News
News
Berkali-kali mendapatkan ucapan selamat ternyata mampu membuat kepalaku berdenyut. Sepertinya aku memang lebih nyaman bicara dengan sedikit orang dibandingkan menghadapi banyak orang berkali-kali dalam waktu singkat.
"Aku ikut seneng Astro menang." ujar Wanda saat melihatku baru saja selesai berbincang dengan dosen.
"Kan aku bilang juga Astro ga mungkin begitu. Kalian aja ga percayaan." ujar Nina dengan kesal.
Caca menatapku ragu-ragu, "Sorry deh. Abis beritanya gencar banget bilang dia hamilin cewek. Kan aku jadi emosi."
Aku akan mengabaikan mereka. Aku sudah cukup mengulang topik yang sama sejak tadi pagi.
"Mau pulang kan, Za?" Zen bertanya.
Aku mengangguk, "Sorry, aku duluan ya."
"Titip salam buat Astro ya, Za. Sorry aku sempet mikir jelek." ujar Caca.
Aku hanya mengangguk dan berjalan bersama Zen keluar gedung. Masih ada banyak orang berbisik-bisik. Bahkan ada yang memanggilku dari kejauhan, tapi aku mengabaikannya. Aku mengikuti langkah Zen yang seolah sengaja dipercepat untuk menghindari orang-orang yang mengajakku bicara.
"Thank you, Zen." ujarku di tengah langkah kakiku.
Zen hanya menggumam, tapi tak mengatakan apapun hingga kami sampai di depan gedung hanya berselang sepuluh menit kemudian. Zen langsung menghentikan langkah tepat di sebelah Pak Deri yang terkejut dengan kedatangan kami yang tiba-tiba.
"Mending kamu cepet pulang. Kamu yang ditanyain banyak orang, tapi aku yang pusing." ujar Zen sambil melanjutkan langkah kaki ke parkiran.
"Non Faza mau langsung pulang? Ga ke toko dulu?" Pak Deri bertanya.
"Pulang aja, Pak."
"Baik, Non."
Kami melanjutkan langkah dalam diam. Aku langsung menghampiri mobilku saat sampai di parkiran. Aku baru saja akan melambaikan tangan pada Zen saat melihatnya membuka mobil untuk mengambil entah apa, lalu dia kembali berjalan ke arah gedung fakultas.
Dia membuatku merasa heran. Sudah dua kali dia bersikap seperti ini. Haruskah aku bertanya?
Handphone di sakuku bergetar saat aku baru saja duduk. Ada panggilan video call dari Donna. Aku menerimanya.
"Donna udah sehat?" aku bertanya saat melihat sosoknya sedang duduk di balkon apartemen. Raut wajahnya terlihat lebih baik dibanding terakhir kali saat dia mengaku baru saja menggugurkan kandungan.
"Udah, Za. Mama bilang kamu chat pas aku sakit. Aku udah baca chat-nya sih. Nanti aku kasih alamatnya ke kamu ya."
"Iya. Nanti paketnya langsung aku kirim soalnya Teana nanyain terus. Kalau kamu ada waktu kamu bisa coba video call dia juga, Don."
"Aku ... ga pede, Za. Tolong sampaiin makasih dariku ya."
"Okay, if you said so. Aku ... boleh nanya?"
Donna tersenyum lemah, "Kamu mau nanya apa mamaku tau aku gugurin kandungan?"
Aah, begitu mudahnya kah menebak pikiranku?
"Mama tau kok. Mama cuma ga tau kalau kamu tau juga."
Terasa seperti ada beban tak terlihat yang terbang dari dadaku. Aku lega mamanya ternyata tahu dan kemungkinan mamanya juga memberi dukungan positif untuknya.
"Sebenernya kemarin aku bukan sakit, Za. Aku ... nyoba minum racun, tapi cepet ketauan sama mama jadi dibawa ke rumah sakit dan ... aku masih hidup."
Ada kekecewaan mendalam di dalam tatapannya. Aku juga pernah ingin bunuh diri saat merasa begitu kesepian karena keluargaku meninggalkanku, tapi aku cukup beruntung karena masih memiliki kesadaran untuk terus hidup. Demi keluargaku juga.
"Aku udah denger berita perkembangan kasus Astro. Aku ikut seneng dia menang."
"Thanks, Don. Kamu harus jaga kesehatan. Kamu masih di masa pemulihan kan?"
Donna mengangguk, "Thank you udah perhatian sama aku."
"Kalau kamu punya masalah, kamu bisa cerita ke aku. Jangan simpen semua sendiri."
Donna tersenyum lebar sekali, "Ga salah kan Astro milih kamu? Kamu baik banget. Beda sama aku yang ..."
"Jangan mikir macem-macem. Itu udah lewat, Donna. Sekarang kamu harus lebih semangat."
Donna mengelap air mata yang merembes dengan lengannya sambil tertawa, "Thanks, Za. Nanti aku pulang kalau kamu nikah. Aku dapet undangan kan?"
"Aku baru kasih undangan kalau kamu janji mau mulai semuanya jadi lebih baik. Mulai sekarang kamu harus lebih sehat. Kamu harus bahagia karena mama kamu juga mau liat kamu bahagia, Donna."
"Berani ya kamu ngancem aku?"
"Aku ga ngancem, Don. Aku sayang sama kamu. Aku mau liat Donna yang biasanya, bukan yang sedih begini."
Terdengar suara seseorang memanggil Donna. Sepertinya penting.
"Makasih ya. Sorry, aku dipanggil mama. Nanti aku video call lagi. Salam buat oma sama opa. Aku kangen."
"Nanti aku sampaiin."
"See you, Za."
Panggilan video call terputus setelah aku mengangguk. Kuharap Donna benar-benar menjaga diri mulai saat ini.
Aku mengalihkan tatapan ke jendela di sampingku. Ada seorang anak perempuan, mungkin masih sekolah dasar, sedang menggendong seorang bayi dan meminta-minta pada pengendara. Aku membuka jendela mobil dan memberinya uang. Anak itu pergi sesaat setelahnya, tanpa ucapan terima kasih atau senyum.
Aku menutup jendela dan menghela napas. Betapa hidupku jauh lebih baik dibanding orang lain. Aku tak boleh mengeluh, bukan?
"Non Faza." terdengar Pak Deri memanggilku.
Aku menoleh, "Kenapa, Pak?"
"Bukannya mau menggurui sih, tapi mereka biasanya sengaja mangkal buat dapet belas kasihan orang."
Sepertinya aku tahu apa maksudnya, "Aku tau kok, Pak. Aku cuma pengen ngasih aja. Ibu bilang kalau mau ngasih ga perlu banyak mikir."
Pak Deri menggangguk. Sepertinya dia mengerti untuk tidak membahas hal ini lebih lanjut.
"Aku boleh nanya sesuatu sama Bapak?"
"Silakan, Non."
"Bapak dulu nikah umur berapa?"
Pak Deri terlihat terkejut dengan pertanyaanku, "Saya nikah umur 29 soalnya telat ketemu jodohnya. Kalau Non Faza kan udah ketemu den Astro dari dulu, jadi ga masalah kalau mau nikah muda."
Aku tak mampu menyembunyikan senyum di bibirku, "Apa ga kecepetan, Pak?"
"Menurut saya ga masalah. Ibu saya dulu nikah muda. Anaknya banyak, ada delapan. Semuanya sehat."
"Tapi kebanyakan temenku mungkin mikir kalau kita nikah terlalu muda."
"Anak muda sekarang kebanyakan mikir. Makanya maunya pacaran aja, Non. Dikira pacaran lebih enak karena ga harus tanggung jawab. Padahal pacaran abis nikah lebih seru. Kalau ngambek ga bisa lama-lama."
"Kenapa begitu?"
"Kalau ngambeknya kelamaan bisa ga dapet jatah, Non." ujarnya sambil tersenyum.
Sepertinya aku tahu apa maksudnya. Akan lebih baik jika aku menghindari topik ini dan memilih untuk diam. Seperti biasa, Pak Deri cukup tahu diri untuk tidak mengganggu.
Aku mengecek arus berita di situs peramban di handphone. Berita tentang Astro memenangkan gugatan hanya diunggah oleh segelintir media saja. Sepertinya prinsip "bad news is a good news (berita buruk adalah berita yang baik)" masih menjadi patokan berita hingga saat ini.
Aku menghela napas sebelum membuka semua pemberitahuan pesan yang kuabaikan, lalu mencari pesan dari Astro terlebih dulu, tapi tak ada pesan baru darinya. Aku mencoba memberinya panggilan video call, tapi dia tidak menerimanya. Mungkin dia sedang sibuk dengan orang-orang yang mengajaknya bicara atau sedang sibuk dengan semua deadline yang tertunda.
Aku bisa membayangkan betapa merepotkan menjadi dirinya. Dia bisa saja jatuh sakit saat mengurusi semua hal ini andai saja tubuhnya tak mendapat asupan gizi yang baik.
Kenapa pula aku memikirkan hal yang buruk? Aku seharusnya bersyukur karena dia mampu melewati semuanya dengan baik.
Aku memberinya sebuah pesan : Kabarin aku kalau kamu udah ga sibuk. Aku kangen banget
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel ini TIDAK DICETAK.
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLU.SIF & TAMAT di aplikasi WEBNO.VEL. Pertama kali dipublish online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEB.NOVEL, maka kalian sedang membaca di aplikasi/web.site/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.
Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Banyak cinta buat kalian, readers!
Regards,
-nou-