Mungil
Mungil
Biasanya aku akan menyambutnya, menyalami dan mencium tangannya. Sebagai bukti baktiku untuknya, tapi aku sedang tak berselera walau hanya menoleh untuk menatapnya. Aku tahu dia sedang menatapku sambil berpikir dalam dan matang. Aku tahu dia sedang sengaja memberiku ruang untuk sendiri. Aku pun tahu dia menungguku memberikan reaksi.
Aku tidak memberinya pesan atau telepon sejak tadi pagi. Aku tak tahu bagaimana harus memberitahunya tentang keputusan Opa. Terlebih, aku masih belum rela.
Sekarang hari sudah hampir malam. Aku tahu dia menyelesaikan pertemuan robotiknya terlebih dulu sebelum pulang. Walau kurasa berapa kali pun dia menghadiri pertemuan itu, akan percuma saja jika kami benar-benar pindah ke Jerman semester depan.
Aku baru beberapa bulan mengikutinya ke Surabaya. Aku bahkan sudah berencana untuk menjadi mahasiswa baru di kampus yang sama dengannya semester depan, tapi semuanya tiba-tiba berubah. Bagai angin tornado yang menghempaskan semua yang dilaluinya.
Aku menggerakkan tangan mungil boneka Opa dan membayangkan Opa sedang menjulurkan tangannya padaku untuk kujabat. Andai benar Opa sedang mengulurkan tangannya padaku, kurasa aku akan langsung berlari dan memeluknya. Hatiku terasa sakit hanya dengan membayangkannya.
Astro mendekatkan dirinya padaku dan mengangkat tubuhku di kedua lengannya, membuatku mau tak mau memeluk bahunya dan menatap wajahnya karena terkejut. Dia tidak menatapku, dia justru menutup pintu mobil dan membawaku memasuki rumah rahasia kami.
Dia mendudukkanku di salah kursi meja makan, lalu beranjak menjauh untuk mencuci tangan. Dia bergerak dengan cekatan mempersiapkan makan malam seolah itu memang tugas baginya selama ini.
Aku bahkan lupa untuk makan siang karena langsung berdiam diri di mobil setelah selesai berbincang dengan Opa siang tadi. Astro pasti tahu aku melewatkan makan siangku dan dia akan mengoceh jika waktunya tiba.
Aku meletakkan kedua boneka rajut ke atas meja dan menghampirinya untuk membantu. Aku belum berani membuka suara. Aku bahkan belum berani untuk menyalaminya karena aku tak tahu bagaimana reaksinya.
Nasi hangat dengan berbagai lauk pauk berjejer di atas meja makan sesaat setelahnya. Saat aku akan menyendok nasi ke atas piring, dia menatapiku dalam diam.
Aah....
Aku mengulurkan tangan untuk menyalaminya, dia menerimanya. Aku mencium tangannya, seperti yang biasa kulakukan. Saat aku akan menarik tanganku kembali, dia menarikku mendekat padanya. Tiba-tiba saja aku sudah berada di pangkuannya, menghadap dirinya.
"Kamu ga ngabarin aku hari ini. Kenapa?" dia bertanya dengan tatapan serius walau kedua lengannya sedang memelukku.
Aku hanya mampu menggeleng dengan wajah tertunduk. Bagaimana pula aku harus menjelaskannya padanya?
"Kamu udah nelpon oma kan?"
Aku hanya mengangguk.
"Oma bilang apa?"
Astaga ... aku tak mampu mengatakan apapun.
Astro mengelus wajahku dan memintaku menatapnya, tapi dia hanya diam hingga hening di antara kami. Aku tahu dia menungguku bicara lebih dulu. Aku tahu dia akan sanggup menunggu berapa pun waktu yang dibutuhkan untuk membuatku memecah keheningan. Mungkin hingga pagi menjelang esok hari.
"Opa bebasin aku milih." ujarku setelah terasa selamanya.
"Kamu punya waktu seminggu." ujarnya yang entah bagaimana tiba-tiba tatapannya berubah sendu.
Aku hanya mampu mengangguk. Aku tahu aku harus membuat keputusan, tapi aku benar-benar tak tahu harus memutuskan apa dan bagaimana. Berjauhan dengan Opa dan Oma dengan sekian negara yang menghalangi jarak kami terasa sangat berat.
"Kabarin aku kalau kamu siap. Aku ga akan bahas ini lagi, tapi aku akan tanya keputusan kamu seminggu lagi."
Aku mengangguk dalam diam. Aku tak memiliki kalimat apapun untuk membalas kalimatnya.
"Mau aku suapin? Aku tau kamu ga makan tadi siang."
Aku hanya menggeleng dan bangkit dari pangkuannya. Aku kembali duduk di kursi yang sesaat lalu kutinggalkan dan membantunya mengambil porsi makannya yang biasa sebelum mengambil makananku sendiri.
Sebetulnya aku sedang malas memakan apapun. Aku hanya memaksakan diri untuk menemaninya makan karena tak ingin membuatnya mengkhawatirkanku. Aku sudah melewatkan makan siangku dan dia mengetahuinya. Aku tak ingin dia merayuku untuk makan sedangkan dia memiliki begitu banyak pekerjaan untuk diselesaikan. Merayuku akan membuang waktunya yang berharga.
Kami makan dalam diam. Saling membantu membereskan sisa makan malam kami dan beranjak ke lantai dua.
Kupikir dia akan langsung berkutat dengan pekerjaannya, tapi dia membawaku ke kamar. Kami berjalan lurus ke kamar mandi dan dia menyalakan air hangat dari keran untuk mengisi bath tub. Dia kembali padaku dan mengangkat tubuhku ke samping wastafel.
Dia menyusupkan kedua tangannya ke punggungku dan mengelusnya. Saat kupikir dia akan menciumku, dia hanya menatapku tanpa mengatakan apapun.
Aku menghela napas perlahan dan meletakkan dahiku di dahinya. Napasnya bertemu dengan napasku di ujung hidung kami, terasa hangat. Aku memeluk bahunya sambil memejamkan mata, "Thank you."
Astro hanya menggeleng pelan.
"Makasih udah sabar sama aku."
"Siapa lagi yang harus sabar sama kamu kalau bukan aku?"
Aku membuka mata dan mendapatinya sedang memberiku senyum menggodanya yang biasa. Aku mengecup bibirnya, "I love you. Aku tau aku harus ikut ke mana kamu pergi. Aku cuma ... butuh waktu nyiapin diri."
"Aku tau. Aku juga butuh waktu nyiapin diri. Kerjaku beberapa bulan ngurusin Koko Krab (robot kepiting raksasa yang akan ikut dalam kompetisi robotik akhir tahun) itu akan jadi sia-sia."
"Ga sia-sia kok."
Astro mendengus kesal, "Ga sia-sia apanya? Semua part robotnya udah siap. Kita tinggal pasang semuanya dan uji coba."
Aku melepas dahiku dari dahinya, "Kamu tetep dapet ilmunya, Astro. Admit it (Kamu harus akui itu)."
Dia hanya menatapku dalam diam. Aku tahu aku benar, tapi kurasa akan lebih baik jika aku tak membahas hal ini lebih lanjut. Aku memang pernah berpikir semuanya sia-sia saja, entah bagaimana aku tiba-tiba berubah pikiran.
Aku melepas kaos yang kupakai dan beranjak turun, lalu mematikan keran yang mengisi bath tub dan memasukkan sebuah bath bomb beraroma citrus ke dalamnya. Aku berbalik untuk menatap Astro dan melepas jaket yang dia pakai, juga kaos dan celananya.
"Mau aku yang buka atau kamu yang buka?" aku bertanya sambil melirik ke satu-satunya pakaian yang menutupi bagian pribadinya.
Astro mencubit pipiku pelan, "Berani nakal ya kamu sekarang?"
"Kan kamu yang bilang kamu suka aku nakal." ujarku sambil tersenyum manis. "Lagian aku ga bisa nakal sama orang lain."
Astro tersenyum lembut dan menarik tubuhku ke pelukannya. Dia mencumbu bibirku dengan lembut sambil melucuti pakaianku, "Tiga sesinya sekarang aja."
Aku hanya mampu menggumam karena bibirku bergetar. Entah sejak kapan, aktivitas bercinta kami menjadi tempat kami melepas beban pikiran.
"I love you, Honey." ujarnya sambil menyapu bibirnya di tengkukku.
"I love you too, My Honey."
Kami bergumul dalam hasrat di tepi bath tub, dengan aroma citrus yang menyegarkan yang menguar ke seisi ruangan. Kami baru berhenti saat ketiga sesi yang dimintanya terpenuhi.
Kami saling membersihkan diri dan merendam tubuh kami di dalam bath tub yang mulai dingin. Hangat tubuhnya menjalari tubuhku hingga suhu air di dalam bath tub tak lagi kupedulikan. Terlebih saat tubuhku terasa lelah karena menemaninya bercinta.
Astro mengecup ujung rambut di bahuku, "Kamu tau ada berapa banyak orang yang pengen kayak kita?"
Aku menggeleng, "Banyak?"
Astro menggumam mengiyakan, "Mereka ga tau beratnya jadi kita. Kalau mereka tau, mungkin mereka akan bersyukur sama hidup mereka sendiri."
Entah bagaimana tiba-tiba aku teringat Zia. Kami tak bertemu lagi dengannya sampai tiba waktunya kami pulang dari Gili Trawangan beberapa hari lalu. Bu Lia yang melarang kami ke rumahnya lagi. Bu Lia berkata dia lah yang akan menghampiri Eboth di mana pun kami membuat kesepakatan. Kecuali di rumahnya.
"Lahan Zia udah kamu beli?" aku bertanya.
"Udah. Kenapa?"
Aku menggeleng dan menoleh untuk mengecup bibirnya, "Kita ketemu bukan karena kebetulan, Honey."
=======
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-
Kalian bisa add akun FB ku : nou
Atau follow akun IG @nouveliezte
Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow nou di sana yaa..
Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, juga tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini. Luv u all..
Regards,
-nou-