Matang
Matang
Kami sedang duduk di kursi panjang teras belakang sabtu sore. Setelah aku merasa lelah dengan semua pekerjaan dan tugas kuliah. Sedangkan Astro sedang berada di proyeknya yang entah berada di mana. Dia berkata baru akan menghubungiku setelah jam makan malam hingga aku tak perlu repot-repot menghubungi untuk menanyakan keadaan.
"Kenapa Oma?"
"Oma sama opa mau ke Jakarta. Ada undangan nikahan." ujar Oma sambil meletakkan hasil rajutan setengah jadinya di meja.
"Dari siapa, Oma?"
"Temen opa sama Oma jaman dulu."
"Nikahnya hari apa? Kok Faza nginepnya kamis malem?"
"Akadnya hari jumat pagi, tapi baru pulang minggu sore."
"Faza sama Denada sabtu pagi mau berangkat ke Bandung. Mau main ke tempat Mayang. Opa udah ngijinin kok."
"Ya udah kalau gitu nanti kamis pulang kuliah Faza langsung ke rumah Astro aja. Jumat pulang kuliah juga masih nginep di sana. Faza mau naik apa ke Bandung?"
"Denada bilang mau bawa mobil."
"Dianter pak Said aja ya?"
"Opa ngijinin kok, Oma. Nanti berangkatnya pakai mobil Faza."
"Tapi Oma tetep khawatir."
"Ga pa-pa kok, nanti Faza bisa gantiin Denada kalau dia capek. Oma ga perlu khawatir."
"Kalau ada apa-apa langsung telpon Oma atau Jaya (Ayah Astro) ya. Jaya nemenin opa sama Oma ke Jakarta nanti. Bandung-Jakarta kan lumayan deket."
"Iya, Oma."
Oma terdiam sebelum bicara, "Faza udah baca diary bunda kan?"
Aku terkejut mendengarnya. Aku menghindari membahas tentang diary Bunda dengan Oma karena tak ingin membuka pembahasan tentang anak Oma yang lain. Mungkinkah Oma mendapat informasi dari Opa bahwa aku sudah membaca diary itu?
"Oma minta maaf karena ga pernah bahas apapun tentang yang ada di diary itu ke Faza. Oma cuma ngerasa Faza punya kehidupan sendiri. Cerita bunda biar jadi milik bunda aja."
Aku menatap Oma takjub. Selama ini aku menganggap Opa dan Oma tak bersedia membahasnya denganku karena tak ingin luka lama mereka terbuka. Ternyata alasan mereka tak membahasnya denganku adalah karena tak ingin cerita Bunda mengganggu jalannya cerita hidupku.
Kesadaran itu membuatku berpikir, apakah semakin bertambahnya usia seseorang akan semakin matang juga cara berpikirnya? Seperti Opa dan Oma yang mampu berubah karena mengalami berbagai masalah?
"Oma dulu hamil anak kedua waktu bunda umur satu tahun. Waktu itu emang ada konflik antara opa sama keluarga Djoko Pranoto (kakek Donny). Konfliknya sederhana, tapi bikin salah paham yang bikin Djoko naik darah. Tembakan yang kena Oma itu kecelakaan karena Djoko terlalu kebawa emosi."
"Oma, Faza pernah beberapa kali dapet masalah sama Donny, cucunya Djoko Pranoto itu. Waktu resort Astro dirusak dua tahun lalu juga Om Ganesh kayaknya percaya ada campur tangan keluarga Pranoto di sana. Apa emang mereka selalu impulsif begitu?"
"Oma ga yakin impulsif karena keturunan, tapi anggota keluarga Pranoto emang sikapnya ga terlalu baik dari dulu."
Sepertinya kesimpanku beberapa waktu lalu salah. Jika memang usia bisa membuat seseorang menjadi lebih matang cara berpikirnya, seharusnya keluarga Pranoto juga bisa lebih matang dalam berpikir. Apa yang membuatnya berbeda?
Kemudian aku menyadari sesuatu. Walau sekarang usia Astro masih 19 tahun, tapi cara berpikirnya seperti orang yang jauh lebih dewasa. Walau dia juga sangat menyebalkan dan kekanakan di berbagai kesempatan, kurasa tak adil jika aku menutupi fakta bahwa dia adalah laki-laki yang selalu bisa diandalkan.
Mungkinkah matangnya cara berpikir seseorang memang tak berpengaruh pada usianya? Mungkin pilihan tindakan kita yang membuatnya terlihat seperti dipikirkan dengan matang?
"Faza." panggilan Oma membuyarkan lamunanku.
"Ya, Oma?"
"Senin nanti Faza mau jemput Zen ke kampus lagi?"
"Iya, Oma."
"Nanti Oma nitip syal buat Zen ya. Titip salam semoga Zen cepat sembuh."
Aku mengangguk, "Nanti Faza sampaiin."
Oma mengambil kembali rajutannya yang belum selesai dan terlihat menikmati momen setiap pilinan jarum rajut di tangannya.
"Oma." aku memanggil Oma.
Oma menoleh padaku dengan senyum tipis. Entah apa yang membuatnya merasa bahagia.
Sebetulnya aku ragu-ragu untuk bertanya. Namun kurasa aku tak akan menemukan momen langka seperti ini lagi nantinya, "Oma ga ngerasa marah sama Djoko Pranoto karena jadi ga bisa punya anak lagi?"
Oma menggeleng perlahan, "Awalnya Oma marah, sedih, kecewa. Faza tau? Oma adalah orang pertama yang minta opa berhenti jadi agen rahasia, tapi Oma tau kalau ga semua keinginan Oma bisa terwujud. Oma cuma berusaha menerima keadaan."
Aku terpana. Entah bagaimana aku bisa mengerti bagaimana rasanya.
Saat aku ditinggalkan oleh Ayah, Bunda, Fara dan Danar, aku pun merasa sedih dan kecewa. Bahkan beberapa kali merasa marah karena aku merasa mungkin akan lebih baik jika aku ikut mereka saja. Namun seiring berjalannya waktu, aku mulai bisa menerima. Apakah itu berarti waktu memiliki obat tersendiri?
Oma menepuk lututku perlahan, "Faza tau rasanya waktu beban di hati terbang pergi?"
Tiba-tiba aku mengingat saat pertama kali melewati jembatan menuju rumah pohon. Aku tahu dengan jelas bagaimana rasanya, maka aku mengangguk.
Oma tersenyum, "Faza hebat."
"Faza hebat?" aku bertanya karena tak mengerti. Bagian mana dari melepas beban tak terlihat menjadi suatu kehebatan?
"Ga semua orang bisa begitu. Kebanyakan orang milih nyimpen beban di hati mereka walau mereka tau beban itu akan menghambat, bahkan ngerusak diri mereka sendiri. Mereka pelihara beban itu kayak melihara benda berharga. Mereka bahkan ga akan malu-malu nyalahin orang lain karena kesialan yang mereka alami."
Aku akan menyimpan kalimat ini dalam ingatanku. Aku memang belum memahaminya sekarang, tapi mungkin aku akan memahaminya setelah lebih dewasa.
Tunggu sebentar, apa definisi dewasa? Saat Astro menemaniku ke makam terakhir kali, dia terlihat begitu dewasa. Apakah dewasa adalah sebuah persepsi?
"Kenapa Oma milih Opa jadi suami? Oma pasti tau kalau Opa agen rahasia sebelum nikah kan?" entah kenapa pertanyaan ini tiba-tiba meluncur dari bibirku.
Oma tersenyum manis. Senyum yang jarang sekali ditunjukkan pada siapapun. Seperti itukah senyuman orang sedang jatuh cinta?
"Karena opa ganteng."
Aku tak mampu menyembunyikan senyum di bibirku. Percakapan ini terasa seperti sedang mengulang percakapanku dengan Astro beberapa hari lalu.
"Opa keliatan keren kalau lagi fokus. Opa juga bertanggung jawab. Ngurusin keamanan negara tanpa keliatan bukan urusan gampang kan?"
Aku harus setuju dengan pendapat Oma kali ini. Opa memang akan terlihat keren bagi wanita manapun yang mengenalnya.
"Opa memang egois. Juga punya tempramen yang sedikit jelek waktu muda dulu, tapi opa berhasil belajar dari kesalahan dan bisa nerima kenyataan dirinya emang salah. Opa jadi tambah keren kan?" ujar Oma dengan senyum manis yang masih bertahan di bibirnya.
Kurasa keren pun memiliki persepsinya sendiri. Lalu bagaimana denganku? Apa yang terlihat keren dari Astro?
Semua yang dia lakukan terlihat keren bagiku. Bahkan saat dia sedang bertingkah menyebalkan pun dia tetap terlihat keren. Atau aku yang sudah terlanjur jatuh cinta padanya hingga membuat apapun di dirinya menjadi terlihat seperti itu?
"Oma juga keren." ujarku tiba-tiba.
"Apanya yang keren dari orang tua kayak Oma? Oma juga udah ga cantik lagi. Oma udah keriput."
"Oma cantik kok. Kan nurun ke Bunda sama Faza cantiknya."
Oma mengelus pipiku perlahan, "Kita bilang makasih sama Tuhan karena udah bikin mama Oma yang juga bikin kita jadi cantik, ya?"
Aku tersenyum lebar. Aku berterima kasih karena Tuhan memberiku keluarga yang baik. Mungkin bukan keluarga sempurna sesuai keinginanku, tapi ini lebih dari cukup bagiku.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel ini TIDAK DICETAK.
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLU.SIF & TAMAT di aplikasi WEBNO.VEL. Pertama kali dipublish online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEB.NOVEL, maka kalian sedang membaca di aplikasi/web.site/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.
Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Banyak cinta buat kalian, readers!
Regards,
-nou-