Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Permen



Permen

2Aku baru saja selesai memasang lukisan yang kubuat beberapa hari lalu di galeri. Aku memasangnya di ruang tamu, tepat di sebelah fotoku bersama Opa dan Oma saat kelulusan SMA. Aku menatapinya dari sofa sambil menyesap sekotak kecil susu coklat.     

Lukisan yang kubuat adalah lukisan Opa dan Oma saat muda dulu. Aku pernah melihat foto keduanya di loteng, jadi tak sulit bagiku memindahkan sosoknya ke dalam kanvas.     

Opa dan oma sedang berkunjung ke rumah Kakek saat ini, entah sedang apa. Beberapa waktu belakangan ini, sejak malam sebelum Astro melamarku, Opa dan Oma sering berkunjung ke sana.     

Aku meraba dua cincin yang berada di balik pakaian, lalu mengeluarkannya. Aku melepas cincin lamaran dari Astro dari kalung dan memakainya di jari manis kiriku. Aku menatapinya dalam diam, lalu mengela napas.     

Apakah aku membuat keputusan yang tepat? Aku memang ingin menikahinya, tapi aku takut untuk meninggalkan semua yang ada di sini. Datang ke lingkungan baru bukanlah hal baru untukku. Aku juga tak takut untuk beradaptasi pada suasana baru. Aku hanya ... ingin berada di sini lebih lama.     

Aku meraba cincin di jariku. Kenapa dadaku terasa sesak?     

Astro dan aku selalu bisa melewati semuanya selama ini. Aku tahu kami akan selalu baik-baik saja. Karena bersamanya memang hal paling baik yang bisa kubayangkan. Kami memang sering berdebat, tapi segalanya selalu membaik dengan sendirinya.     

Kenapa aku masih merasa tak rela? Dan kenapa pula aku terus memikirkan hal ini?     

Aku beranjak menuju kamar. Kemudian memakai jaket, topi, ransel dan sebuah scarf untuk menutupi mulut dan hidungku, juga sengaja membiarkan rambut tergerai. Kurasa akan lebih baik jika mencari suasana yang berbeda di luar.     

Aku mengambil sepeda dari satu sudut di halaman dan menaikinya. Aku berpamitan pada Pak Said di depan gerbang sebelum benar-benar pergi.     

"Saya temenin ya, Mbak." ujarnya sambil beranjak dari duduknya.     

"Ga usah, Pak. Ga pa-pa kok. Faza cuma mau ke makam."     

"Bener, Mbak? Nanti kalau ada yang ganggu gimana?"     

"Ga ada yang ganggu. Muka Faza kan ga keliatan. Lagian pasti ada Lyra sama Rommy."     

Pak Said terlihat ragu, tapi mengijinkan aku pergi. Aku mengayuh sepeda dalam diam dan menikmati belaian angin di kulitku yang terbuka. Aku baru berpikir, sudah berapa lama aku dan Astro tak bersepeda bersama?     

Aku masih mengingat saat pertama kali kami bersepeda. Aku memaksanya meminum sebotol sari kedelai yang ternyata langsung dia sukai. Saat itu sepertinya kami konyol sekali.     

Aku mengayuh sepeda dengan lambat ke arah sekolah. SMA Amreta Tisna yang terlihat sama selama beberapa tahun ini. Entah bagaimana, tapi aku merasa haru saat mengingat segala tingkah Astro yang selalu menyebalkan sejak dulu. Aku tak mampu berbohong aku memang sedang merindukannya.     

Aku melanjutkan kayuhan sepeda menuju makam. Tak banyak yang melewati rute ini pagi-pagi seperti ini, tapi justru membuatku merasa lebih bebas.     

Aku berhenti untuk melonggarkan scarf yang menutupi wajah. Namun hanya seperti ini saja terasa lebih menyenangkan karena bisa menghirup udara di sekitar dengan lebih baik. Beberapa orang yang kebetulan bertatap mata denganku terlihat seperti tak yakin, tapi aku mengabaikannya dengan mengayuh sepeda lebih cepat.     

Masih ada kabut tipis saat aku sampai di makam. Aku memarkir sepeda di tepi sebelum berjalan lebih dalam ke makam keluargaku. Ada beberapa orang lain di sini, tapi sepertinya mereka tak memperhatikan keberadaanku yang berjalan dalam diam seorang diri.     

Melewati pusara demi pusara yang tertancap di tanah dengan suasana sedikit mencekam, mungkin akan membuat orang lain bergidik ngeri. Namun aku justru selalu merasa dadaku hangat saat melewatinya.     

Aku menatap tiga makam di hadapanku sebelum melepas scarf di wajah dan mulai membersihkan daun-daun jatuh, juga mencabut rumput liar yang membuat makam terlihat kusam. Kemudian duduk di tumpukan batu bata pendek yang biasa kududuki.     

Aah, kenapa aku merasa seperti ada Astro sedang bersamaku, menemaniku di sini?     

Tiba-tiba seseorang menepuk bahuku. Aku menoleh dan mendapati seorang anak laki-laki memberiku beberapa buah permen coklat. Sepertinya dia masih berusia lima atau enam tahun.     

Apa yang dia lakukan di makam sepagi ini? Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling, tak ada siapapun di sekitarku yang mungkin adalah keluarganya. Aku bahkan tak menyadari saat dia mendekat padaku.     

"Buat Kakak?" aku bertanya karena dia hanya tersenyum sambil menyodorkan permen coklat padaku.     

Dia mengangguk, lalu mengamit tanganku dan meletakkan permen coklat. Dia menepuk pipiku sambil menunjuk bibirnya yang sedang tersenyum. Mungkinkah dia sedang memintaku untuk tersenyum juga?     

"Mm, makasih. Nama kamu siapa?" aku bertanya dengan sebuah senyum yang berusaha kuberikan padanya.     

Anak itu mengecup pipiku, lalu segera berbalik dan berlari menuju area luar pemakaman. Dia meninggalkanku dengan permen coklat dan tanda tanya.     

Aku menarik napas dan menghembuskannya perlahan. Aku membuka satu permen dan memasukkannya ke dalam mulut. Kemudian melirik jam di lengan, pukul 07.11. Seharusnya Astro sudah sampai di lokasi proyeknya sekarang.     

Aku tak yakin apakah Astro akan menerima video call dariku, tapi aku akan mencobanya. Aku baru saja mengambil handphone dari ransel saat handphone-ku bergetar lebih dulu. Ada panggilan video call, aku menerimanya.     

"Pagi, Honey." ujar Astro dengan senyum menggodanya yang biasa.     

Aku tak mampu menyembunyikan senyum di bibirku. Bagaimana bisa aku hidup tanpanya saat melihatnya seperti ini saja mampu membuatku begitu bahagia?     

"Kamu di makam?"     

Aku mengangguk.     

"Sendirian?"     

"Tadi Pak Said mau nemenin, tapi aku tolak. Aku pengen sendiri dulu."     

"Something bothering you (Ada sesuatu yang ganggu pikiran kamu)?"     

Aku menatapnya dalam diam. Entah apa yang harus kukatakan.     

"Aku akan selalu nemenin kamu pulang kalau kamu kangen mereka, Honey." ujarnya, seolah sedang memahami kekhawatiranku.     

"Aku tau. Aku cuma ... belum biasa. Kamu mau langsung kerja?"     

"Tadinya, tapi nanti dulu. Calon istriku butuh dihibur."     

Aku tersenyum manis, "Aku ga pa-pa. Cuma lagi pengen sendiri."     

"Kalau pengen sendiri ngapain angkat video call dariku?"     

Dia salah. Sebetulnya, akulah yang ingin memberinya panggilan video call sesaat lalu.     

"Aku ga mau bilang kangen. Nanti kamu tiba-tiba pulang." ujarku karena mengingat dua tahun lalu saat dia benar-benar pulang saat aku bercanda aku ingin dia datang padaku saat itu juga.     

Astro memberiku senyum menggodanya yang biasa, "Kamu kan tau aku ga bisa pulang."     

Aku akan menggodanya sebentar, "Makanya aku bilang ga mau bilang kangen."     

"Kamu baru aja bilang kangen terselubung, kamu tau?"     

"Aku tau kok. Aku kan sengaja bilang gitu. Tuan Astro kan jenius."     

Astro tertawa, "Udah pinter ngerayu ya sekarang?"     

"Aku ga ngerayu tuh. Kamu aja yang narsis."     

"Jangan kaget kalau kamu liat aku di depan kamar kamu besok."     

Aku menatapnya tak percaya. Aku memang mengharapkannya datang padaku. Namun dengan berbagai kejadian belakangan ini, aku tahu dia memang tak bisa menemuiku dengan leluasa, "Ga mungkin, Astro. Kamu ga bisa pulang."     

"Tadi katanya kangen pengen aku pulang, tapi sekarang nolak?"     

"Aku seneng kalau kamu bisa pulang, tapi aku ga mau terlalu ngarep."     

"Ya udah aku ga jadi pulang." ujarnya dengan senyum yang masih menghiasi bibirnya. Dia benar-benar menyebalkan.     

"Tadi ada laki-laki cium aku tiba-tiba sebelum kamu video call."     

Senyum di bibirnya tiba-tiba lenyap walau segera kembali menghiasi bibirnya lagi, "Anak kecil?"     

"Kok tau?"     

"Kalau udah dewasa ga mungkin Lyra diem aja, Honey."     

Sial, dia benar. Dia menatapku dengan tatapan intens, membuatku mengalihkan tatapanku selama beberapa saat sebelum kembali menatap layar.     

"Aku mau pulang sekarang. Udah cukup kamu nemeninnya. Aku ga mau kamu ngoceh bilang aku nunda-nunda kerja." ujarku sambil bangkit.     

"Bilang aja biar kita bisa cepet nikah."     

Sepertinya wajahku memerah sekarang.     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel ini TIDAK DICETAK.     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLU.SIF & TAMAT di aplikasi WEBNO.VEL. Pertama kali dipublish online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEB.NOVEL, maka kalian sedang membaca di aplikasi/web.site/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.     

Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Banyak cinta buat kalian, readers!     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.