Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Polos



Polos

0Mama Zen memelukku saat aku sampai untuk menjemput Zen dan mengusap bahuku sebelum mengajakku duduk di ruang tamu, "Faza mau minum apa? Zen masih di kamar. Kayaknya baru selesai mandi."     

"Ga usah repot-repot, Tante. Faza nunggu Zen sebentar aja kok."     

Mama Zen menghela napas, "Tante tau Astro anak baik. Tante pernah ketemu beberapa kali waktu Zen masih SMP dulu. Sekarang ada berita Astro ngehamilin perempuan? Tante sama sekali ga nyangka."     

Aku tahu aku tak akan bisa menghindar dari topik ini. Namun membahasnya bersama Mama Zen terasa seperti aku sedang membicarakan keburukan Astro yang bahkan tidak dilakukannya, "Astro ga salah kok, Tante. Faza percaya sama Astro."     

Ada tatapan menyayangkan yang diberikan padaku dan aku mengerti kekhawatirannya, "Tante tau Faza anak baik, tapi jangan terlalu polos."     

Entah bagaimana, tiba-tiba aku mengingat pembicaraanku dengan Astro minggu lalu saat dia berkata aku terkadang bersikap polos. Sepertinya aku akan lebih hati-hati mulai saat ini, "Faza tau, Tante, tapi Astro emang ga salah kok. Makasih udah khawatirin Faza."     

"Jangan terlalu percaya sama laki-laki, Faza. Faza harus lebih hati-hati."     

Akan lebih baik jika aku mengiyakan pendapatnya saja. Akan membutuhkan banyak energi untuk menjelaskan keadaan pada orang yang tak ingin percaya.     

"Termasuk harus lebih hati-hati sama aku." ujar Zen yang tiba-tiba datang.     

Aku menoleh padanya dan tersenyum singkat. Dia benar.     

"Kita berangkat ya, Mama." ujar Zen sambil berjalan keluar.     

Aku bangkit dari duduk, menyalami dan mencium tangan Mama Zen. Mama Zen memelukku lagi, kali ini sedikit lebih lama.     

"Hati-hati ya." ujarnya sambil mengusap bahuku sebelum melepasku.     

Aku hanya mengangguk dan berlalu. Zen sudah duduk di kursi sebelah kemudi dan sedang menatapiku dengan tatapan yang sulit kumengerti. Namun aku akan mengabaikannya kali ini.     

Aku melambaikan tangan pada Mama Zen sebelum mengendarai mobil keluar dari halaman rumahnya. Aku mengirimi Astro panggilan video call ke nomor cadangan yang diberikan Om Ganesh kemarin malam. Astro menerimanya.     

"Kenapa kamu ga dianter pak Said?" Astro bertanya dengan tatapan khawatir. Sepertinya dia sudah di kampus sekarang.     

"Aku bisa jaga diri, Astro."     

Astro terlihat tak puas dengan jawabanku, "Kamu sama Zen sekarang?"     

"Iya, kita baru jalan dari rumahnya." ujarku sambil menoleh pada Zen. Dia sedang mengalihkan wajah ke jendela di sebelahnya.     

"Kamu harus lebih hati-hati, kamu tau?"     

"Aku tau. Kamu harus lebih khawatir sama diri kamu sendiri."     

"l'm okay. Ada yang jaga aku di sini."     

Aku tahu Kakek meminta orang menjaganya dari jauh untuk menjadi bodyguard. Ada dua orang yang menjagaku juga mulai hari ini, Rommy dan Lyra. Mereka juga menjagaku dari jauh agar tak ada yang curiga. Aku bahkan tak tahu ada di mana mereka saat ini.     

Semalam aku meminta Opa untuk membantu Astro, tepat setelah aku menyelesaikan percakapanku dengannya. Opa meminta seseorang bernama Kyle untuk mengurusi hal yang perlu dilakukan. Walau aku tak tahu apa saja yang akan dilakukan olehnya.     

"Kabarin aku kalau ada apa-apa. Kamu inget caranya bikin pingsan musuh kan? Pakai itu kalau emang perlu."     

"Okay."     

Semalam kami juga membahas berbagai kemungkinan. Aku tak berharap akan bertemu dengan salah satu dari belasan skenario, tapi aku akan melakukan saran Astro untuk melawan seandainya aku sedang dalam bahaya.     

"Aku harus masuk sekarang. I'll call you later (Nanti aku hubungin lagi)."     

Aku hanya mengangguk dan tersenyum, lalu Astro memutus video call. Aku menoleh pada Zen, dia sedang berkutat dengan handphone-nya.     

"Looks like both of you are fine (Keliatannya kalian baik-baik aja)." ujarnya tanpa menoleh padaku.     

"We are fine (Kita emang baik-baik aja)."     

"Kalau gitu jangan nangis di depanku lagi."     

"I'll try (Aku usahain)."     

Zen membuatku penasaran dengan apa yang sedang dia pikirkan. Namun aku tak akan bertanya. Aku hanya berharap beberapa hari ini tak akan ada yang terjadi di antara kami. Aku masih harus mengantar dan menjemputnya beberapa hari lagi demi janjiku.     

Kami melanjutkan perjalanan dalam diam. Ada Kak Sendy dan Donny saat kami sampai di parkiran kampus. Sepertinya mereka sengaja menungguku datang.     

"Bisa ngobrol sebentar?" Kak Sendy bertanya sambil memberi isyarat pada kami untuk mengikutinya duduk di bawah pohon.     

"Ada apa?" aku bertanya.     

Zen tersenyum pada Kak Sendy sebagai balasan, tapi segera menatap Donny dengan tatapan tak ramah.     

"Kalian pasti tau berita soal Astro di internet parah banget. Kebanyakan hoax, walau katanya perempuan itu beneran hamil." Kak Sendy memulai percakapan setelah kami berkumpul.     

Kemudian hening. Mereka semua menoleh padaku.     

"Kita tau netizen kita gimana. Aku minta sama kamu, Zen, kalau kamu liat Faza dibully apapun bentuknya, langsung kasih tau aku. Sorry kalau aku ngerepotin, tapi emang kamu yang paling deket sama Faza di kampus." ujar Kak Sendy.     

"Astro yang minta kakak ngomong begini?" aku bertanya.     

"Aku yang minta." ujar Donny santai. "Aku denger beberapa anak mau coba mainin kamu. Mereka pikir Astro pasti sering making love sama kamu."     

Aku terkejut sekali, "Kita ga pernah begitu."     

"Itu kan kata kamu. Netizen maha benar mana mau denger kamu bilang begitu. Aku aja ga percaya kalian ga pernah."     

Zen menampar Donny dalam waktu sedetik yang terlewat, "Jaga mulut kamu kalau ngomong."     

Donny mengelus pipinya dan menatap Zen murka, "Aku anggep ini balesan dari kamu karena aku pernah hampir ngalahin kamu dua tahun lalu."     

"Aku ga pernah kalah dari kamu."     

"Oh, jadi kamu suka sama Faza? Bagus kan, kamu jadi punya alasan buat ngelindungin dia. Tapi bagusnya kamu sadar diri kalau kamu ga mungkin menang dari Astro."     

"Stop it, Guys!" ujar Kak Sendy.     

"Kenapa kamu kasih tau aku soal ini? Kita bahkan bukan temen." ujarku pada Donny.     

"Anggep aja permintaan maaf dariku. Aku emang salah karena pernah ganggu kamu dua kali, tapi kata-kata kamu waktu itu bener. Aku emang arogan. Aku minta maaf." ujar Donny. Dia menatapku dengan tatapan yang jauh lebih lembut dibandingkan dengan saat terakhir kali aku melihatnya, tapi aku masih tak mengerti apa yang membuatnya tiba-tiba berubah.     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel ini TIDAK DICETAK.     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLU.SIF & TAMAT di aplikasi WEBNO.VEL. Pertama kali dipublish online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEB.NOVEL, maka kalian sedang membaca di aplikasi/web.site/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.     

Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Banyak cinta buat kalian, readers!     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.