Melihat-lihat Kuda (2)
Melihat-lihat Kuda (2)
Karena aku melihat istri kecilmu yang imut ini, sehingga tanpa sadar aku hanya ingin mengelus kepalanya! Tapi kenapa kamu sampai begini, sih?! batin Du Heng yang benar-benar kagum dan hanya bisa geleng-geleng kepala dengan sifat posesif Xuanyuan Pofan ini.
Xuanyuan Pofan lalu menatap Du Heng dengan dingin dan tak menjawabnya. Kemudian dia meletakkan telapak tangannya yang besar di pundak Liuli Guoguo, lalu memain-mainkan telinga putih dan kecil milik istri kecilnya ini.
Du Heng menelan ludahnya, merapikan bajunya, dan tidak mengatakan apa-apa lagi. Bagaimana ini, aku tiba-tiba ingin seperti itu juga. Aku tiba-tiba ingin sekali memainkan telinga Xiao Qiqi, batinnya.
Sedangkan Du Xuexin yang juga melihat pemandangan ini, membuat air kecemburuan di dalam hatinya terasa menyembur keluar, sampai bisa membentuk sumber mata air. Tangan di dalam lengan bajunya, kini semakin mengepal dengan erat.
Liuli Guoguo merasa sudah cukup lama berada di sini, tapi dia masih saja tidak melihat kakak Lu Ci dan kakak Xiao Mo. Jadi, dia pun bertanya pada Na Lanyan dengan penasaran, "Paman Na Lanyan, Kakak Xiao Mo dan kakak Lu Ci di mana?" Kakak Lu Ci dan kakak Xiao Mo, bukankah seharusnya mereka sudah tiba di dermaga Lishui lebih awal dariku dan Kakak Po, ya? batinnya.
Na Lanyan menyeret si balita kecil di bawah selangkangannya, lalu menaruh kertas besar untuk diletakkan di bingkai lukisnya. Begitu mendengar Liuli Guoguo bertanya, dia lalu berbalik, menoleh ke kiri, menoleh ke kanan. Lantas segera menjawab, "Mereka sudah tiba di sini kok. Tidak tahu mereka sekarang pergi main ke mana."
"Mereka tadi pergi ke kandang kuda untuk memilih-milih kuda. Balap kuda akan segera dimulai. Xuanyuan Pofan, kamu juga harus segera melihat-lihat kuda dan memilih kuda. Du Xuexin dan aku sudah memilih kuda." kata Du Heng yang menjawab pertanyaan Liuli Guoguo.
Begitu selesai bicara, Du Heng kemudian duduk di samping meja marmer. Dia benar-benar tidak bisa menahan diri untuk mengambil salah satu kuas Na Lanyan dan melihat-lihatnya.
Na Lanyan melihat Du Heng yang bermain dengan kuas berharganya. Hal itu membuat emosinya meledak, dan dia buru-buru berteriak kepada Du Heng, "Du Heng taruh lagi! Taruh lagi kuasnya! Kuas itu sangat mahal sekali! Kamu tidak boleh sedikitpun menyentuhnya!"
Du Heng lalu memutar matanya dan mendengus, "Cih!" Karena sangat mengerti kalau Na Lanyan ini sangat mencintai kuas lukisnya seperti mencintai nyawanya. Jadi dia langsung menaruh lagi kuas di tangannya, lalu dia berkata dengan tidak berperasaan, "Cih, sebuah kuas jelek saja. Apa sebegitu bagusnya? Apa lebih mahal dari pedang berhargaku? Hah?"
"Tentu saja, setiap kuasku ini adalah harta yang tak ternilai harganya. Pedangmu yang bau dari tembaga dan besi itu tidak sebanding dengannya," ejek Na Lanyan.
Lalu, si balita kecil sudah merasa canggung dan kegerahan di bawah selangkangan ayahnya ini.
Kemudian, Na Lanyan pun duduk kembali di samping meja marmer. Setelah itu, dia membuka semua botol tinta warna-warninya, dan bersiap untuk mulai melukis.
Liuli Guoguo memandang paman dan kakak cantik yang bertengkar itu, dan itu membuatnya tersenyum tak berdaya. Dia lalu bersandar ke lengan Xuanyuan Pofan. Dengan imut dan menggemaskannya, kemudian dia mengusap-usap kepala kecilnya ke Xuanyuan Pofan, sambil berkata dengan manisnya, "Kakak Po, balap kuda akan segera dimulai, ayo aku temani untuk melihat-lihat kuda!"
Xuanyuan Pofan akhirnya dengan berat hati melepaskan telinga kecil istri kecilnya yang sudah memerah karena dibuat mainan olehnya. Dia lalu mengiyakan istri kecilnya dengan lembut, "Em, baiklah." Setelah itu dia menggandeng Liuli Guoguo dan berjalan menuju kandang kuda.
Ketika pengawal ketujuh melihat ini, dia juga siap untuk pergi mengikuti kedua tuannya. Tapi, Xuanyuan Pofan langsung berbalik dan berkata padanya, "Kamu tidak perlu mengikuti kami."
"Laksanakan," jawab pengawal ketujuh yang langsung menghentikan langkahnya.
Di paviliun, seorang pria cantik yang berbaju hijau menatap wanita berbaju merah ini. Dia tersenyum sambil melengkungkan bibirnya begitu mendengar ucapan Xuanyuan Pofan ini.
Sahabatku Xuanyuan Pofan, sebenarnya kamu tidak begitu kejam dan berdarah dingin. Kamu peka dan tahu untuk meninggalkan Xiao Qiqi di sini agar bisa menemaniku. Benar-benar setia kawan! batinnya.
Padahal, tidak ada yang tahu kalau Xuanyuan Pofan hanya tidak ingin ada yang mengganggu waktu berduaannya bersama dengan istri kecilnya.
Si balita kecil yang ada di bawah selangkangan Na Lanyan, menyaksikan pria tua yang menakutkan itu pergi dengan bibi cantiknya. Setelah itu dia langsung menyentuh hidung kecilnya dengan kesal. Kemudian dia keluar dari bawah selangkangan ayahnya. Sepasang matanya kini tengah dipenuhi dengan cahaya redup dan kesal.
Du Xuexin terus memandangi sosok gadis kecil berbaju merah muda, yang sedang digandeng oleh pria tinggi yang mengenakan jubah hitam. Dan mereka terlihat berjalan menuju kandang kuda di belakang sana. Hal tersebut membuatnya menggertakkan gigi karena terbakar rasa iri dan cemburu.