Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Semuanya



Semuanya

2Satoru : Faza, ini Sato. Aku mau batalin pesenanku, bisa?     

Satoru : Sorry aku dapet nomor kamu dari Jeanny. Aku baru bisa ke workshop besok sore. Kupikir lebih bagus aku chat kamu dulu     

Aku menatapi pesan di layar handphone selama beberapa lama sebelum beranjak menghampiri Umar yang sedang melebur perak, "Pesenan Sato buat tunangan udah dikerjain?"     

"Ini aku baru lebur peraknya."     

"Pending dulu. Kamu bisa kerjain yang lain."     

Umar terlihat bingung, "Kenapa dipending? Bukannya udah dibayar penuh?"     

Aku menaikkan bahu, "Sato yang minta. Kamu kerjain pesanan yang lain dulu aja ya."     

Umar mengangguk walau ragu-ragu.     

Aku meninggalkan Umar dan meminta Putri membantu Umar untuk menunda pesanan Satoru. Putri mengajak Cacha ke ruang penyimpanan dan menghitung ulang semua bahan untuk dialihkan ke pesanan selanjutnya.     

Aku : Aku tunggu di workshop besok sore. Aku kembaliin pembayaran cincinnya     

Satoru : Besok aku kabarin kalau aku bisa ke sana lebih cepet     

Aku : Okay     

Satoru : Thank you, Za     

Aku : Not a big deal (Bukan masalah)     

Aku melirik jam di dinding workshop, pukul 15.28. Seharusnya Astro pulang sebentar lagi. Dia sudah berjanji akan pulang cepat hari ini.     

Aku memanggil Putri yang baru saja selesai membantu Cacha dan mengajaknya turun ke lantai satu, menuju dapur. Aku meminta Putri membuat dua gelas sirup dingin untuk kami, sementara akj membaca semua pesan yang masuk di handphone. Ada pesan dari grup Lavender, Kak Sendy, dan Viona. Aku membuka pesan Viona lebih dulu.     

Viona : Kenapa ga langsung laporin ke polisi aja pakai pasal pencemaran nama baik?     

Aku : Ga perlu. Lagian masalahnya udah selesai. Thanks to you     

Viona : Kamu terlalu baik. Kalau Astro yang handle pasti udah dipenjara dia     

Aku tersenyum. Bagaimana pun, Viona benar. Astro pasti akan melakukan hal seperti itu. Melepaskan Rifki yang sudah merusak citra workshop menggunakan nama akun Dara bukanlah pilihan yang akan Astro ambil jika dia adalah aku.     

Viona : Aku denger kamu mau pulang weekend ini. Bener, Za?     

Aku : Siapa yang bilang ke kamu?     

Viona : Denada. Tenang aja, aku ga ember kok. Aku juga tau Opa kamu masuk rumah sakit. Aku pengen jenguk, tapi dilarang Hendry. Hendry bilang lebih baik aku ga terlalu keliatan deket sama kamu dulu     

Aku menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Aku tahu Viona bisa saja mendapatkan informasi dari orang-orang kepercayaannya jika dia membutuhkannya, tapi mengetahui dia mendapatkan informasi dari Denada membuatku merasa seperti dikhianati.     

Aku tahu Denada dan Viona dekat. Aku juga tahu memberi tahu Viona tentang hal semacam tanggal kepulanganku memang bukanlah masalah besar, tapi aku merasa Denada tak seharusnya memberitahukan hal itu pada Viona terlepas seberapa dekat hubungan mereka. Terlebih, memberitahu tentang kondisi kesehatan Opa.     

Haruskah aku membicarakan ini dengan Denada dan memintanya berhenti mengatakan apapun tentangku pada orang lain? Apakah aku akan terlihat seperti sahabat yang sangat sombong?     

Putri membuyarkan lamunanku saat dia meletakkan segelas sirup dingin di hadapanku, "Ada masalah lagi?"     

Aku menggeleng, "Bukan masalah."     

"Bener?"     

Aku hanya mengangguk sambil meneguk sirup dingin dan meletakkan gelas ke meja, "Menurut kamu Cacha gimana?"     

"Bagus. Kayak pro. Kamu ketemu dia di mana?"     

"Kebetulan aja dia lagi butuh kerjaan jadi aku kasih kesempatan. Kalau kamu mau nginep di sini selama aku di luar negeri kan aku ga perlu rekrut dia."     

"Aku minta maaf soal itu. Aku ga yakin bisa jaga workshop segede ini sendirian. Barang-barang di ruang penyimpanan itu juga mahal. Kalau ada perampokan aku ga akan bisa bayar pakai gajiku seumur hidup." ujar Putri dengan tatapan bersalah.     

Aku tersenyum, "It's okay. Aku mau bahas yang lain."     

Putri hanya menatapku sambil meneguk air sirup miliknya.     

"Kamu ketemu Rifki di mana?"     

Putri terbatuk-batuk dan menatapku dengan mata berair, "Di ... kampus."     

Aku menghela napas, "Dia nembak kamu duluan?"     

Putri mengangguk dengan wajah merona merah sekali.     

"Kamu bahas apa aja soal aku ke dia?" aku bertanya seolah aku tak tahu apa saja yang sudah mereka bicarakan selama ini. Aku hanya ingin melihat kejujuran Putri padaku. Setidaknya aku akan menggunakan alasan kejujurannya jika suatu hari Astro memintaku memecatnya.     

Putri menatapku ragu-ragu, "Aku ... bahas semuanya. Soal kamu sama Astro, soal toko, siapa aja yang kerja di sana. Aku ... minta maaf, Za. Aku baru sadar aku ga seharusnya ngasih tau itu semua ke dia. Aku ga tau dia bisa jahat kayak kemarin."     

Aku berpikir sesaat sebelum bicara, "Ada alasan kenapa aku ga pernah ngasih tau orang lain soal diriku sendiri. Harusnya kamu tau kamu ga boleh ngasih tau informasi tentang aku ke siapapun. Aku tau kamu bisa nahan informasi soal aku ke orang asing, tapi kamu gagal sembunyiin informasi tentangku ke pacar kamu. Mm ... mantan pacar kamu."     

Putri terlihat terguncang setelah aku selesai bicara. Aku tahu aku tega sekali padanya. Aku tak akan melakukan hal ini jika bukan karena Astro yang memintanya.     

Semalam Astro memaksaku membahas Rifki dengan Putri dan memintaku memastikan Putri mengerti bahwa dia tak diperbolehkan membahas kehidupan pribadi kami pada siapapun. Termasuk pada seseorang yang dia anggap dekat dengannya.     

"Aku berterima kasih sama semua yang kamu kerjain selama ini. Kerjaan kamu selalu bagus. Aku ga pernah komplain tentang itu, tapi aku minta kamu rahasiain semua yang kamu tau tentangku dari orang lain, bisa? Ini bukan demi diriku sendiri, tapi demi orang lain. Demi keselamatan diri kamu juga."     

Putri menatapku dengan tatapan bingung dan bicara dengan suara pelan, "Kamu ... punya musuh?"     

Aku mengangguk, "Bukan sembarang musuh. Kamu harus lebih hati-hati."     

"Beneran?" Putri bertanya dengan tatapan yang berubah menjadi khawatir.     

"Iya."     

Putri menatapku dalam diam selama beberapa lama sebelum bicara, "Aku ... ga mikir sampai ke sana. Aku minta maaf. Aku akan lebih hati-hati mulai sekarang."     

Aku mengangguk singkat, "Apa aja yang kamu bahas soal aku ke Vinny sama Gon?"     

Putri terlihat terkejut, "Vinny sama Gon?"     

"Iya."     

"Aku bahas ... semuanya." kalimat Putri menggantung dan dia terdiam sambil menatapku lekat selama beberapa lama. "Jangan bilang ..."     

Aku mengangguk, "Kamu bener."     

"Ga mungkin!" ujar Putri sambil bangkit dan meremas sebagian rambutnya seolah dia sedang kehilangan akal sehatnya. "Kamu bercanda kan?"     

"Kalau bisa aku mau bercanda sekarang. Sayangnya ga bisa."     

Putri mengedarkan tatapannya ke sekeliling ruangan seolah sedang mencari sesuatu. Entah apa.     

"Udah telat kalau mau nyesel sekarang. Ini juga salahku karena aku ga ngecek lebih lanjut. Aku baru tau minggu lalu mereka sebenernya siapa."     

"Tapi ... mereka baik banget."     

"Aku tau. Kamu lemah sama orang baik. Aku juga."     

Pupil matanya melebar dan tertawa seperti orang gila dalam beberapa detik waktu yang terlewat sebelum kembali duduk dan menatapku lekat, "Kamu mau pecat mereka?"     

"Ga sekarang. Terlalu buru-buru. Aku mau minta kamu rahasiain semuanya tentang aku mulai sekarang. Jangan cerita sama siapapun walau dia sesama rekan kerja kamu."     

Putri mengangguk dengan mantap, "Aku minta maaf. Aku ga akan ceritain tentang kamu ke siapapun lagi. Percaya sama aku."     

Aku menatapnya lekat dan memperhatikan ekspresinya dengan teliti. Aku tak ingin melewatkan sebuah detail kecil yang mungkin saja berarti sesuatu.     

"Kita harus bikin perjanjian di atas kertas. Antara aku, kamu dan Astro." ujarku tepat saat terdengar suara bel yang mirip dengan lonceng saat seseorang membuka pintu. Aku mengenali langkah kaki itu. Langkah kaki seorang yang kunikahi beberapa bulan lalu.     

Dia memberiku senyum menggodanya yang biasa saat menangkap keberadaanku, "Hai, Cantik."     

Aah laki-laki ini benar-benar....     

Aku tersenyum manis dan menunggunya duduk di sebelahku. Aku menyalami dan mencium tangannya setelah dia meneguk habis air sirup yang tergeletak di hadapanku.     

"Mau lagi?" aku bertanya.     

Astro menggeleng, "Kalian udah selesai bahas yang perlu kalian bahas?"     

Aku mengangguk dan menatap Putri, "Gimana? Kamu jadi orang pertama yang setuju bikin kesepakatan sama kita soal yang kita bahas tadi. Aku akan minta yang lain bikin kesepakatan yang sama juga."     

Putri menatap kami bergantian sebelum bicara, "Kalau aku ga mau, gimana?"     

=======     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : nou     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow nou di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, juga tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.