Sadar Ditipu
Sadar Ditipu
Vania tidak menyangka, berhubungan dengan seorang pria, membuat dirinya merasakan kenikmatan tiada tara. Walau bermain dengan Farisha sendiri, Vania juga menikmatinya. Ini adalah hari pertama dan juga di mana Vania menyerahkan segalanya untuk pria yang ia anggap sebagai suami dari Farisha.
"Ohh, ini adalah pengalaman yang mengasyikkan, Sayang. Oh, hari ini aku sangat puas denganmu, Usman. Ayo, teruskan lagi." Vania merasakan dalam dirinya sudah sangat menikmati perlakuan pria di belakangnya. Serta mengeluarkan suara keras seperti erangan dan desahan.
Tidak mau kalah, pria yang berpura-pura menjadi Usman itu juga menikmati percintaan itu. Ia bahkan sangat beruntung karena merasakan dirinya memasuki diri sang wanita seksi dan menggoda itu.
Peluh dan keringat menambah kebuasan mereka saling menikmati satu sama lain. Mereka juga sudah mengotori dan membuat tempat tidur itu berantakan. Dan bau percintaan mereka sudah menyebar ke segala arah di tempat tidur itu.
"Ooh, aku keluar, ohh hhmmmppp hhh ..." erang Vania yang langsung tergeletak lemas. Begitu lawannya yang sudah menembakan lahar panas ke dalam tubuhnya. "Ahhh ... aku puas, Usman."
"Aku juga, Farisha ... hari ini aku tidak menyangka akan menjadi orang yang sangat beruntung bisa melakukan ini denganmu, hehehe," kekeh pria tidak dikenal itu. Ia sudah puas melakukan itu dan giliran mereka istirahat sejenak.
***
Usman sudah menghabiskan makanannya. Namun sampai sekarang pun tidak ada hadiah yang dijanjikan oleh orang yang mengajaknya makan. Bahkan yang katanya akan ada orang yang memberikan hadiah padanya pun tidak ada tanda-tanda.
"Ini aku sudah menghabiskan semua makanannya. Sudah kenyang ... kapan hadiahnya akan datang?" tanya Usman yang menagih hadiah dari pria di depannya.
"Eh, sebentar!" pria itu mengecek ponselnya dan mendapat pesan masuk. Maka ia sudah menyelesaikan tugasnya. "Oh, mohon maaf, Pak. Sepertinya salah kamar. Dan ternyata hadiahnya sudah dikirimkan langsung ke kamar yang dimaksud. Sekali lagi, maafkan saya, Pak," ujar pria itu dengan senyuman kecut. Ia tidak tahu mengapa harus berkata seperti itu. Tapi untungnya ia tidak akan menghabiskan uang untuk membayar banyaknya makanan yang diminta oleh Usman.
"Lah, kalau nggak ada hadiah, kenapa malah membawaku ke sini? Aku tidak tahu harus bilang apa nanti." Tentu ia bingung, harus berkata apa pada Farisha. Ia keluar tanpa pamit dan bisa dirinya akan dimarahi. Ia juga tidak tahu jalan untuk kembali ke kamar.
Sementara di sebelah, Farisha mendengar pembicaraan Usman dan lelaki itu. Ternyata Usman memang tidak mengenal pria itu. Tapi entah mengapa ini terasa aneh baginya. Ia juga tidak tahu motif dari wanita yang ada di depannya.
"Maaf, Bu. Kita sudah menghabiskan makanannya. Sekarang, bisakah beritahu kepadaku, sebenarnya produk apa yang ditawarkan itu, yah? Ini kita sudah lama sekali di sini. Saya tidak banyak waktu." Farisha sebenarnya tidak tertarik dengan produk yang belum jelas itu. Apalagi wanita itu hanya bertele-tele padanya.
"Aduh, gimana, ya ..." kata wanita itu dengan raut wajah muram. Ia hanya tidak menyangka akan terjebak oleh omongannya sendiri. Padahal ia bukanlah orang yang bekerja di sebuah perusahaan. Apalagi seorang yang bekerja untuk mendistribusikan atau marketing produk.
"Bagaimana? Kalau nggak niat, mending nggak usah! Membuang-buang waktuku saja!" Farisha sudah menyangka kalau dirinya hanya diberi harapan yang palsu. Bahkan ia sadar kalau memang tidak benar-benar akan diadakan kerjasama.
"Ehmm ... maaf, Bu. Anu ... sebenarnya kami sudah ... anu, Bu." Wanita itu berbicara dengan gugup. Karena tidak berpikir terlebih dahulu, bagaimana menyelesaikan semua masalah ini.
"Arrggghh! Kalau memang tidak niat, ngapain bawa-bawa ke sini saja? Apa anda pikir saya bodoh? Siapa yang menyuruhmu? Dan apa yang direncanakan oleh orang yang telah menyuruhmu?" tanya Farisha dengan tegas.
Mendengar pertanyaan itu, membuat sang penipu itu tergagap. Tidak tahu harus bilang apa pada korbannya. Ia juga sudah berkeringat dingin karena sudah ketahuan menipu. Ia benar-benar buntu saat ini. Tidak memiliki rencana lain untuk menjawab. Ia kini bisa ia katakan apapun lagi.
"Coba katakan!" bentak Farisha sambil menggebrak meja dengan keras. "Jawab atau saya akan melaporkan ini kepada polisi karena kasus penipuan! Di hotel ini dipasangi kamera CCTV, asal anda tahu, saya bisa mencari tahu lewat rekaman CCTV untuk menjebloskan anda ke polisi!" ancamnya dengan amarah yang mulai memuncak.
Wanita itu hanya terdiam dan tidak bisa berkata apa-apa lagi. Karena ia sudah ketahuan berbohong, menipu orang dengan rencana yang kurang matang.
Usman hampir ditinggal oleh orang yang menipunya. Ia tidak bisa membela dirinya. Tapi ia mendengar ucapan Farisha yang memarahi seorang wanita. Bahkan istrinya itu membalikan badan ke arah pria yang bersama dengan Usman.
"Hei, kau! Anda yang di sana!" tunjuk Farisha menghentikan pria yang menipu suaminya. "Apakah setelah menipu orang, anda pergi begitu saja?" Lalu ia mendekati pria itu dan menyeretnya.
"Am ... ampun, Buk. A-apa maksudnya ini? Saya tidak ada urusan dengan anda. Bagaimana saya menipu? Maaf, saya masih banyak urusan!" pekik pria itu mencoba melepaskan diri. Namun ia tidak menyangka, dirinya ditendang oleh wanita yang tidak ia kenal.
"Security! Tolong ini ada dua orang penipu di sini!" teriak Farisha dengan lantangnya. "Kalian berdua pasti sudah bekerja sama! Katakan, siapa bos kalian!" gertaknya dengan suara keras.
Usman tidak menyangka kalau Farisha akan bertindak seperti itu. Ia bahkan tidak tahu akan terjadi hal-hal seperti itu. Lelaki itu juga tidak pernah menyangka kalau dirinya telah ditipu. Padahal ia sudah berharap sekali dengan hadiah yang telah dijanjikan.
Dua orang petugas keamanan pun mendatangi tempat kejadian dan menangkap kedua penipu itu. Mereka berdua digiring keluar dari restoran. Sedangkan Farisha dan Usman masih berada di tempat kejadian. Wanita itu melihat suaminya yang bingung dan sampai sekarang belum menyadari kalau telah ditipu.
"Huhh, hari ini sungguh sial sekali. Ada saja, dua orang itu suka menipu kita! Pasti mereka suruhan orang. Entah apa rencana mereka. Yang pasti mereka mungkin ada maksud tertentu. Dan kamu masih diam saja? Apakah kamu tidak sadar kalau ditipu?" tanya Farisha kepada Usman.
"Eh, ditipu gimana? Maafkan aku, Tante. Jadi aku ditipu olehnya? Dia bilang katanya aku ... astaga! Kenapa aku bisa ketipu begini, yah?" Usman menepuk jidatnya sendiri. Baru menyadari kalau telah ditipu oleh orang itu. Memang ia merasa bodoh dan tidak menyadari sebelumnya. Tapi setelah diberitahu oleh Farisha, ia baru mengerti dan berpikir.
"Ya sudah ... kita lebih baik kembali ke kamar. Eh, tapi sudah di sini juga. Lebih baik kita pulang saja! Kamu mau ke swalayan atau ke rumah? Kayaknya ibu juga sudah pulang ke rumah, nih."
"Ke mana saja, Tante. Ke swalayan juga hayo. Ke rumah ya semoga nggak ketemu sama ayahnya Tante."
***