Energy Bar
Energy Bar
Dugaanku tepat sekali. Astro mengirimiku email beberapa jam lalu. Tepat setelah skandalnya tersebar.
Astro : Hubungin aku lewat email dulu sementara waktu. Aku harus ngurusin banyak hal hari ini. Kampus ga mungkin diem aja. Mungkin nanti malem atau besok aku baru bisa kasih kamu kabar
Kelegaanku beberapa saat lalu tiba-tiba menguap. Aku masih belum bisa mendapatkan informasi apapun dan sepertinya aku masih harus menunggu.
Aku : Kabarin aku secepatnya. Please, aku butuh kamu cerita. Jangan main rahasiaan soal begini, Astro. Paolo bilang dia udah usaha biar berita itu ga nyebar dari minggu lalu. Harusnya kamu bisa cerita ke aku sebelum ini
Aku menghela napas. Aku harus mengakui, aku memang mulai meragukannya. Tak bisakah dia bercerita padaku lebih dulu?
Minggu lalu dia baru saja melamarku. Kami bahkan menghabiskan waktu bersama sepanjang hari. Atau apakah dia memang sengaja menutupi kehamilan perempuan itu agar aku bersedia menerima lamarannya?
"Kamu belum makan kan?" Zen bertanya sambil menyodorkan sekotak susu dan satu energy bar padaku. Dia sedang memegang sebuah energi bar lain yang sudah terbuka di tangannya yang terluka.
Aku menatapnya ragu-ragu, tapi menerimanya. Aku memang belum makan siang dan sepertinya aku membutuhkan sesuatu untuk membantu mengalihkan pikiran.
"Makasih. Kamu selalu bawa cemilan ya?" aku bertanya karena mengingat dia sering memberiku berbagai jenis makanan sejak kami pertama kali berkenalan dulu.
"Aku sering laper. Jadi kalau laper aku ngemil."
"Aku ngurangin jatah ngemil kamu dong?"
Zen menatapku tak percaya, "Bisa-bisanya kamu mikir begitu? Padahal calon suami kamu lagi kena skandal."
Aku hanya menaikkan bahu. Aku mengatakannya begitu saja, tanpa memiliki maksud lain.
"Kamu tau tempat ini dari mana?"
"Astro yang ngajak ke sini dua tahun lalu." ujarku setelah menelan potongan energy bar di dalam mulut yang terasa hambar. Padahal seharusnya akan terasa manis dan menyenangkan saat aku mengunyahnya.
"Kalian jadian di sini?"
Aku menoleh dan menggeleng, "Kita ga pernah jadian, Zen. Kita ga pernah pacaran dari dulu. Aku yang bilang, aku mau nunggu dia siap."
Zen menatapku bingung, "Maksudnya ... kamu yang nyatain perasaan duluan?"
Aku menggumam mengiyakan, lalu mengalihkan tatapan jauh di depan sana. Rasanya sudah lama sekali aku dan Astro tidak ke tempat ini. Kenapa aku justru ke sini bersama Zen sekarang?
Aah, sepertinya pikiranku benar-benar sedang kacau.
"Kamu masih cinta sama Astro? Dia lagi kena kasus sekarang."
Aku tak tahu bagaimana harus menjawabnya. Mungkin lebih baik aku diam saja.
"Kamu udah bisa hubungin dia? Tadi aku coba telpon dia, tapi nomornya ga aktif."
Aku hanya menggeleng. Kepalaku berdenyut kencang karena membayangkan bagaimana pandangan teman-teman dan dosen pada dirinya. Mungkin dia bahkan sedang berhadapan dengan senat. Isu kasus kekerasan seksual bukanlah kasus ringan. Belum lagi dengan isu pelanggaran hak cipta. Bagaimana caranya dia bisa lolos dari masalah ini?
Astro memang memintaku untuk percaya padanya semalam. Namun dengan keraguan yang menyebar di dalam hatiku saat ini, justru terasa seperti aku lah yang sedang mengkhianatinya. Perasaan ini menyebalkan sekali.
"Faza."
Aku menoleh pada Zen. Aku yakin sekali sedang berhalusinasi sesaat lalu karena seolah sedang melihat Astro, tapi segera menyadari yang berada di sana bukanlah dia.
"Aku ga keberatan nemenin kamu lama-lama, tapi kalau kamu begini terus aku bisa aja batal nyerah. Jangan terlalu baik sama aku, Faza. Aku cuma lagi nahan diri." ujarnya dengan tatapan menderita.
Aku tahu dia benar. Kurasa memang lebih baik jika aku mengantarnya pulang. Walau sebetulnya aku masih ingin berlama-lama duduk di sini, "Sorry, Zen. Aku ga punya maksud begitu."
Zen tersenyum getir. Aku menatapnya dalam diam. Begitukah ekspresi seseorang yang sedang berusaha menyerah dengan cintanya?
Handphone-ku bergetar. Oma memberiku panggilan telepon. Aku sampai lupa memikirkan bagaimana jika Opa mengetahui kabar tentang Astro. Aku bodoh sekali. Aku beranjak dan berjalan kembali ke arah mobil sambil menerima telepon.
"Faza udah dapet kabar soal Astro? Tadi Retno telpon Oma dan ngasih kabar ga enak. Oma coba telpon Astro, tapi nomornya ga aktif." Oma bertanya dengan nada khawatir.
"Faza masih nunggu kabar dari Astro. Opa udah tau berita itu?" aku bertanya sambil menaruh handphone di holder dekat kemudi dan menoleh ke arah Zen yang sudah duduk di sebelahku. Kemudian menyalakan mobil dan memulai perjalanan pulang.
"Opa tau. Faza ada di mana sekarang? Kenapa belum pulang? Kuliahnya udah selesai kan?"
"Faza lagi sama Zen. Tadi Zen nemenin Faza nenangin diri sebentar."
Oma mengela napas, "Oma tau Astro anak baik, tapi Oma khawatir kalau berita itu emang bener."
Seketika hatiku terasa sedang diremas dengan kencang. Terasa sakit dan meninggalkan sensasi buruk setelahnya, walau tak berbekas.
"Faza percaya sama Astro kok, Oma. Oma jangan banyak mikir jelek dulu ya. Beritanya juga masih belum jelas."
"Oma ga mau mikir jelek, tapi beritanya gencar banget di internet. Semuanya bilang kalau perempuan itu hamil. Gimana Oma ga khawatir?"
Informasi tentang kehamilan membuatku mengerem mobil tiba-tiba. Aku menoleh ke arah Zen yang terlihat terkejut karena tindakanku. Aku mengalihkan tatapan ke handphone-ku kembali. Aku benar-benar kehilangan kata-kata.
"Faza cepet pulang ya. Opa khawatir sama Faza."
"Iya, Oma."
"Oma tutup telponnya. Hati-hati di jalan."
Telepon dari Oma terputus dan meninggalkanku dengan sensasi buruk di hatiku. Aku menyadari ada beberapa mobil yang melewati kami. Jalanan di sini cukup lengang untuk siapapun bisa mengambil jalur kanan dan menyalip.
Aku merasakan Zen menyentuh lenganku, membuatku menoleh padanya. Melihatnya menatapku dengan khawatir membuat mataku terasa panas. Air mata mengalir begitu saja tanpa bisa kutahan.
"Sorry, Zen. Aku ..."
Zen menarikku mendekat padanya dan mendekapku di bahunya yang terasa hangat, "Aku selalu bilang kamu bisa cari aku kalau kamu butuh bantuan. Kenapa kamu selalu ga pernah nganggep aku ada?"
Aku tak memiliki kalimat apapun untuk membalasnya. Aku harus melepaskan diri dari pelukannya. Ini terasa seperti aku sedang melakukan kesalahan.
"Jangan begini, Zen." ujarku saat menarik diri darinya.
"Aku pernah bilang sama Astro kalau dia bikin kamu sakit aku bakal ambil kamu dari dia. Sekarang coba liat. Dia hamilin perempuan random dan kamu nangis di depanku. Kasih tau aku, Faza. Aku harus gimana?"
Aku ingin sekali membalas kalimatnya. Aku ingin sekali membela Astro, tapi aku kehilangan kata-kata. Aku tahu Astro tak mungkin berbuat gegabah. Aku mengenalnya bertahun-tahun. Bersamanya selama ini tak mungkin membuatku salah menilai, bukan? Selama ini Astro selalu menjagaku dengan baik.
Kami memang berkali-kali tak mampu menahan diri. Kami bahkan sering menggoda satu sama lain. Kami sering mengambil kesempatan yang bisa kami dapatkan walau tahu kami tak seharusnya bersikap seperti itu. Dipikir bagaimanapun, menghamili perempuan benar-benar tak terdengar seperti Astro yang melakukannya.
Namun kenapa jantungku berdetak kencang seolah ingin melawan logikaku? Hatiku sakit sekali saat memikirkan bagaimana jika Astro benar-benar menghamili perempuan itu. Lalu bagaimana denganku? Astro baru saja melamarku minggu lalu.
"Kamu bikin aku ga bisa nyerah, Faza. Aku ga bisa liat kamu begini."
Entah bagaimana, rasanya aku sudah bisa menebaknya. Mengajaknya menemaniku menenangkan diri adalah pilihan yang buruk. Sangat buruk.
"Kamu udah janji kita cuma temen, Zen." ujarku pada akhirnya.
Zen hanya tersenyum getir.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel ini TIDAK DICETAK.
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLU.SIF & TAMAT di aplikasi WEBNO.VEL. Pertama kali dipublish online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEB.NOVEL, maka kalian sedang membaca di aplikasi/web.site/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.
Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Banyak cinta buat kalian, readers!
Regards,
-nou-