Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Barter



Barter

0"Kan aku udah bilang ga usah ke rumah kalau kamu cuma mau numpang ngerjain deadline." ujarku sambil menatap Astro sebal. Kami sedang berada di kursi panjang teras belakang sore ini dan dia sudah berkutat dengan laptop selama hampir setengah jam berlalu.     

Astro menoleh dan memberiku senyum menggodanya yang biasa, "Kamu ga bisa disentuh juga. Mau ngapain lagi?"     

"Kan kita bisa ngobrol. Kalau kamu sibuk ngerjain deadline begitu aku ke kamar aja." ujarku sambil beranjak.     

"Tunggu!" ujarnya sambil menahan lenganku agar tetap duduk.     

"Tangan kamu, Astro."     

"Rrgh, tapi jangan pergi."     

Aku memberinya tatapan tajam sampai dia melepas lenganku.     

Dia mematikan laptop dan menaikkan kaki ke kursi, lalu duduk bersila menghadapku, "Mau ngobrol apa, Honey?"     

"Kasih tau aku tanggal nikah kita."     

Astro memberiku senyum menggodanya yang biasa, "Mau kasih aku apa kalau aku kasih tau kamu tanggal nikah kita?"     

"Seriously?"     

Astro menatapku dalam diam. Senyumnya terlihat menyebalkan sekali.     

Aku menatapnya sebal, "Yang mau nikah kan bukan cuma kamu."     

"Aku masih nunggu barter dari kamu, Honey."     

"Aku udah kasih kamu lukisanku kemarin. Ayo kasih tau."     

"Itu ga keitung. Kamu kan maksa dikasih taunya sekarang."     

Uugh, dia benar-benar menyebalkan. Bagaimana mungkin seorang pengantin tak tahu kapan tanggal pernikahannya sendiri?     

"Kamu maunya apa?" aku bertanya pada akhirnya.     

Astro menatapku lekat, "Mulai besok ga usah dandan kalau dateng ke pertemuan. Pakai gaya kamu yang biasa aja."     

Aku menatapnya tak percaya, "Mereka bakal mikir apa ke kamu nanti kalau ..."     

"Aku ga pernah masalah sama itu." ujarnya yang memotong ucapanku.     

Aku tahu dia tak pernah keberatan dengan bagaimana penampilanku. Aku hanya tak yakin semua orang di sana akan sependapat dengannya, "Tapi ..."     

"Aku mau mereka liat kamu yang biasanya. 'Kamu' yang bikin aku jatuh cinta."     

"Maksudnya kamu ga suka liat aku dandan?" pertanyaan itu meluncur begitu saja. Aku tahu dia selalu menyukai apapun yang kupakai. Dia bahkan terang-terangan mengatakan dia menyukai penampilanku.     

"Aku suka, tapi cuma boleh buatku."     

Aku menatapnya tak percaya, "Aku cuma boleh dandan buat kamu?"     

Ada rona merah menyebar di wajahnya. Sepertinya dugaanku tepat sekali.     

"Ga mungkin, Astro. Aku pasti dandan kalau ada acara. Ga mungkin kan aku pakai celana jeans sama kaos ke nikahan orang? Atau ke acara wisuda? Atau ... acara semacamnya?"     

Astro menatapku dalam diam. Sepertinya dia mulai lihai menggunakan jurus diamnya beberapa waktu belakangan ini.     

"Ga mungkin." ujarku untuk memberi keputusan.     

"Ya udah kalau ga mau. Kamu ga perlu tau tanggal nikah kita."     

Kenapa dia sering sekali sengaja membuat keputusan aneh seperti ini? Dia benar-benar menyebalkan.     

"Lagian kita nikah nanti kan ga mungkin aku pakai celana jeans sama kaos. Buat apa kita pesen tiga kebaya kalau kamu ga bolehin aku dandan buat diliat orang lain? Kamu aneh banget."     

"Aku cuma minta kamu ga dandan ke pertemuan, Honey." ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa.     

"Tapi tadi kamu bilang kamu maunya aku dandan buat kamu aja."     

"Iya, tapi aku minta kamu ga perlu dandan buat ke pertemuan. Pakai baju yang biasa aja. Ga perlu dandan atau pakai dress."     

Sebetulnya apa yang dia inginkan? Dia membuatku bingung.     

"Besok aja kan?" aku bertanya.     

"Ke pertemuan-pertemuan selanjutnya juga. Aneh kan kalau besok kamu pakai celana jeans belel sama kaos kalau di pertemuan selanjutnya kamu pakai dress lagi?"     

"Bukannya justru aneh kalau besok aku pakai celana jeans belel padahal biasanya pakai dress?"     

Astro menggeleng, "Kalau ga mau ya udah. Aku ga akan kasih tau tanggalnya."     

"Serius, Astro."     

"Aku serius."     

Aku menghela napas, "Fine."     

Astro memberiku senyum menggodanya yang biasa, "Dua hari sebelum aku masuk kuliah lagi."     

Apa yang baru saja kudengar? Dua hari sebelum dia masuk kuliah? Yang benar saja? Walau begitu, sepertinya dia serius karena senyum menggodanya semakin lebar dan terlihat sedang sengaja membuatku kesal.     

"Kamu ga mikir kalau itu terlalu mepet? Kita cuma punya waktu dua hari?"     

"Kita punya waktu seumur hidup." ujarnya dengan tatapan sendu, tapi senyum menggodanya masih terkembang di bibirnya.     

Aku tahu Astro benar, tapi waktu dua hari tetap terasa singkat sekali bukan?     

"Ada lagi yang mau kamu tanya?"     

Aku masih menatapnya tak percaya. Entah apa yang harus kukatakan padanya. Aku sudah menyerahkan keputusan di tangannya. Aku memang harus menerimanya saja, bukan?     

"Kalau gitu aku yang nanya. Kamu udah mikir mahar apa yang mau kamu minta?"     

Aku menggeleng, "Aku masih mikir."     

"Jangan kelamaan. Aku kan harus nyiapin. Ga mungkin kamu minta sekarang trus besok langsung ada."     

Dia benar. Sepertinya aku memang harus memikirkannya lebih matang.     

Kami hanya saling menatap dalam diam selama beberapa lama. Aku sedang berusaha menebak apa yang ada di pikirannya. Kurasa dia pun sama.     

"Kalau begini rasanya kayak balik ke jaman kita masih SMP." ujarnya tiba-tiba.     

"SMP?"     

Astro mengangguk, "Kita kalau ngobrol cuma liat-liatan. Aku mana berani pegang kamu. Aku khawatir kamu mikir aku lagi macem-macem."     

"Sekarang kamu ga khawatir kalau aku mikir kamu lagi macem-macem?"     

"Kamu mikir macem-macem juga udah terlanjur kan? Mau gimana lagi?"     

Entah bagaimana tiba-tiba aku mengingat berbagai adegan di novel dari Kak Liana. Novel yang sekarang kusembunyikan di belakang lemari.     

Astro menatapku dengan tatapan yang begitu intens, seolah tak membiarkan satu pun ekspresiku lepas darinya. Hingga membuatku menyadari wajahku mungkin sedang memerah sekarang.     

"Mau bahas yang lain? Aku ga kuat liat kamu malu-malu begitu. Pengen aku cubit." ujarnya.     

Aku tak sanggup mengatakan apapun. Aku mengalihkan tatapan ke ujung teras, di deretan pohon dekat kolam ikan koi milik Opa.     

"Honey."     

Aku hanya menggumam tanpa menoleh padanya. Aku tak sanggup menatapnya sekarang. Tidak saat berbagai adegan dalam novel membuatku berhalusinasi tentangnya.     

"Thank you."     

"Buat apa?"     

"Aku tau pasti susah buat kamu ninggalin rumah ini."     

Aku menundukkan wajah sebelum menatapnya kembali, "Kalau aku ga ikut, kamu pasti kangen aku setiap hari. Repot banget kan kalau kamu pulang pergi dari Surabaya ke sini?"     

"Bukannya kamu yang kangen banget? Repot banget kan kalau kamu minta aku pulang setiap hari?"     

"Oma bilang sih kasihan kamu kalau kamu jauh dari aku. Opa juga bilang begitu."     

"Aku beruntung kan punya calon mertua pengertian?"     

"Kamu beruntung karena ketemu aku. Jadi bisa punya calon mertua pengertian."     

"Kamu yang beruntung ketemu aku. Kalau ga ketemu aku mungkin kamu masih cengeng. Ngurung diri di kamar berbulan-bulan."     

Aku menatapnya dalam diam. Andai saja keluargaku tak meninggalkanku lebih dulu, mungkin aku sedang sibuk melukis di kamar atau membantu Bunda mengerjakan berbagai macam kerajinan. Atau mungkin aku sedang berkuliah di kampus almamater Ayah dan sedang jahil pada Fara yang sebentar akan menjalani ujian kelulusan SMA-nya.     

Namun sekarang segalanya berbeda. Aku hanya memiliki Opa dan Oma sebagai keluarga yang paling dekat denganku. Astro baru akan menjadi suamiku saat kami menikah dan keluarganya akan resmi menjadi keluargaku di saat yang sama. Aku tak akan mengeluh dengan keadaanku sekarang. Ini adalah keadaan terbaik yang bisa kuharapkan.     

"Sorry kalau aku bikin kamu sedih."     

Aku menggeleng, "Aku ga sedih, Astro. Aku bersyukur karena aku masih punya Opa, Oma dan kamu. Kalian bantu aku banyak selama ini. Thank you."     

"Kayaknya aku yang beruntung ketemu kamu. Perempuan mandiri, penuh passion, ga pernah mau ngerepotin orang lain. Kamu bikin aku ngerasa punya perempuan terbaik selama hidupku."     

Aku akan menggodanya sebentar, "Ngomong apa kamu? Kita nikah aja belum. Aku belum resmi jadi milik kamu, kamu tau?"     

Astro tersenyum lebar sekali, "Aku tau, tapi beberapa bulan ga lama kan?"     

Dia benar.     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel ini TIDAK DICETAK.     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLU.SIF & TAMAT di aplikasi WEBNO.VEL. Pertama kali dipublish online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEB.NOVEL, maka kalian sedang membaca di aplikasi/web.site/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.     

Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Banyak cinta buat kalian, readers!     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.