Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Gosip



Gosip

2Aku : Aku minta alamat kamu ya. Ada titipan dari Teana. Tadinya dia masih ngarep mau ngasih sendiri ke kamu di konser, tapi kamu beneran ga dateng     

Donna : Faza, maaf ini Tante yang bales. Donna lagi istirahat di rumah sakit udah beberapa hari ini. Nanti Tante kirim alamat rumah kalau kita udah pulang ya. Tante khawatir di rumah ga ada orang buat terima paket     

Aku : Donna sakit apa, Tante?     

Donna : Dokter bilang kecapekan. Ga pa-pa kok. Cuma perlu istirahat aja     

Aku menatap layar handphone dengan perasaan gelisah. Mama Donna tak mungkin tak tahu Donna menggugurkan kandungannya, bukan? Namun bagaimana jika mamanya benar-benar tak tahu? Haruskah aku yang memberi tahu?     

Mungkin akan lebih baik jika aku diam dulu. Aku tak tahu bagaimana kondisi Donna yang sebenarnya saat ini. Aku tak ingin salah bersikap dan membuat masalah baru.     

"Jangan bengong. Kamu yang minta kita ngumpul di sini." ujar Zen sambil menyodorkan sebotol minuman isotonik untukku. Kami berlima, dengan Daniel, Bian dan Nina sedang berkumpul di salah satu sudut halaman gedung fakultas.     

"Sorry, temenku sakit."     

"Siapa?"     

"Donna."     

Zen menatapku dengan tatapan ingin tahu, tapi tak bertanya apapun lagi. Kurasa aku tak perlu memberitahunya apapun.     

"Aku minta kita ketemu karena mau minta tolong. Kalau bisa." ujarku untuk memulai percakapan.     

"Minta tolong apa, Za?" Nina bertanya.     

"Kalau ada gosip apapun tentang aku, bisa kalian bilang ke aku?"     

Mereka saling bertatapan dalam diam. Selama beberapa minggu ini mereka memang lebih memilih percaya padaku dibandingkan dengan berbagai berita di media internet, tapi mereka tak memberitahukan desas-desus apapun yang beredar di sekitar kami.     

Mungkin mereka tak ingin aku lebih tertekan atau mungkin mereka hanya tak begitu peduli dengan desas-desus yang ada. Aku hanya berpikir mungkin mereka akan lebih membantu saat mereka memberi tahu padaku berita apa yang beredar di kampus.     

Pak Deri memang berkeliling selama aku berada di kelas, ada Lyra dan Rommy juga. Entah kenapa aku tetap merasa mungkin teman-temanku bisa mengetahui hal-hal yang tidak mereka ketahui.     

"Sorry sebelumnya, tapi aku sendiri emang sengaja ga bilang. Soalnya kebanyakan gosipnya hoax. Nanti malah bikin kamu tambah kepikiran." ujar Bian.     

"Aku ga pa-pa kok. Thank you karena udah peduli, tapi aku bener-bener pengen tau apa yang diomongin orang-orang."     

"Bukannya kamu justru buang waktu?" Daniel bertanya.     

"Buang waktu?"     

"Omongan orang ga perlu terlalu dipikirin kali, Za. Asal kamu bener, anggap aja omongan mereka ga ada."     

Daniel benar, tapi ada satu hal yang dia tak tahu. Sejak Astro mengejar mobilku, aku berpikir mungkin akan lebih baik jika aku mengetahui desas-desus yang ada untuk meminimalisir kejadian tak terduga seperti dikejar orang tak dikenal.     

"Sebenernya aku denger ada beberapa kakak tingkat sempet ngomongin kamu beberapa hari lalu." ujar Nina.     

Aku menatap Nina dalam diam dan menunggunya menyelesaikan kalimatnya.     

"Aku ga yakin sih aku harus bilang atau ga, tapi mumpung kamu nanya aku kasih tau aja ya. Ada ... satu kakak tingkat, kayaknya dia suka banget sama Astro. Follower-nya Astro kayaknya. Dia ngebelain Astro gitu sih. Setauku ada beberapa orang yang dia tegur gara-gara ngomong jelek soal Astro. Sebenernya bagus juga sih. Masalahnya ... dia kayaknya ga suka kamu deh."     

Aku berusaha mencerna kalimat Nina dalam diam. Ada seseorang yang menyukai Astro dan tidak menyukaiku. Kurasa aku bisa mengerti.     

"Maksud kamu Gisel?" Bian bertanya pada Nina, yang membuatku menoleh padanya.     

Nina mengangguk, "Iya, Gisel. Dia lumayan populer sih, tapi aku ga yakin kamu kenal dia atau ga soalnya kamu selalu pulang abis kuliah."     

Aku memang tidak mengenal siapapun bernama Gisel karena hanya datang ke kampus untuk mengikuti jalannya perkuliahan dan akan langsung pulang mengerjakan pekerjaanku yang lainnya.     

"Kayaknya kamu harus hati-hati sih kalau emang bener Gisel." ujar Daniel.     

"Kenapa?"     

"Dia anak orang kaya. Orang tuanya dikenal punya proyek perumahan di sekitar sini. Dia jadi semacem anak manja gitu. Semua maunya dia harus diturutin."     

Entah kenapa tiba-tiba aku mengingat Angel. Sepertinya mereka memiliki kepribadian yang mirip.     

"Tapi dia ga pernah ngelakuin apa-apa selama ini." ujarku yang membuat mereka semua saling bertatapan. Walau ada sensasi aneh yang menyelinap di dalam hatiku.     

"Semoga aja dia ga ngapa-ngapain, tapi kamu harus tetep waspada sih menurutku." ujar Bian.     

"Selama sopir kamu masih jagain kayaknya aman." ujar Daniel.     

Aku menatap Pak Deri yang sedang duduk di bawah pohon tak jauh dari tempat kami berkumpul. Aku akan bicara padanya untuk lebih berhati-hati nanti.     

"Ada lagi yang mau kamu obrolin, Za? Kalau ga ada aku mau pulang sekarang. Sorry, soalnya abangku minta dianter ke bandara." ujar Bian.     

Aku menggeleng, " Itu aja kok. Sorry ya, jadi ganggu waktu kalian."     

"Ah, ga ganggu kok. Nanti kalau aku denger ada gosip tentang kamu, aku bilang deh." ujar Bian sambil bangkit.     

"Nanti kalau aku denger gosip aku laporin ke kamu, Za." ujar Nina yang juga ikut bangkit.     

"Kalian mau pulang bareng?" Zen bertanya.     

"Kamu ga tau kalau mereka berdua jadian?" Daniel bertanya.     

Nina dan Bian terlihat salah tingkah, tapi Bian mulai melangkah menjauh dengan Nina yang mengikutinya.     

"Nanti aku traktir kalau honor logo-ku udah keluar." ujar Bian sambil menggenggam tangan Nina. Nina terlihat malu-malu, tapi mengikuti langkah Bian menjauh.     

"Aku juga cabut. Mau latihan band bentar lagi. Nanti aku kasih tau kalau ada info." ujar Daniel.     

Aku mengangguk, "Thank you, Dan."     

Daniel bangkit dan melambai pada kami. Dia segera menghilang karena langkah kakinya cepat sekali.     

Aku menoleh ke arah Zen, "Kamu?"     

"Aku mau ke ruang BEM sebentar lagi."     

"Mau batalin keanggotaan?"     

"Liat nanti deh. Belakangan ini aku ga sibuk. Mungkin aku bisa ikut organisasi."     

Aku mengangguk. Mungkin jika aku tak memiliki begitu banyak pekerjaan, aku juga akan mengambil kegiatan di organisasi.     

"Kamu kalau udah nikah, mau LDR?" Zen tiba-tiba bertanya.     

"Aku pindah ke Surabaya."     

Zen terkejut, "Kamu pindah ke ITS?"     

Aku mengangguk.     

"Kuliah kamu di sini sia-sia?"     

"Kenapa sia-sia?"     

"Anak pindahan harus ngulang satu tahun di sana. Dari pada kamu ngulang mending kamu jadi MABA aja lagi tahun depan."     

Kalimatnya memberikan pemahaman baru untukku. Sepertinya aku harus membahas ini bersama Astro.     

"Tapi kamu nikah juga belum tau kapan kan?" Zen bertanya.     

"Beberapa bulan lagi."     

"Nikah ga bisa mendadak, Faza. Kakak aja pusing ngurusin macem-macem dari awal tahun."     

"Semuanya lagi disiapin kok."     

Zen menatapku tak percaya. Sepertinya dia tak sanggup mengatakan apapun.     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel ini TIDAK DICETAK.     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLU.SIF & TAMAT di aplikasi WEBNO.VEL. Pertama kali dipublish online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEB.NOVEL, maka kalian sedang membaca di aplikasi/web.site/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.     

Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Banyak cinta buat kalian, readers!     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.