Penggemar
Penggemar
Di layar handphone-nya terdapat sebuah akun yang mengunggah foto Astro yang sepertinya diambil secara sembunyi-sembunyi. Dengan judul : Semangat Astro. Aku yakin kamu ga salah. Kamu adalah cowok paling baik yang pernah ada. Aku sengaja dateng ke pengadilan buat ngasih semangat jadi kamu ga boleh nyerah (dengan banyak emoji cinta)
Aku mengecek nama pemilik akun : Giselabhiyoga. Sepertinya aku tahu siapa dia, tapi bagaimana mungkin dia menggunakan nama belakang Astro di belakang namanya? Hal ini membuat kepalaku terasa berdenyut mengganggu.
Aku mengembalikan handphone Nina tanpa mengatakan apapun dan sepanjang hari konsentrasiku menguap entah ke mana. Aku tahu Gisel mungkin hanya seorang penggemar, tapi dia membuat hatiku gelisah. Mengingat dia sengaja pergi ke pengadilan, bagaimana jika dia mengikuti Astro sampai ke Surabaya? Entah kenapa bulu halusku meremang hanya dengan membayangkannya.
Aku segera membereskan barang-barang saat dosen keluar. Aku berusaha menelpon Astro saat masih duduk di kursi, tapi tidak diterima.
"Sorry, aku duluan ya." ujarku pada beberapa teman yang duduk di sampingku sambil beranjak pergi. Aku mempercepat langkah dan tanpa sadar sudah berlari sambil terus berusaha menelepon Astro.
Masih tak ada jawaban.
"Buru-buru banget, Non?" Pak Deri bertanya saat aku sampai di depan gedung fakultas.
"Sempet ga kalau kita ke pengadilan sekarang?"
Pak Deri menatapku bingung, "Saya kurang tau. Non Faza mau ketemu den Astro?"
"Kalau bisa."
"Saya coba nyetir lebih cepet ya, Non. Mungkin masih bisa."
Aku mengangguk. Langkah kaki kami begitu cepat hingga aku telat menyadari perempuan yang baru saja berpapasan denganku di parkiran. Aku menghentikan langkah dan menoleh.
Itu Gisel. Jika dia berada di sini, mungkin aku sudah terlambat untuk menemui Astro di pengadilan. Walau aku bersyukur dia tak menguntit Astro ke Surabaya.
"Ayo, Non." ujar Pak Deri yang membuyarkan lamunanku. Ternyata kami sudah berada di sebelah mobilku.
"Mm, ga usah ke pengadilan, Pak. Kita ke toko aja." ujarku sambil membuka pintu tengah dan duduk.
Entah kenapa, terasa seperti setengah nyawaku melayang saat ini. Aku berusaha menelepon Astro kembali. Untunglah dia menerimanya.
"Hai, Honey. How was your day (Gimana hari kamu)?" ujarnya dengan suara jernih yang terdengar menyenangkan. Sepertinya proses sidangnya kali ini sukses.
"I have a bad day, I guess (Buruk kayaknya)."
"Aku video call ya."
Aku tak mengatakan apapun, tapi Astro memutus sambungan telepon dan mengirimiku video call sesaat setelahnya. Aku menerimanya. Wajahnya terlihat bersemangat, dengan senyum menggodanya yang biasa. Hanya dengan melihatnya seperti ini bisa membuatku merasa begitu lega.
"Kenapa kamu bad mood?"
Aku menggeleng sambil tersenyum, "Udah ga bad mood kok."
"Cepet banget?" dia bertanya dengan alis mengernyit mengganggu.
"Udah liat kamu, jadi bad moodnya ilang."
Astro mengalihkan tatapan dariku, "Kita sempet ke toko Lavender's Craft ga Jian?"
"Ga bisa, Astro. Udah mepet." terdengar suara Jian yang entah berada di mana.
Astro menatapku dengan tatapan sendu, "Sorry, aku ga bisa ke sana."
"It's okay. Tadinya aku mau ke pengadilan, tapi kayaknya ga sempet."
"Kamu mau ke pengadilan? Ngapain?"
"Ada perempuan upload foto kamu. Dia ke pengadilan tadi. Ngasih kamu semangat katanya."
"Siapa?"
"Gisel Abhiyoga."
Astro menatapku dengan tatapan menyelidik, "Siapa?"
"Akun-nya Giselabhiyoga, Astro. Kamu bisa cek sendiri."
Astro mengalihkan tatapan dariku, lalu alisnya mengernyit saat kembali menatapku.
"Ketemu?"
"Kayaknya aku liat dia tadi, tapi dia cuma liatin aku dari jauh."
Aku tak memiliki kalimat apapun untuk menanggapinya. Jika Gisel tak cukup memiliki keberanian untuk mendekat, mungkin dia tidak berbahaya.
"Kamu cemburu?" Astro bertanya di tengah keheningan kami.
"Ga. Aku cuma khawatir dia ngikutin kamu ke Surabaya."
"Aku lebih seneng kalau kamu bilang kamu cemburu." ujarnya kecewa.
Aku tersenyum lebar. Dia masih saja sama seperti beberapa bulan lalu, saat dia begitu menuntutku untuk cemburu padanya.
"Kamu udah makan brownies dariku?" aku bertanya untuk mengalihkan pembicaraan kami.
"Aku baru makan satu potong, tapi aku udah abisin sup udang asam manis sama kimbap buat sarapan sebelum sidang tadi. Enak banget. Thank you, Honey."
"Kamu ga sarapan sebelum berangkat?"
"Ngapain aku sarapan sebelum berangkat kalau kamu masak buat aku? Nanti aku kekenyangan."
"Tapi kamu jadi telat makan, Astro."
"Aku sehat kok. Aku kan minum vitamin."
"Tapi tetep ga boleh telat makan. Kamu udah janji."
Astro terdiam sebelum bicara, "Gimana kalau kamu masak buat aku setiap hari? Minta pak Said nganter ke Surabaya?"
Aku menatapnya tak percaya, "Kamu mau nyiksa Pak Said? Bawa mobil dari sini ke Surabaya empat jam, Astro."
Astro tak mengatakan apapun walau aku tahu dia kecewa.
"Gimana sidangnya tadi?"
"Bagus. Cokro jadi tersangka sekarang. Kalau lancar, mungkin beberapa kali sidang lagi aku bisa bersihin nama."
Aku lega mendengarnya. Aku belum mengecek arus berita hari ini karena terlalu mengkhawatirkan Gisel dan baru mengingat sesuatu, "Kamu udah tau ada pertemuan dua minggu lagi?"
"Aku tau, tapi aku ga bisa pulang. Kamu bisa dateng bareng Denada kalau kamu mau. Akan lebih baik buat kamu punya banyak kegiatan sebelum kita nikah. Kalau kamu ikut aku ke Surabaya, kamu akan sibuk adaptasi di lingkungan baru nanti."
Astro benar, tapi datang ke pertemuan tanpanya akan terasa berbeda. Lagi pula, akan lebih baik jika aku mengerjakan pekerjaan yang lain dibandingkan datang ke pertemuan tanpanya.
"Nanti aku pikirin deh." ujarku pada akhirnya.
"Inget aku pernah bilang kalau kamu harus belajar tanpa aku? Kamu harus bisa." ujarnya dengan tatapan yang hangat.
Aah, aku merindukannya.
"I'll try."
"Kamu pasti bisa kok."
Aku menundukkan pandangan. Aku lebih suka jika dia bersamaku. Tanpanya segalanya terasa berbeda.
"Aku udah di bandara. Nanti malem aku video call kamu lagi ya."
Kurasa aku tak memiliki pilihan lain selain mengangguk. Tiba-tiba aku merasa bersalah karena memintanya untuk tidak menyentuhku. Aku masih berpikir dia menghindari bertemu denganku karena dia tak ingin menyentuhku tanpa sengaja.
"Jangan banyak pikiran begitu. Aku ga bisa pinjemin tanganku sekarang."
"I'm sorry."
Astro menghela napas, "Beberapa bulan ga lama."
"Coba liat siapa yang ngomong? Kan kamu yang dari kemarin bahas nikah terus."
"Aku kan laki-laki." ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa.
"Menurut kamu perempuan ga boleh ngarep nikah juga?"
Sial, apa yang baru saja keluar dari mulutku? Melihat rona merah menyebar di wajahnya membuatku merasa malu.
"Beberapa bulan lagi, Honey. Aku janji." ujarnya dengan mantap.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel ini TIDAK DICETAK.
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLU.SIF & TAMAT di aplikasi WEBNO.VEL. Pertama kali dipublish online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEB.NOVEL, maka kalian sedang membaca di aplikasi/web.site/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.
Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Banyak cinta buat kalian, readers!
Regards,
-nou-