Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Anak



Anak

0"Nikahan di Jakarta kemarin mewah banget. Kalian bisa bikin kayak gitu juga kalau mau." ujar Oma padaku dan Astro yang duduk bersisian. Kami semua sedang berkumpul di ruang tengah. Opa, Oma dan Ayah sampai sekitar setengah jam yang lalu dari Jakarta.     

"Astro sih ga keberatan, tapi kakek ga suka yang terlalu ramai, Oma." ujar Astro.     

Oma terlihat kecewa. Aku tau Oma suka sekali bersosialisasi. Aku mengingat banyaknya teman Oma saat masih aktif mengikuti banyaknya kegiatan arisan dulu. Oma berhenti mengikuti kegiatan seperti itu sejak merasa tubuhnya tak sekuat dulu lagi.     

"Kalian ga pegangan tangan lagi? Biasanya ke mana-mana nempel." Ayah bertanya.     

Astro menoleh ke arahku dengan tatapan sebal, "Ada yang ga mau disentuh sebelum nikah."     

"Faza yang minta?"     

Aku hanya mengangguk.     

"Wah, bagus! Faza jadi anak kesayangan Ayah mulai sekarang."     

Aku merasa canggung diperlakukan seperti ini. Binar di mata Ayah sangat bertolak belakang dengan tatapan kesal Astro.     

"Ada barang yang Faza mau? Nanti Ayah beliin." ujar Ayah dengan senyum lebar. Aku bahkan bisa membayangkan siapapun wanita yang bertemu dengannya akan jatuh hati.     

"Faza ga pengen apa-apa kok, Yah."     

"Nanti kalau ada barang yang Faza mau, bilang ke Ayah ya."     

Aku hanya mengangguk, lalu mengedarkan pandangan ke sekeliling. Opa jauh lebih pendiam sejak sampai. Apakah kesehatannya menurun karena perjalanannya ke Jakarta beberapa hari ini?     

"Mafaza jangan khawatir. Opa sehat kok." ujar Opa seolah mengerti yang sedang kupikirkan.     

Aku menoleh ke arah Astro yang duduk di sisiku sebelum bangkit dan duduk di antara Opa dan Oma. Aku memeluk lengan keduanya sambil melirik ke arah Astro yang sedang menatapku dengan tatapan yang sulit kumengerti.     

"Sejak kapan Mafaza manja seperti ini?" Opa bertanya sambil mengelus puncak kepalaku.     

Bagaimana aku harus menjawabnya? Percakapan dengan Astro dan Ibu semalam masih meninggalkan banyak keresahan dalam hatiku. Aku benar-benar tak rela jika harus meninggalkan Opa dan Oma sendiri di rumah ini.     

"Opa, ada yang mau Nia bahas." Ibu sepertinya akan memulai pembicaraan.     

Opa menoleh ke arah Ibu dan menunggunya melanjutkan kalimatnya.     

"Kalau Astro sama Faza nikah nanti, Opa setuju Faza ikut Astro ke Surabaya?"     

Aku meneliti raut wajah Opa yang terlihat tenang. Ketenangan khas orang tua yang memiliki perasaan dan pemahaman yang dalam. Walau hatiku terasa gelisah menunggu jawaban, tapi aku juga merasa tenang hanya dengan menatap raut tenang di wajah Opa.     

Opa menoleh padaku, "Seorang istri memang harus mengikuti ke mana suaminya pergi, bukan?"     

Seolah ada aliran es merayapi tengkukku. Aku tak sanggup mengatakan apapun. Keputusan Opa sudah sangat jelas walau aku merasa tak rela. Aku memeluk lengan Opa dengan erat dan meletakkan kepala di bahunya.     

Aku menatap Astro yang sedang tersenyum lebar sekali. Aku tahu betapa dia bahagia. Dia tak akan suka jika aku mengacaukan keputusan Opa.     

"Mafaza ga perlu mengkhawatirkan Opa. Opa memang sudah tua, tapi Opa masih punya Oma yang menemani di sini."     

Aku menoleh untuk menatap Oma. Sepertinya Oma keberatan dengan keputusan Opa karena ada raut tak rela di wajahnya. Walau aku tahu Oma akan menuruti keputusan Opa walau Oma tidak menyukainya.     

Apa yang harus kulakukan sekarang? Aku masih mengingat permintaan Oma untuk tinggal tak terlalu jauh dengannya. Sekarang coba lihat apa yang terjadi.     

"Kapan rencana kalian menikah? Bukankah Astro pernah bilang akan menunggu kasusnya selesai?" Opa bertanya.     

Aku tak sanggup mengatakan apapun. Aku sudah menyerahkan waktunya pada Astro.     

"Nanti Astro kabarin, Opa. Banyak yang harus Astro selesaiin dulu." ujar Astro dengan senyum kemenangan yang masih menghiasi bibirnya. Aku tahu senyumnya tak akan pergi dalam waktu dekat.     

Oma mengamit tanganku dan menggenggamnya, "Kalau ada waktu Faza bisa pulang."     

Aku melepas pelukanku di lengan Opa dan memeluk Oma dengan erat. Aku tahu ini sulit bagi Oma, sama seperti ini sulit bagiku.     

Oma mengelus punggungku dengan lembut. Aku bahkan belum resmi menikah dengan Astro, tapi melihat Opa dan Oma yang berniat melepasku, aku merasa sangat sedih. Aku ingin menangis, tapi anehnya tak ada air mata yang keluar.     

"Maaf Faza ga bisa nepatin janji ke Oma." ujarku dengan suara lirih. Kuharap hanya Oma yang bisa mendengarku.     

"Ga pa-pa. Oma akan ikut semua keputusan Opa."     

Mendengar Oma mengatakannya membuat wajahku terasa panas. Haruskah aku menjadi seperti Oma yang menuruti semua keputusan suaminya? Kenapa semua hal ini tiba-tiba terasa berat untukku?     

"Udah. Faza jangan sedih. Oma seneng kok ada Astro yang jagain Faza. Oma sama Opa udah tua, harus ada laki-laki yang jagain Faza kalau kita ga ada."     

"Oma jangan ngomong begitu. Oma sama Opa masih sehat kok."     

Oma memberiku senyum pengertian, "Umur kita siapa yang tau?"     

Aku tahu Oma benar. Aku hanya tak ingin membayangkan kehilangan siapapun lagi dalam hidupku. Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling. Astro, Ayah dan Ibu menatap kami penuh haru. Sepertinya mereka tak ingin merusak suasana hingga hanya diam tak bersuara.     

"Opa mendapat kabar dari Kyle. Sepertinya semuanya sudah siap. Astro memiliki peluang memenangkan gugatan. Astro hanya harus bersabar dengan prosesnya." ujar Opa tiba-tiba.     

"Kira-kira bisa selesai sebelum ujian semester ini, Opa?" Astro bertanya.     

"Opa belum bisa memastikan. Kita harus lihat perkembangannya dulu."     

"Kalau gitu Ibu bisa mulai ngurusin persiapan nikahnya ya? Tanggal nikahnya nanti bisa nyusul kan?" ibu bertanya dengan senyum yang terlihat cantik sekali.     

"Bisa." ujar Opa.     

Percakapan berlanjut dengan membahas segala keperluan menikah. Gedung, kebaya, desain undangan dan segala hal lain yang beberapa waktu lalu sempat dipilih. Kemudian membahas mahar pernikahan yang entah bagaimana aku harus memintanya di saat aku tak menginginkan apapun.     

"Kamu bisa pikirin baik-baik. Ga harus dijawab sekarang." ujar Astro.     

"Faza terserah Opa aja ya." ujarku sambil menoleh pada Opa.     

Opa menggeleng, "Yang ingin menikah kan Mafaza, jadi Mafaza yang harus pilih sendiri."     

"Kalau gitu nanti aja deh. Faza ga kepikiran apa-apa."     

Sepertinya mereka semua setuju, lalu kami melanjutkan pembahasan hingga siang menjelang. Kami makan siang bersama sambil terus melanjutkan pembahasan tentang siapa saja yang akan diundang.     

Opa mengajak Oma, Ayah dan Ibu untuk ikut bersama ke ruang baca, meninggalkanku dan Astro hanya berdua. Astro mengajakku duduk di teras belakang. Kami duduk bersila menghadap satu sama lain di kursi panjang sambil saling menatap.     

"Yakin ga mau pegang tanganku?" Astro bertanya dengan senyum menggodanya yang biasa.     

Aku menggeleng, "Kamu pasti seneng banget kan sama keputusan Opa."     

Astro tak mengatakan apapun, tapi menatapku penuh arti dengan senyum yang tak pergi darinya sejak mendengar keputusan Opa yang membiarkanku mengikutinya ke Surabaya. Dia tampan sekali.     

"Aku ga rela ninggalin Opa sama Oma di sini." ujarku. Aku hanya ingin dia tahu, walau mungkin tak akan bisa mengubah keputusan yang sudah ditetapkan.     

"Tapi Opa bener. Kamu emang lebih baik ikut aku. Aku ga yakin bisa nahan kangen setelah nikah. LDR begini nyiksa banget, kamu tau?" ujarnya dengan rona merah menyebar di wajahnya dengan cepat. Sepertinya aku tahu apa yang sedang dipikirkannya.     

"Aku tau, Astro. Kamu bisa kan berhenti mikir aneh-aneh begitu?" ujarku dengan tatapan sebal.     

Astro tertawa, "Wajar kan? Aku laki-laki."     

"Tapi kamu bikin aku malu."     

"Aku suka liat kamu malu-malu. Kalau aku boleh sentuh, aku mau cubit pipi kamu."     

"Bahas yang lain aja deh."     

"Gimana kalau kita bahas punya anak berapa?"     

Sepertinya wajahku memerah sekarang.     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel ini TIDAK DICETAK.     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLU.SIF & TAMAT di aplikasi WEBNO.VEL. Pertama kali dipublish online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEB.NOVEL, maka kalian sedang membaca di aplikasi/web.site/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.     

Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Banyak cinta buat kalian, readers!     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.