk di antara kami.     

Aku menoleh untuk menatapnya yang sedang berkutat dengan handphone. Dia sedang bermain game entah apa. Sepanjang hari ini dia lebih banyak diam. Entah apa yang ada di dalam pikirannya sekarang.     

Aku mengeluarkan handphone-ku dari saku dan mengarahkan kamera ke arahnya. Aku mengambil beberapa fotonya yang terlihat serius sekali. Tiba-tiba handphone-ku bergetar. Ada pesan darinya yang membuatku merasa heran.     

Astro : Kalau mau foto bareng bilang. Jangan candid aku sendirian, tapi jangan duduk terlalu deket     

Aku menoleh ke arahnya yang masih berkutat dengan handphone-nya. Sepertinya dia sudah selesai bermain. Handphone-ku bergetar kembali.     

Astro : Aku ga mau deket-deket kamu. Nanti aku kelepasan     

Aku tersenyum membaca pesan darinya. Kami begitu dekat. Bahkan duduk bersebelahan, tapi kami berkirim pesan seperti dua orang yang hanya saling mengenal di dunia maya. Aku akan menggodanya sebentar.     

Aku : Siapa ya?     

Aku bisa melihat Astro menoleh padaku di sudut penglihatanku, membuatku menoleh padanya. Alisnya terlihat mengernyit mengganggu.     

Astro : Jangan ngeledek ya, Calon Nyonya Astro     

Aku hampir saja tertawa saat membacanya. Andai saja tak ada Oma dan Ibu di depan kami, mungkin aku sudah tak mampu menahan diri.     

Aku : Masih calon     

Astro : Beberapa bulan lagi beneran jadi Nyonya Astro     

Aku : Aku ga mau dipanggil begitu. Aneh     

Astro : Aku tetep akan panggil kamu "Honey" kok     

Aku : Aku lebih suka kamu panggil aku "Nona"     

Astro : Udah banyak yang manggil kamu "Nona". Aku mau panggil kamu "Honey". Cuma aku satu-satunya orang yang boleh manggil kamu begitu     

Aku menoleh untuk meneliti ekspresinya. Dia sedang tersenyum menatap handphone-nya. Seperti itukah ekspresinya saat berkirim pesan denganku?     

Aku : Kita aneh banget chatting sebelahan begini     

Astro : Dari pada aku ga tahan buat sentuh kamu. Nanti kamu ngoceh minta aku minum jamu     

Aku : Kamu beneran ga pulang lagi sampai selesai ujian semester?     

Astro : Iya. Deadlineku banyak banget. Makanya kamu puas-puasin liatin aku sekarang. Kamu bakal kangen banget sama aku nanti     

Aku : Bukannya kamu yang bakal kangen banget sama aku?     

Kami menoleh ke arah satu sama lain. Tatapan mata kami bertemu.     

"I love you." ujarku tanpa mengeluarkan suara. Aku cukup yakin dia bisa membaca gerak bibirku.     

Astro menatapku sendu, "I love u too, Honey."     

Dia mengucapkannya tanpa suara. Kenapa kami seperti sepasang kekasih yang sedang menjalin hubungan sembunyi-sembunyi? Beginikah rasanya hubungan Bunda dan Ayah saat masih muda dulu?     

Astro menggeser duduknya mendekat padaku, membuat jantungku berdetak lebih kencang. Aku memberinya isyarat untuk berhenti. Sepertinya dia terkejut saat menyadari jarak kami hanya tinggal beberapa jengkal tangan. Aku baru saja menduga mungkin selama ini dia kesulitan menahan diri karena tubuhnya bergerak sendiri.     

Mungkinkah hal seperti itu terjadi?     

Dia menggeser duduknya menjauh dariku. Kembali ke tempat yang tadi dia tinggalkan. Handphone-ku bergetar. Ada pesan darinya.     

Astro : Apa aku bilang? Aku ga mau deket-deket kamu. Nanti aku kelepasan     

Aku : Jangan bilang kamu ga mau pulang karena mau ngehindarin aku?     

Astro tak membalas pesanku. Aku menoleh padanya yang terdiam menatapi handphone di tangannya. Sepertinya dugaanku benar.     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel ini TIDAK DICETAK.     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLU.SIF & TAMAT di aplikasi WEBNO.VEL. Pertama kali dipublish online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEB.NOVEL, maka kalian sedang membaca di aplikasi/web.site/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.     

Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Banyak cinta buat kalian, readers!     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.