Cangkang
Cangkang
Sekarang sudah malam, dia baru sempat menghubungiku melalui video call ke laptop setelah mengerjakan proyeknya yang entah apa dan entah berada di mana. Aku sudah beberapa kali mencoba memberinya panggilan video call tadi sore, tapi sepertinya dia masih sibuk.
"Kamu ga bisa nolak kalau tangan kamu dipegang laki-laki lain?"
Aah, kurasa aku tahu apa maksudnya.
"Aku megang tangan beberapa orang hari ini. Om Hanum, Om Hubert ..."
"Kamu tau maksudku, Honey." Astro memotong ucapanku. Sepertinya dia marah. Bahkan kurasa tatapan matanya yang tajam mampu membuat seorang anak kecil menangis hanya dengan melihatnya.
"Zen cuma bantu aku ngusir pengganggu."
"Kan ga harus pegang tangan kamu."
"Coba aja kamu bilang gitu ke Zen. Kan dia yang pegang tanganku, bukan aku yang pegang tangan dia duluan."
Astro terdiam. Apakah aku keterlaluan?
Aku menghela napas, "Dia pegang tanganku karena ada yang minta nomorku, Astro. Dia cuma bantu ngusir."
"Aku ga suka."
Entah bagaimana, aku sudah menebak percakapan ini akan terjadi. Aku bahkan sudah memikirkan beberapa skenario jawaban, tapi entah kenapa semuanya tiba-tiba hilang.
"Kamu maunya aku gimana?" aku bertanya.
"Aku ga tau. Aku bad mood."
"Kamu kayak anak kecil."
Astro menatapku dalam diam. Sebetulnya aku sudah menebak, mungkin segala deadline-nya membuatnya lebih cepat emosi. Namun dia tak biasanya seperti ini.
"Kalau kamu punya masalah, kamu bisa cerita ke aku. Aku ga suka kamu marah-marah ga jelas begitu. Kamu bikin aku bingung."
"Kamu percaya kalau aku bilang aku uring-uringan begini karena ga bisa pulang? Nyebelin banget!"
Aku akan menggodanya sebentar, "Aku bisa ke Surabaya kalau kamu minta."
Pupil matanya melebar, bahkan seperti ada senyum yang sengaja ditahan. Aku tahu dia berharap aku datang, tapi entah kenapa raut wajahnya berubah kembali, "Ga perlu. Surabaya tuh jauh, kamu tau?"
Aku menatapnya tak percaya. Selama beberapa waktu ini aku memang hanya pergi di sekitar kampus, toko, dan rumah. Aku bahkan pergi ke butik dan gedung pameran dengan pengawasan tambahan. Aku bisa membayangkan, mungkin aku akan membutuhkan Kyle jika ingin pergi ke Surabaya.
"Ya udah kalau ga mau." ujarku pada akhirnya.
"Rrgh!" Astro terlihat frustasi dengan jawabanku. Aku tahu dia akan senang sekali jika aku benar-benar pergi ke Surabaya, tapi sepertinya aku memang tak bisa ke sana dalam waktu dekat.
"Kapan panggilan sidang kamu yang selanjutnya?"
"Tiga hari lagi, tapi aku ga bisa pulang."
"Ada sesuatu yang mau kamu makan? Aku bisa masakin buat kamu."
"Aku mau makan kamu." ujarnya dengan tatapan lapar.
Aku menghela napas, "Serius, Astro."
"Mau brownies tiga loyang, sup udang asam manis sama kimbap."
Melihatnya terlihat kesal membuatku merasa gemas. Andai saja dia berada dekat denganku, mungkin aku tak akan tahan untuk mencubit pipinya.
"Nanti aku titip ke Pak Said ya. Ada yang lain?"
"Bisa botolin aroma kamu? Aku mau kalau emang bisa."
Permintaan macam apa itu? Bagaimana caranya aku menaruh aromaku di botol? Dan kenapa rasanya aku baru saja mendengar sebuah permintaan mesum? Terlebih, bagaimana mungkin rasanya wajahku seolah sedang memerah sekarang?
"Jangan minta yang aneh-aneh, Astro. Kamu bikin aku merinding."
Entah kenapa dia justru tertawa. Tawa yang lepas sekali dan sedikit membuatku merasa takut.
"Sorry, Honey. Aku bercanda." ujarnya dengan tawa yang masih tersisa.
"Bercandanya ga lucu." ujarku sambil menatap sebal.
"Ekspresi kamu imut banget."
Aku menghela napas sambil menopang dagu dengan sebelah tangan dan menatapnya dalam diam. Kurasa aku akan menunggunya menyelesaikan tawanya lebih dulu.
"Udah ketawanya?" aku bertanya.
"Erm, sorry."
"Jadi dari tadi tuh kamu cuma akting?"
Astro memberiku senyum menggodanya yang biasa, "Tapi ga mempan. Ga seru."
"Nanti aku minta Pak Said cubit kamu pas nganter makanan buat wakilin aku. Kamu bikin aku bingung kalau kamu marah-marah begitu."
"Aku kan ga pernah marah-marah sama kamu. Paling cuma ngambek sedikit."
"Aku mau tidur deh. Kamu nyebelin."
Aku langsung menutup bar video call, juga mematikan wifi dan laptop. Kemudian merebahkan tubuh di tempat tidur. Namun sesuatu di betisku bergetar, ada handphone-ku di sana. Aku mengambilnya karena ada panggilan video call dari Astro, tapi aku menolaknya.
Handphone-ku bergetar kembali, Astro mengirimiku panggilan video call lagi. Aku menerimanya, tapi aku mengalihkan kamera ke kamera belakang yang memperlihatkan langit-langit kamar. Sedangkan aku masih bisa menatap wajahnya dari layar.
"Sorry, aku cuma mau tau ekspresi kamu kalau aku marah."
Aku akan mengabaikannya.
"Honey, aku kangen. Jangan ngumpet begitu."
Biar dia tahu rasa. Memangnya hanya dia yang mampu merasa begitu rindu?
"Sorry aku lupa kirim coklat buat kamu hari ini. Aku berangkat pagi buta langsung cek proyek. Aku baru aja istirahat, kamu tau?"
Jurus memelasnya tak akan berpengaruh padaku sekarang. Coba lihat ekspresinya yang menderita itu, bukan tak mungkin itu juga hanya pura-pura.
"Nona Mafaza Marzia, calon bunda dari anak-anakku ga boleh ngambek kalau ga mau anak kita jadi jago ngambek juga kayak kamu."
"Ih, siapa yang ngambek?"
Seketika ada senyum menggoda di bibirnya, "Itu kamu lagi ngambek, Nona Mafaza Marzia. Mau aku kirimin apa besok selain coklat sama lavender? Maafin calon suami kamu yang lupa kalau kamu lagi 'dapet'. Malah sengaja bikin kamu ngambek pakai akting ga mutu begini."
Aku tak mampu menyembunyikan senyum di bibirku, "Kirimin aku dua benda yang paling deket sama kamu sekarang."
"Yang paling deket sama aku? Kulit sama rambutku maksud kamu? Aku ga bisa kasih itu. Aku takut kamu guna-guna aku. Nanti aku dapet kasus guna-guna baru."
Aku tahu dia sedang bercanda. Coba lihat ekspresi isengnya, "Serius, Astro. Aku bilang benda."
Astro mengedarkan pandangan, "Mau cangkang kerang sama madu?"
Bagaimana bisa ada cangkang kerang di sana? Apakah dia sedang ada di dekat pantai? Namun cangkang kerang yang sudah menjadi kerajinan atau hiasan bisa berada di manapun.
"Kirim ke aku dua-duanya."
"Okay. Udah ngambeknya kan? Aku mau liat kamu, Honey."
"Aku mau tidur sekarang. Kamu juga harus istirahat. Aku tutup ya."
"Tungg ..."
Kalimatnya terputus karena aku menutup sambungan video call. Aku berpikir sesaat, lalu mengambil foto selfie dengan senyum manis dan mengirimkannya padanya.
Aku : Good night, Honey
Astro : Curang!
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel ini TIDAK DICETAK.
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLU.SIF & TAMAT di aplikasi WEBNO.VEL. Pertama kali dipublish online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEB.NOVEL, maka kalian sedang membaca di aplikasi/web.site/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.
Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Banyak cinta buat kalian, readers!
Regards,
-nou-