Legenda Futian

Bunga Teratai di Setiap Langkah



Bunga Teratai di Setiap Langkah

2Di atas teknik Palm of Mahavairocana, sinar matahari bersinar terang, bahkan lebih terang dari cahaya yang dipancarkan dari tubuh dewa perang bercahaya tersebut. Udara seolah-olah telah dihisap kelembabannya, dan jejak telapak tangan yang dipenuhi dengan elemen Yang dan energi yang kuat itu dikerahkan ke bawah untuk menghancurkan langit dan bumi.     

Ekspresi Ji Ya terlihat serius. Rumor mengatakan bahwa para biksu dari Wilayah Vajra terlatih dalam berperang. Saat ini, 108 biksu itu telah berubah menjadi sebuah matriks, dimana pergerakan semua orang saling beresonansi satu sama lain seperti satu kesatuan. Sudah jelas, ini adalah hasil dari proses latihan yang panjang dan melelahkan, mereka sangat terampil sehingga tidak ada matriks pertempuran biasa yang bisa dibandingkan dengan matriks yang mereka bentuk.     

Teknik Hand Pinching Sword miliknya membuat cahaya yang terpancar dari sosok dewa itu semakin menyilaukan. Pedang cahaya suci miliknya diayunkan ke depan seolah-olah pedang itu hendak membelah langit, seperti seberkas cahaya yang ditembakkan ke atas langit.     

Dalam sekejap, muncul sebuah kekuatan yang sangat dahsyat, dan pedang cahaya suci serta Palm of Mahavairocana saling bertabrakan satu sama lain, hingga memancarkan cahaya yang mengerikan. Di atas teknik Palm of Mahavairocana, terdapat cahaya berwarna emas tak berbatas yang terus bersinar ke bawah. Pedang cahaya suci milik Ji Ya bergesekan dengan jejak telapak tangan itu dan banyak retakan bermunculan, tetapi pedang itu tidak hancur dan malah terhempas ke belakang.     

"Serang!" Biksu Tianxin berteriak dan mengerahkan telapak tangannya ke bawah, lalu dalam sekejap sosok Buddha yang berada di atas langit mengikuti gerakan dari Biksu Tianxin. Teknik Palm of Mahavairocana kembali dikeluarkan, dengan membawa kekuatan dan kecepatan yang meningkat secara tiba-tiba, menghancurkan segala sesuatu di hadapannya seolah-olah semua itu hanya batang bambu, dan langsung menghantam tubuh dewa perang bercahaya tersebut. Rentetan suara gemuruh yang keras terdengar dari atas langit, dan tubuh dari matriks pertempuran yang bercahaya itu meledak. Para kultivator yang mengendalikan matriks tersebut terlempar ke udara, dan banyak dari mereka yang memuntahkan darah.     

Ji Ya yang memimpin matriks tersebut juga bergegas mundur, kedua matanya yang dipenuhi oleh keinginan membunuh terpaku pada para biksu dari Wilayah Vajra.     

"Kebencian dan kesedihan adalah hal yang buruk, izinkan aku untuk memberkatimu pergi ke dunia akhirat, yang akan menjadi sebuah kontribusi besar bagi dunia ini." Nada bicara Biksu Tianxin terdengar serius dan Cahaya Buddha bersinar semakin terang, tetapi ekspresi Ji Ya kini semakin dipenuhi oleh kebencian. Dia menempati posisi kedua dalam Peringkat Sage. Posisinya lebih baik daripada Biksu Tianxin. Jika keduanya menjalani pertempuran satu lawan satu, dia merasa bahwa dia tidak akan lebih lemah dari Biksu Tianxin, tetapi matriks pertempuran Buddha ini sangat kuat. Dia merasa kesulitan untuk mengatasinya.     

"Keledai botak, semua ucapanmu adalah omong kosong belaka. Sang Buddha sudah mengetahui tentang dosamu, sekarang pergilah ke neraka." jawab Ji Ya dengan nada dingin. Kemudian dia mengulurkan tangannya, dan tiba-tiba sebilah pedang muncul di tangannya. Pedang itu tampak misterius dan dilengkapi dengan gerigi tajam pada bilahnya, benar-benar sebilah pedang yang mengerikan untuk dilihat. Satu hal yang lebih mengerikan lagi adalah ketika pedang itu dihunuskan, kekuatan yang ada di dalam tubuh Ji Ya dilahap oleh pedang tersebut.     

"Saint Ji benar-benar bertekad untuk membunuh Ye Futian." Di atas Paviliun Holy Sage, Saint Li, yang sedang bermain catur, berbisik pada Saint Xia.     

"Ya, bahkan dia menyerahkan Pedang Penghukum pada Ji Ya." Saint Xia mengangguk. Dengan bakat yang ditunjukkan oleh Ye Futian di Mausoleum Kekaisaran, jika dia tidak segera dibunuh, maka orang yang akan mati mungkin adalah Saint Ji. Bakat yang dimiliki oleh Ye Futian tidak lagi hanya sebatas untuk membuktikan Jalur Divine.     

Saint Ji, yang menempati posisi kelima dalam Peringkat Sage dan Saint, memiliki sebuah peralatan ritual Saint, meskipun tidak termasuk dalam posisi tiga besar di Sembilan Negara, namun itu merupakan Pedang Penghukum paling mengerikan yang menempati posisi kedelapan dalam Peringkat Peralatan Ritual Saint dari Sembilan Negara.     

Kekuatan Ji Ya tidak dapat dikendalikan, dan keunggulan dari Pedang Penghukum adalah pedang itu dapat melahap hukum dari langit dan bumi dengan kehendaknya sendiri dan dapat menimbulkan dampak yang besar terhadap Ji Ya. Kekuatannya sendiri sudah lebih dari cukup.     

Di tangan Ye Futian, terdapat peralatan ritual Saint yang berada di posisi ketiga, yaitu Tombak Ruang dan Waktu. Jadi Saint Ji menyerahkan Pedang Penghukum pada Ji Ya, tampaknya sebagai upaya untuk melawan Ye Futian.     

Namun, dia terpaksa menggunakannya lebih awal saat bertarung melawan 108 biksu dari Wilayah Vajra.     

Pada saat ini, tubuh Ji Ya sedikit gemetar, dan kekuatan dari cahaya yang tak berbatas masuk ke dalam Pedang Penghukum, menciptakan sebuah pusaran mengerikan di area sekitarnya. Bukan hanya dia saja, tetapi banyak kultivator dari Aula Cahaya Suci telah berkumpul dan berdiri di belakang Ji Ya, ekspresi mereka terlihat serius, memungkinkan kekuatan mereka masing-masing mengalir ke dalam Pedang Penghukum.     

Pedang Penghukum itu bergetar di udara dan memancarkan cahaya yang tak berbatas seolah-olah cahaya itu mempu menghukum semua hukum dari Jalur Agung, dan area di sekitarnya sudah dipenuhi oleh aura penghancur yang mengerikan.     

Ketika Biksu Tiaxin melihat hal ini, ia tidak lagi terlihat santai seperti sebelumnya. Dia kembali menangkupkan kedua tangannya ke dadanya, kemudian rapalan sutra keluar dari mulutnya, dan simbol-simbol yang tak terhitung jumlahnya telah mengelilinginya. Pikiran dari 108 biksu itu tampaknya telah terhubung satu sama lain, dan kekuatan Jalur Agung mulai terpancar keluar, dan di belakang serta bagian atas dari para biksu itu, 108 sosok Buddha telah terbentuk. Para biksu itu merapalkan sutra secara bersamaan, aura mereka telah beresonansi dengan langit dan bumi dengan membawa kekuatan yang tak tertandingi.     

Para Buddha ini mengerahkan telapak tangan mereka ke bawah secara bersamaan, dan jejak telapak tangan mereka langsung memenuhi langit serta menutupi matahari.     

Namun, Ji Ya seolah-olah tidak melihatnya, dia benar-benar mengabaikannya.     

Pedang Penghukum memiliki kelebihan dan kekurangan. Kekuranganya adalah kekuatan dari pedang itu sangat sulit untuk dikendalikan, bahkan pedang tersebut bisa menyerap kekuatan penggunanya untuk dirinya sendiri dan menyebabkan kerugian besar bagi penggunanya. Tetapi kekurangan ini juga merupakan keuntungan dari Pedang Penghukum. Untuk alasan ini saja, penggunanya bisa meminjam kekuatan dari pedang itu dan meningkatkan kekuatannya sendiri, tanpa mempedulikan batasan yang dimilikinya.     

Ditambah lagi, ada banyak kultivator dari Aula Cahaya yang ikut menyerang bersama dirinya.     

Ekspresi Ji Ya sedingin es, tapi tatapan matanya jauh lebih dingin. Dengan menempatkan dirinya dan Pedang Penghukum sebagai titik pusat, sebuah aliran udara yang mengerikan kini telah terbentuk di sekitar mereka, seolah-olah Jalur Agung dari langit dan bumi juga harus dihukum.     

Jejak telapak tangan yang tak terhitung jumlahnya dikerahkan padanya, tetapi dimana-pun jejak telapak tangan itu menghantam area tempat Pedang Penghukum berada, jejak-jejak telapak tangan itu terkikis sedikit demi sedikit hingga akhirnya hancur hingga tak bersisa.     

Pedang Penghukum itu berdentang dan cahaya yang dipancarkan oleh pedang tersebut menembus udara.     

"Serang!" Telapak tangan Ji Ya dikerahkan ke udara, dan tiba-tiba Pedang Penghukum di tangannya berubah menjadi seberkas cahaya pembunuh, yang diarahkan menuju 108 biksu dari Wilayah Vajra. Saat ini kedua Mata Ji Ya dipenuhi dengan keinginan untuk membantai lawan-lawannya. Jika para biksu dari Wilayah Vajra ini ingin menjemput ajal mereka, maka dia dengan senang hati akan mengabulkan keinginan mereka.     

Ketika Pedang Penghukum dihunuskan, seharusnya orang yang menjadi korbannya adalah Ye Futian, tapi sekarang kelihatannya keledai-keledai botak ini akan mati menggantikannya terlebih dahulu.     

Qi Pedang menyebar luas di segala arah, dan orang-orang yang bertarung di sekitarnya kini terbang ke udara dan bergegas mundur dari medan perang. Pedang Penghukum melesat menuju para biksu dari Wilayah Vajra.     

Suara rapalan itu kini terdengar semakin keras, beresonansi dengan langit dan bumi. Bibir Biksu Tianxin bergerak dengan cepat, dan jubahnya berkibar meskipun tidak ada hembusan angin, begitu pula dengan tasbih yang menggantung di lehernya, manik-maniknya terbang di udara dan berputar-putar, memancarkan cahaya yang menyilaukan.     

Diiringi dengan suara yang keras, untaian tasbih Buddha miliknya terpecah menjadi manik-manik tasbih, yang jumlahnya tepat sebanyak seratus delapan. Setiap manik-manik memiliki simbol Buddha kuno yang terukir di permukaannya.     

Seratus delapan manik-manik itu dengan cepat mengelilingi sosok Buddha kuno tersebut, dan hampir pada saat yang bersamaan, Pedang Penghukum melesat dan menghantam kepala sang Buddha kuno. Sudah jelas, Ji Ya tidak peduli dengan ajaran Buddha dan berniat untuk memotong kepala sang Buddha.     

Jalur Agung tampaknya berada di ambang kehancuran. Dari kepala sang Buddha kuno, banyak retakan bermunculan dan menyebar ke bawah dan tampaknya akan mengoyak serta menghancurkan sosok Budha yang dibentuk oleh para biksu dari Wilayah Vajra. Namun, cahaya yang dipancarkan dari 108 manik-manik itu sekarang telah bergabung ke dalam sosok Buddha tersebut, sehingga meskipun terdapat banyak retakan di tubuhnya, sosoknya tetap utuh. Kemudian, 108 manik-manik itu dengan cepat berputar dan terbang di atas kepala sang Buddha kuno, menangkis serangan dari Pedang Penghukum.     

"Tebas dia." Ji Ya menunjuk ke arah Pedang Penghukum, keinginan membunuhnya begitu luar biasa, dia ingin menghancurkan manik-manik Buddha itu dan membelah kepala sang Buddha.     

"Om Mani Padme Hum [1][1]!"     

Serangkaian huruf kuno melesat keluar dari manik-manik Buddha itu, dan tiba-tiba Cahaya Buddha yang dipancarkan menjadi semakin kuat. Pedang Penghukum bertabrakan dengan manik-manik Buddha itu, kemudian langit dan bumi kini diselimuti oleh Cahaya Buddha. Pada saat itu, rapalan Buddha yang keluar dari mulut 108 biksu dari Wilayah Vajra adalah mantra Avalokiteshvara [2][2]. Kekuatan rapalan dari 108 biksu itu telah beresonansi menjadi satu kesatuan.     

Suara benturan yang keras terus menerus terdengar, dan cahaya penghancur itu berubah menjadi seberkas aliran cahaya yang mengerikan dan langsung terpancar keluar. Ji Ya mengambil satu langkah ke belakang, dan Pedang Penghukum terbang di depannya dan berdentang.     

"Tidak mengherankan apabila Pemimpin Wilayah Vajra berani membiarkan para biksu mereka menuruni gunung. Para biksu dari Wilayah Vajra dikenal karena kekuatan bertarung yang mereka miliki. Biksu Tianxin menempati posisi ketiga di Peringkat Sage. Dalam pertempuran satu lawan satu, kekuatannya tidak mungkin lebih lemah dari Ji Ya. Bahkan setelah Ji Ya kini mengandalkan Pedang Penghukum untuk mendapatkan keuntungan atas lawannya, tetap saja tidak akan mudah baginya untuk mengatasi para biksu dari Wilayah Vajra." ujar Saint Li sambil terus bermain catur. Meskipun tatapan mata mereka tertuju pada papan catur, namun hati mereka berada di medan perang. Seolah-olah pertempuran yang sedang terjadi di area yang luas itu telah muncul di dalam pikiran mereka, dan mereka tidak perlu melihat medan perang secara langsung.     

"Klan Yue telah melancarkan serangan dari belakang. Para kultivator dari Gunung Suci Xihua adalah pasukan pertama yang terkena dampaknya, dan langkah mereka kini terhenti. Pria bernama Liu Zong itu benar-benar murid dari tiga orang Saint, karena Saint Xihua sangat mengaguminya dan membiarkannya memimpin matriks pertempuran. Kekuatannya memang luar biasa, tapi sayangnya, Sembilan Negara sudah memiliki kultivator-kultivator berbakat seperti Ye Futian dan Yu Sheng, yang sudah cukup kuat untuk mendominasi para kultivator dari generasi yang sama."     

"Liu Zong memiliki ambisi besar, kalau tidak, maka dia tidak akan menikah dengan Zhou Ziyi, tapi sayangnya dia dilahirkan pada waktu yang salah, dan tidak mengherankan bahwa Gunung Suci Xihua ingin Ye Futian mati." Saint Xia dan Saint Li saling mengobrol dengan santai. Mereka tahu bahwa dengan kualifikasi yang dimiliki oleh Liu Zong, tidak mungkin dia jatuh cinta dengan Zhou Ziyi. Masih ada banyak wanita hebat lainnya di Sembilan Negara.     

Karena dia telah menjadikan Zhou Ziyi sebagai istrinya, sudah bisa ditebak bahwa dia memiliki tujuan tersendiri dan itu adalah untuk memanfaatkan Dinasti Suci Zhou Agung.     

"Ini memang era terbaik yang pernah ada. Selain Ye Futian dan Yu Sheng, coba lihat murid-murid dari Istana Holy Zhi. Gu Dongliu juga seseorang yang telah menaklukkan Kuil Jiutian." Saint Xia melanjutkan permainan. Pada saat ini, di medan perang, para kultivator dari Keluarga Zhuge, Gu Dongliu, dan Zhuge Mingyue sedang bertempur bersama-sama dan kini telah menerobos masuk ke dalam pasukan lawan. Gu Dongliu, yang sudah memasuki Sage Plane, dengan membawa sebuah peralatan ritual Saint pinjaman, memiliki kekuatan yang tidak kalah dahsyat jika dibandingkan dengan Zhuge Qingfeng.     

"Darimana orang-orang ini berasal?" tanya Saint Li.     

"Sebuah tempat bernama Pondok di Wilayah Barren Timur, dan kultivator di sebelah Ye Futian yang memegang pedang iblis juga berasal dari sana. Selain itu, pria gemuk di antara kerumunan orang yang telah memanggil Pohon Kaisar dengan menggunakan matriksnya, dan kultivator yang menggunakan buku-buku sebagai Roh Kehidupannya, mereka semua berasal dari sana." Saint Xia tampaknya telah menyelidiki masa lalu dari Ye Futian.     

Di antara kerumunan, Yi Xiaoshi sudah mengambil kendali dari matriks pertempuran. Meskipun tingkat kultivasinya sendiri tidak cukup tinggi, namun matriks pertempuran penyihir ini dipimpin olehnya dan telah meminjamkan kekuatan spiritualnya kepadanya. Sihir Godly Creation of All Things telah memanggil roh Pohon Kaisar raksasa, yang memiliki kemampuan pengendalian yang sangat kuat.     

Xue Ye dan Luo Fan berada di tempat yang sama dengan You Chi dan para kultivator Kota Alkimia. Di sekitar Xue Ye, lembar-lembar halaman buku yang tak ada habisnya bertebaran di udara dan berubah menjadi serangan-serangan sihir.     

Dari arah lain, meskipun para kultivator dari Paviliun Sword tidak didampingi oleh Sword Demon, namun Ye Wuchen, Xu Que, dan kultivator lainnya mampu bertahan dengan kekuatan mereka sendiri. Bersama dengan bantuan dari beberapa pendekar pedang lainnya, mereka juga membentuk sebuah matriks pedang sembilan orang yang dipimpin oleh Ye Wuchen. Pedang yang berisi Aura Pedang Renhuang itu akan merasakan darah setiap kali pedang tersebut menyerang pasukan lawan. Meskipun kekuatannya tidak setara dengan Qin Zhuang, namun tetap saja serangan itu masih sangat kuat.     

Di luar medan perang, satu sosok yang polos dan lugu melangkah ke depan, dan dia tidak memiliki setitik debu yang mengotori tubuhnya, layaknya seorang peri dari dunia lain. Setiap kali dia melangkah, muncul bunga teratai yang indah. Bunga teratai benar-benar muncul di setiap langkahnya!     

---     

[1] Om mani padme hum adalah sebuah sutra yang terdiri enam suku kata yang berarti bahwa dengan bergantung pada suatu jalur yang merupakan kesatuan antara metode dan kebijaksanaan yang tak terpisahkan, orang-orang dapat mengubah tubuh, ucapan, dan pikiran mereka yang tidak murni menjadi tubuh, ucapan, dan pikiran yang murni dari seorang Buddha.     

[2] Avalokiteshvara adalah seorang bodhisattva (orang yang menganut ajaran Buddha) yang memiliki sifat-sifat utama dari sang Buddha.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.