Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Skenario



Skenario

1Berbagai skenario yang aku dan Astro bicarakan beberapa hari lalu benar-benar terjadi. Entah berapa orang yang bertanya padaku tentang apakah kami benar bertunangan sejak kakiku menginjak area parkiran kampus. Sesuai kesepakatan kami yang berniat merahasiakannya, maka aku hanya memberi senyum sebagai jawaban atau lebih memilih diam dan menghindar.     

Beberapa dosen bahkan tertarik untuk mengajakku bicara tentang kasus yang menyeret Astro. Aku menjelaskan pada mereka kejadian sebenarnya. Walau aku tahu beberapa dari mereka tak percaya dengan penjelasanku. Mungkin memang akan lebih baik jika aku mengabaikannya saja.     

Kehadiran Pak Deri sungguh sangat membantu untuk menahan banyaknya orang yang bertanya. Mereka lebih memilih berbisik-bisik dan menyimpulkan sendiri dari percakapan yang mereka dengar di sekitarku dibandingkan harus bertanya padaku dan mendapat tatapan tak ramah dari Pak Deri.     

Zen sepertinya menjaga jarak tak terlalu dekat denganku, tapi juga tak membiarkanku terlalu jauh darinya. Aku tahu karena dia selalu ada di sekitarku hari ini.     

"Jahitan kamu udah dilepas?" aku bertanya pada Zen setelah duduk di sisinya. Aku baru saja selesai menjawab pertanyaan sekumpulan perempuan dari jurusan yang berbeda dariku.     

"Udah." ujarnya sambil memperlihatkan lengannya yang berwarna kemerahan dengan bekas luka yang masih terlihat jelas.     

"Kamu harus pakai salep anti keloid biar bekasnya ga terlalu keliatan. Punyaku aja masih begini walau pakai salep." ujarku sambil memperlihatkan lenganku yang terluka dua tahun lalu.     

Zen justru menatapku dan mengabaikan lenganku, "Bukannya aku udah bilang jangan terlalu baik sama aku?"     

Dia benar. Aku bahkan tak tahu apa yang kuharapkan dengan mengajaknya bicara. Aku hanya langsung menghampirinya saat melihatnya duduk sendiri di bawah pohon.     

"Aku balik deh." ujarku sambil beranjak dari duduk. Mungkin akan lebih baik jika aku pergi saja. Ada rasa sesak saat aku meninggalkan Zen dan menyadari aku baru saja membuat kesalahan. Namun entah kenapa justru terasa lebih buruk saat melihatnya membiarkanku pergi.     

Aku mengambil langkah cepat menuju parkiran diikuti oleh Pak Deri. Aku tahu ada Rommy dan Lyra yang menjagaku dari jauh. Aku hanya tak tahu mereka berada di mana. Mereka bisa saja melaporkan perbuatanku sesaat lalu pada Astro atau keluarganya.     

Aku bodoh sekali.     

Aku duduk di jok tengah karena Pak Deri menyetir mobilku, "Pak, kita ke toko craft ya."     

"Baik, Non."     

Aku memperhatikan jendela di sebelahku dan menatapi pantulan sosok perempuan muda berambut panjang dikepang, dengan kaos dibalut kemeja lengan panjang. Bertahun lalu, hampir selalu ada topi bertengger di kepalanya. Entah sejak kapan dia meninggalkan topi di kamarnya.     

Dia menghela napas perlahan. Dia adalah aku.     

Jika aku membandingkan diriku sekarang dengan diriku saat baru saja pindah ke sini untuk diasuh Opa dan Oma, aku tahu aku jauh lebih baik sekarang. Aku pernah berjanji untuk menjadi lebih kuat dan tegar. Kurasa sejauh ini aku sudah berusaha dengan baik.     

Yang kukhawatirkan adalah janjiku untuk menjaga Opa dan Oma dengan baik. Bagaimana caraku bisa menjaga mereka jika aku pergi mengikuti Astro ke Surabaya?     

Handphone di sakuku bergetar. Aku mengambilnya dan menemukan panggilan video call dari Astro. Aku memasang earphone dan menerimanya.     

"Kenapa cemberut begitu?"     

Aku menggeleng, "Aku ga pa-pa kok."     

Astro menatapku sendu, "Kamu masih berat ninggalin Opa sama Oma?"     

Aah, dia benar-benar mengerti aku.     

"Kamu masih punya banyak waktu buat jagain Opa sama Oma. Kita kan bukannya mau nikah besok."     

"Aku cuma ... udah janji mau jagain mereka. Mereka yang ngasuh aku selama ini. Aku mau balas budi."     

"Tapi Opa bilang kamu harus ikut aku, Honey."     

Astro benar. Sepertinya aku memang tak akan bisa merubah keputusan Opa. Aku memang harus berusaha menerimanya, "Kamu pasti ngijinin aku pulang kalau kangen Opa sama Oma kan?"     

"Aku yang nganter pulang kalau kamu kangen. Aku ga akan biarin kamu pulang sendirian."     

"Thank you."     

"Anytime, Honey."     

Aku tahu dia akan menjagaku dan akan selalu bertanya tentang pendapatku tentang apapun setelah kami menikah nanti. Bertahun-tahun ini dia sudah membuktikan diri layak untuk menjagaku.     

"Udah mikirin mahar apa yang kamu mau dariku?"     

"Aku belum kepikiran apapun soal itu. Nanti aku kasih tau kalau aku udah tau mau apa."     

"Jaga diri ya. Sabtu nanti aku pulang. Kamu jangan nakal selama aku ga ada." ujarnya tatapan khawatir. Kalimatnya membuatku mengingat percakapanku dengan Zen beberapa saat lalu. Perutku mulai menggeliat tak nyaman.     

"Iya, Calon Suamiku." ujarku untuk mengalihkan pikiran.     

"Aku lebih suka kamu panggil aku 'honey', tapi kamu pasti maunya nanti aja kalau udah nikah."     

Aku tersenyum manis, "Kamu tau bedanya kamu sama aku?"     

"Apa?"     

"Kamu ganteng dan aku calon istrinya orang ganteng."     

Astro menatapku tak percaya, "Rayuan kamu receh banget, kamu tau?"     

"Biarin. Kamu kan tau aku emang ga bisa ngerayu."     

"Mau aku ajarin kamu caranya ngerayu aku?"     

Entah bagaimana, tiba-tiba bulu halusku meremang. Tatapan matanya padaku terasa intens sekali. Membuatku merasa gugup.     

"Tunggu aku pulang. Nanti aku kasih kamu kuliah singkat gimana caranya ngerayu aku."     

"Uugh, aku ga mau. Kamu pasti ngajarin aku aneh-aneh."     

"Yang aneh itu kamu. Perempuan tuh punya bakal alami buat ngerayu. Kamu aja yang ga manfaatin bakat itu."     

Mungkin ucapan Astro benar. Seingatku, dulu aku sering merayu Bunda untuk memberiku camilan lebih banyak dibanding Fara dan Danar, tapi sejak Bunda pergi aku memang tak pernah repot-repot berusaha merayu siapapun.     

"Kamu tau kenapa aku milih kamu?" aku bertanya.     

"Kenapa?"     

"Karena kamu menawan hatiku."     

Wajah Astro merona merah sekali. Bahkan, sepertinya dia menahan napas. Aku hanya tak berada cukup dekat dengannya untuk memperhatikan detail itu.     

"Kamu tau kenapa aku milih kamu?" Astro bertanya.     

"Kenapa?"     

"Karena kamu perempuan paling cantik yang paling sedih yang pernah aku kenal. Aku ga mau liat kamu sedih terus. Aku mau nemenin kamu biar kamu bahagia sampai tua."     

"Bukannya repot banget kalau kamu harus ngurusin aku yang cengeng?"     

"Aku ga keberatan. Aku bisa bikin kamu jadi perempuan yang paling bahagia di dunia."     

Dia membuatku terharu hingga tak mampu menyembunyikan senyum di bibirku, "Gimana caranya kamu yakin kalau aku jadi yang paling bahagia?"     

"Coba aja liat senyum kamu." ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa.     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel ini TIDAK DICETAK.     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLU.SIF & TAMAT di aplikasi WEBNO.VEL. Pertama kali dipublish online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEB.NOVEL, maka kalian sedang membaca di aplikasi/web.site/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.     

Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Banyak cinta buat kalian, readers!     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.