Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Jendela



Jendela

2Aku menitipkan semua pesanan Astro pada Pak Said. Kupikir akan lebih baik jika kami tak bertemu dulu untuk sementara. Astro tak membalas pesan yang kukirimkan padanya tadi pagi. Aku tahu dia membacanya walau tak membalas pesanku.     

Aku juga berkali-kali memberi panggilan video call padanya, tapi sepertinya dia mengabaikanku walau aku masih mendapatkan laporan jalannya sidang dari Jian. Astro mungkin sedang merasa kesal padaku saat ini hingga tak menghubungiku sama sekali.     

Aku sampai di galeri bersamaan dengan Zen dan Kak Sendy. Sudah ada lima orang yang datang. Semuanya adalah anggota klub lukis di SMA kami, termasuk Reno.     

"Berita kalian bikin heboh kampusku." ujar Reno sambil menghampiriku.     

"Tapi udah mendingan kan? Maksudku beritanya ga jelek lagi?"     

"Iya sih. Itu yang di depan bukannya sopirnya Astro?"     

"Iya itu Pak Deri. Pak Deri jadi sopirku sementara ini."     

"Astro bener-bener tau caranya jagain kamu dari pengganggu ya."     

Aku hanya tersenyum karena Reno benar. Astro memang selalu mencari cara untuk melindungiku. Sepertinya aku harus meminta maaf padanya karena menolak bertemu dengannya di pengadilan.     

Kami melanjutkan sesi dengan saling memberi informasi kegiatan masing-masing dan memutuskan jadwal baru untuk bertemu di galeri. Untuk sementara, jadwal barunya adalah hari kamis sore.     

Kami menghabiskan hari dengan melukis di tempat yang kami pilih sendiri. Tempat melukisku masih sama dengan minggu lalu, di sebelah jendela besar, dengan Zen yang duduk di sebelahku.     

Sedang hujan di luar, membuatku memikirkan bagaimana Astro saat ini. Mungkin dia sedang dalam perjalanan pulang ke Surabaya. Membayangkan sosoknya membuatku melukis dirinya sedang di dalam mobil dan menatap ke luar jendela yang kebasahan terkena air hujan. Sepertinya aku baru saja membuat keputusan bodoh karena tak memanfaatkan waktu untuk bertemu dengannya.     

Aku melirik jam di lengan, pukul 15.54. Aku menoleh ke arah Zen yang sedang melukis mamanya di bawah pohon sakura.     

"Bagus." ujarku tiba-tiba, membuatnya menoleh padaku.     

"Lukisan Astro juga bagus."     

Aku tersenyum singkat, hanya untuk sopan santun. Andai saja dia melihatku melukis Astro beberapa bulan lalu, mungkin dia sudah sangat cemburu. Aku bersyukur sekarang dia terlihat jauh lebih tenang.     

"Aku sama mama mau ke Jepang abis semester ini. Mau nemenin nenek pulang."     

Aku tak memiliki kalimat apapun untuk menanggapinya, maka aku hanya diam. Aku memang memiliki Nenek Agnes yang juga tinggal di Jepang, tapi entah bagaimana kabarnya. Aku bahkan tak yakin apakah Nenek Agnes bisa datang saat aku menikah. Apa pula yang akan Nenek pikirkan saat tahu cucunya akan menikah di usia yang masih begitu muda?     

"Mau aku bawain oleh-oleh?" Zen bertanya.     

Aku menggeleng, "Ga perlu, Zen. Ga perlu repot-repot. Oleh-oleh dari Kak Liana kemarin aja banyak banget."     

"Mama pasti maksa ngasih kamu sama opa oleh-oleh sih."     

"Ga perlu repot begitu." ujarku sambil mengalihkan tatapan kembali ke lukisan di hadapanku.     

"Aku inget kamu pernah bilang kamu punya nenek di sana. Kamu ..." ucapan Zen terhenti karena pintu ruangan terbuka dengan keras secara tiba-tiba. Ada Astro dengan rambut dan pakaian setengah basah, sedang berjalan ke arahku.     

Sedang apa dia di sini? Bukankah seharusnya dia sudah sampai di Surabaya? Seingatku handphone-ku sudah tak bergetar selama beberapa lama, tepat setelah aku selesai menerima laporan dari Jian. Jantungku berdetak kencang sekarang.     

Aku bangkit saat dia sampai di sebelahku. Dia mengamit tanganku dan mengajakku keluar ruangan.     

"Kamu kenapa di sini?" aku bertanya dengan suara pelan, hampir berbisik.     

Astro tak mengatakan apapun, tapi mengajakku masuk ke ruangan lain tepat di sebelah ruang melukis. Dia memelukku dan mengecup dahiku lama sekali. Terasa seperti seisi ruangan berhenti bernapas sedangkan detakan jantungku bisa terdengar oleh seisi gedung. Aku berusaha mendorongnya menjauh, tapi dia bergeming.     

"Lama banget sih keluarnya? Aku nungguin kamu dari tadi." ujarnya tiba-tiba, masih mendekapku di pelukannya.     

"Aku pikir kamu udah di Surabaya. Ngapain kamu ke sini?"     

"Aku kangen. Ga boleh?"     

Sepertinya wajahku memerah. Entah bagaimana kami berdua terlihat di depan yang lain sesaat lalu. Aku tak akan sanggup menatap siapapun saat aku kembali nanti.     

"Aku pikir kamu marah. Chat sama video call dariku aja kamu cuekin." ujarku yang memberanikan diri untuk mendongak dan menatapnya. Coba lihat wajahnya. Merona merah sekali.     

"Kenapa kamu ga dateng?" tiba-tiba saja dia bertanya.     

"Aku ga mau kamu begini." ujarku jujur. Aku khawatir kami akan sulit melepaskan diri jika terlalu sering bertemu. "Kamu udah berapa kali langgar janji? Padahal dulu kamu selalu nepatin janji."     

Astro menatapku dengan tatapan menderita, "Aku kan cuma peluk."     

"Tapi kamu udah janji. Kayaknya emang lebih bagus kamu ga pulang dulu."     

Astro menatapku tak percaya, "Segitu ga maunya kamu aku sentuh?"     

"Aku ga pernah bilang ga mau, tapi bukan sekarang. Nanti kalau kita udah nikah. You said I'm precious to you (Kamu yang bilang aku berharga buat kamu). Apa aku udah ga berharga lagi buat kamu sekarang?"     

Astro menatapku dalam diam. Sepertinya dia sedang mencerna kalimatku sesaat lalu.     

"Deadline yang mana yang kamu tinggalin buat nemuin aku?"     

Astro masih terdiam.     

"Aku seneng kamu mau bela-belain ketemu aku, tapi kalau bikin deadline kamu berantakan kamu ga perlu ketemu aku dulu. Kalau janji kamu nikahin aku beberapa bulan lagi bener, kamu pasti bisa nunggu. Cuma beberapa bulan kan?"     

Astro mendekap kepalaku, lalu mengecup puncak kepalaku lama sekali sebelum menghela napas dan melepasku menjauh darinya, "I'm sorry, Honey."     

Aku menggeleng, "Thank you."     

Kami saling menatap dalam diam selama beberapa lama. Aku tersenyum melihatnya begitu kuat menahan diri untuk tidak menarikku mendekat lagi padanya.     

"Kenapa senyum-senyum begitu? Ngeledek ya?"     

"I'm all yours if we married (Aku milik kamu kalau kita udah nikah), Astro. Tahan diri kamu sebentar."     

Wajahnya yang sudah merona merah menjadi semakin merah hingga dia mengalihkan tatapan ke jendela. Dia imut sekali. Aku akan membiarkannya mengelola perasaannya lebih dulu.     

Aku tak yakin kenapa dia begitu berani bertindak sejauh ini, tapi sepertinya permintaanku pada Opa untuk memeluknya setelah dia melamarku lah yang menjadi penyebabnya. Andai aku tak pernah memintanya, mungkin dia tak akan kesulitan menahan diri.     

Astro kembali menatapku, "Jaga diri kamu beberapa bulan ini. Makan yang banyak. Ga boleh sakit. Jangan ngelirik laki-laki lain."     

Aku tertawa. Dia masih saja kekanakan.     

Astro menatapku dengan tatapan menderita, "Gimana caranya aku tahan ga peluk kamu coba? Kamu cantik banget."     

"Dulu kamu bisa. Sekarang juga pasti bisa. I trust you (Aku percaya sama kamu). Semangat ya, Tuan Astro. Cuma beberapa bulan kok." ujarku dengan senyum manis.     

"Rrgh!!"     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel ini TIDAK DICETAK.     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLU.SIF & TAMAT di aplikasi WEBNO.VEL. Pertama kali dipublish online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEB.NOVEL, maka kalian sedang membaca di aplikasi/web.site/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.     

Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Banyak cinta buat kalian, readers!     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.