Menguap
Menguap
Beberapa hari ini sudah hampir tak ada yang mengajakku bicara tentang Astro. Bahkan orang-orang yang sempat bicara padaku hanya akan tersenyum singkat dan pergi saat berpapasan denganku.
"Kamu mau pakai reporter Hendry buat cari tau siapa yang nyuap media?" aku bertanya pada Astro melalui sambungan telepon.
Hari ini Astro tak bisa pulang karena sedang berada di proyeknya yang entah apa dan di mana. Dia menolak video call dariku, tapi menerima telepon dengan alasan yang sama seperti minggu lalu. Dia tak ingin rasa rindunya semakin besar saat melihatku, karena dia tak bisa pulang untuk bertemu.
"Kita tunggu kabar dari Kyle dulu. Kyle lebih profesional ngurusin hal-hal begini."
Aku melirik jam di sudut handphone, pukul 22.05. Entah sudah jam berapa di sana. Namun jika dugaanku benar, kemungkinan waktunya berbeda satu atau dua jam lebih cepat dariku.
"Kamu ga istirahat?" aku bertanya.
"Sebentar lagi, Honey. Ada yang lagi aku kerjain. Nanggung."
"Kamu udah makan kan?"
"Udah kok."
"Telat makan lagi?"
Astro terdengar ragu-ragu pada awalnya, tapi dia menggumam mengiyakan. Entah sudah berapa lama dia tak mengurusi dirinya sendiri dengan baik.
"Gimana kegiatan galeri kamu kemarin?" Astro bertanya.
"Ada lebih banyak anggota yang ikut, jadi lebih rame. Aku masih ditanyain dua orang yang baru aku kenal. Mereka kepo sama kamu."
Astro mendengkus pelan, "Dasar netizen."
"Tapi yang nanya-nanya aku berkurang drastis kok. Kayaknya Pak Deri udah ga perlu nganter lagi."
Astro terdiam sebelum bicara, "Kita liat seminggu lagi ya. Kalau emang bener ada orang yang manfaatin Cokro, kita harus lebih waspada. Mungkin selama ini dia mantau, tapi kita ga sadar."
"Okay."
"Kerjaan kamu udah selesai?"
"Aku ga ngerjain apa-apa malem ini. Semuanya udah selesai dikerjain sama Pak Bruce."
Pak Bruce adalah sekretaris Opa yang dipekerjakan sejak beberapa hari yang lalu. Menurut informasi yang kudapatkan, Pak Bruce sebelumnya adalah teman lama Opa. Entah bagaimana dan dengan alasan apa dia bersedia menjadi sekretaris Opa saat ini.
"Bagus. Jadi nanti kalau kita nikah kamu bisa nemenin aku. Kalau malem ga usah kerja."
Entah kenapa sepertinya aku mengerti kenapa Opa mempekerjakan seorang sekretaris untuk membantuku. Sepertinya wajahku memerah sekarang.
"Honey."
Aku hanya menggumam untuk menanggapinya. Adegan di novel pemberian Kak Liana tiba-tiba saja muncul di kepalaku. Aku beruntung saat ini kami tidak sedang melakukan sambungan video call. Kuharap Astro tak menyadari sikapku yang tiba-tiba aneh.
"Udah mikir mau mahar apa dariku?"
"Belum. Sorry, aku ga kepikiran apapun."
"Perlu aku kasih saran?"
"Kamu punya saran apa?"
"Cek email kamu."
Aku mengambil handphone yang tergeletak di sebelahku untuk mencari email dari Astro dan membukanya. Ada berbagai referensi mahar. Mulai dari berbagai alat craft, berbagai peralatan membuat kue, beberapa foto sepeda, beberapa foto rumah, beberapa foto unit apartemen dan beberapa foto mobil. Semuanya dengan desain yang kusukai.
"Ada yang kamu suka, Honey?"
"Ini berlebihan buatku, Astro. Aku ga masalah kok walau kamu cuma kasih aku cincin nikah."
Aku bisa membayangkan Astro sedang tersenyum di ujung sana, "Aku udah punya cincin nikah buat kamu. Aku yang bikin sendiri desainnya."
"Oh ya? Coba liat."
"Ga bisa. Itu kejutan. Ayo pikir. Kamu mau mahar apa dariku."
"Uugh, kamu nyebelin."
Astro tertawa, "Kamu masih heran aja sama aku yang nyebelin?"
Andai kami sedang melakukam panggilan video call saat ini, aku pasti sudah memberinya tatapan sebal. Entah kenapa tiba-tiba perutku menjadi lapar. Aku bangkit dari tempat tidur, lalu berjalan ke arah dapur dengan earphone terpasang di telinga dan handphone di tanganku.
"Aku kasih kamu waktu dua minggu buat mikir. Kalau kamu ga kasih keputusan, aku yang milih buat kamu."
Aku menggumam mengiyakan. Aku akan setuju saja padanya. Dia selalu tahu seleraku. Apapun yang dia pilih, aku pasti menyukainya.
Aku mengambil segelas susu dan dua potong brownies dari kulkas, lalu duduk di meja makan yang lengang. Opa dan Oma mungkin sudah beristirahat sekarang.
"Kamu lagi makan?" Astro bertanya.
Aku menggumam mengiyakan.
"Brownies?"
"Kok tau?"
"Makan yang banyak ya, Honey. Aku suka kalau kamu gemuk sedikit."
Entah bagaimana aku harus menghindari topik ini lagi. Sepertinya aku akan mengabaikannya.
Aku menghabiskan brownies dan susu dengan cepat, lalu meletakkan piring dan gelas di wastafel sebelum beranjak kembali menuju kamar. Aku baru saja akan berbelok menuju kamar saat menyadari lampu ruang tamu masih menyala. Biasanya lampu ruang tamu selalu padam saat Opa dan Oma sudah beristirahat.
Aku melangkahkan kaki ke sana. Betapa terkejutnya aku saat mendapati Ibu dan Oma sedang berbincang dengan suara pelan.
"Ibu kapan dateng?" aku bertanya.
Ibu terkejut melihatku datang, tapi segera tersenyum dan memberi isyarat padaku untuk ikut duduk di sofa.
"Ada ibu?" Astro bertanya.
"Iya, lagi ngobrol sama Oma."
"Lagi telponan sama Astro?" Ibu bertanya.
Aku hanya menggumam mengiyakan, lalu mengulurkan tangan dan mencium tangannya. Aku mendekatkan microphone untuk bicara dengan Astro, "Aku video call ya."
"Rrgh, aku ga mau liat kamu. Nanti aku tambah kangen."
"Ga sopan ih. Ada Ibu sama Oma. Aku tutup ya."
"Ta ..."
Aku memutus sambungan telepon sebelum Astro bisa memberi alasan untuk menolak, lalu memberinya panggilan video call yang langsung dia terima. Aku melepas earphone dan mengaktifkan speaker agar kami bisa bicara dengan leluasa.
"Anak Ibu kenapa belum tidur? Udah lebih dari jam sebelas kan di sana?" ibu bertanya, yang membuktikan dugaanku beberapa saat lalu.
"Rrgh, itu kan rahasia!" ujar Astro yang terlihat panik.
Ibu tertawa, "Oh iya, Ibu lupa. Maaf ya."
"Aku udah tau kok. Aku ga bodoh, kamu tau?"
Astro menatap kami dengan tatapan sebal, tapi tak mengatakan apapun.
Aku menoleh ke arah Ibu, "Ibu kok malem-malem ke sini?"
Ibu dan Oma saling bertatapan, lalu Oma mengangguk. Sepertinya mereka baru saja membahas suatu hal yang penting.
"Ibu dapet kabar dari Hanum, katanya mau buka geleri di Surabaya. Ibu ngasih tau Oma siapa tau Faza mau jadi pengurus di sana kalau Faza udah nikah dan pindah ke Surabaya nanti."
Entah bagaimana, jantungku berdetak kencang. Detakan yang berbeda dengan saat aku sedang menatap Astro, tapi aku menyukainya.
"Coba liat senyumnya, Bu. Aku masih harus disuruh sabar liatnya?" Astro bertanya.
Ibu tertawa, "Sabar. Sebentar lagi."
Aku bisa mendengar Astro menggerutu entah mengatakan apa. Aku akan mengabaikannya, "Tapi Om Hanum ga bilang apa-apa ke Faza."
"Kayaknya ayah yang ngerayu Hanum buat buka galeri di Surabaya. Ayah belakangan ini sibuk banget, jadi belum sempet ketemu Faza lagi kan?"
Aku mengangguk. Aku masih mengingat terakhir bertemu adalah saat kami berkumpul di ruang tengah rumah ini. Saat Ayah berkata aku adalah anak kesayangannya.
"Tadinya Oma mau kasih tau Faza besok karena Oma pikir Faza udah tidur. Faza mau jadi pengurus di sana?" Oma bertanya.
"Mau, Oma. Mau banget!"
"Hei, kamu harus minta ijin sama suami dulu." ujar Astro.
Aku memberinya senyum kemenangan, "Aku belum punya suami tuh. Aku masih bebas ambil keputusan kan?"
"Tapi nanti kamu udah jadi istriku kalau pindah."
Aku mengalihkan tatapan ke Ibu, "Mungkin Ayah sengaja ngatur biar Faza ga bosen di Surabaya ya, Bu? Kan bosen kalau Faza cuma di apartemen aja."
"Emang kayaknya gitu sih niat Ayah." ujar Ibu.
Aku menoleh ke layar untuk menatap Astro kembali, "Kalau kamu ga ngijinin, kamu berurusan sama Ayah."
Astro hanya menatapku dilema. Sepertinya dia akan tetap mengizinkannya.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel ini TIDAK DICETAK.
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLU.SIF & TAMAT di aplikasi WEBNO.VEL. Pertama kali dipublish online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEB.NOVEL, maka kalian sedang membaca di aplikasi/web.site/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.
Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Banyak cinta buat kalian, readers!
Regards,
-nou-