Ketabahan Danang
Ketabahan Danang
Rupanya, Danang masih berada di alam Wadidaw milik Jovano. Putra sulung Andrea memang segera memasukkan Danang ke alam itu setelah pria itu menyetujui.
Meski sedikit bingung mengenai berbagai macam hal, Danang masih bersedia masuk ke alam antah berantah. Hanya karena Jovano adalah anak dari sahabat masa kecilnya, dia pun memercayai Jovano.
Tak lama ketika dia baru saja 'berbincang' secara monolog dengan Ivy yang terbujur kaku dan dingin, Jovano pun tiba di sana.
"Om," panggil Jovano. "Maaf, menunggu lama."
"Ohh, tidak masalah, boy." Danang sudah kembali seperti sejatinya dia, jauh dari saat ketika dia dalam pengaruh hipnotis kuat Ivy.
"Om pasti bingung, yah!" Jovano mendekat ke mayat adiknya dan menatap tubuh beku Ivy.
"Iya, super bingung, dan musti banyak tanya ke kamu, nih!" Danang berusaha menenangkan diri sejak dia dikembalikan kesadarannya oleh bibinya Naru dengan mempertaruhkan nyawa.
Mana mungkin Danang bisa tenang dan menganggap enteng apa yang terjadi di depan matanya? Selain dia harus melihat sosok bertaring seperti di dongeng dan film supernatural, dia juga menyaksikan orang bisa terbang tanpa memerlukan sayap. Apalagi sinar-sinar seperti laser yang keluar ketika mereka bertarung.
Apa-apaan itu, coba? Memangnya dia sedang menonton film 3D mengenai luar angkasa atau dunia antah berantah di film fiksi ilmiah dan fantasi? Mungkin dia akan terhibur andaikan muncul Battman atau Syuperman, atau minimal ada Ironn Man.
Tapi tidak. Yang dia lihat hanya makhluk seperti vampir di film-film supernatural dan makhluk seperti monster yang terbang bebas. Mirip di film horor! Tapi, ada juga sosk-sosok cantik dan rupawan yang dia lihat, dan itu tentu saja dari pihak Andrea.
Hanya, dia cukup terkejut saat Andrea berubah dalam mode demon ke wujud aslinya. Danang benar-benar syok, tidak menyangka bahwa sahabat masa kecilnya ... ternyata bisa sekeren itu!
Kalau saja Andrea mengatakan ini sejak dulu, mungkin Danang tidak perlu se-syok ini. Mungkin dia malah akan meminta Andrea untuk mengajak dia terbang tanpa perlu menggunakan pesawat terbang. Pasti asyik dan keren, ya kan?
Dan saat dia melihat seperti apa itu alam pribadi milik orang-orang seperti Andrea dan Jovano, Danang hanya bisa terpukau. Sama sekali tidak ada rasa takut atau syok berlebihan. Mungkin karena dia sejak kecil menyukai tontonan fiksi ilmiah, sehingga hanya merasa seperti dia sedang dipuaskan pada hobinya.
"Anu, boy, mana mamakmu?" tanya Danang setelah mereka hening cukup lama karena Jovano sedang mengurus adiknya, membersihkan Ivy dari semua luka berdarah mengerikan di tubuh atasnya.
"Mom?" ulang Jovano. "Dia ... hm, dia sedang dibekukan oleh Opa." Tidak perlu menyembunyikan apapun lagi dari Danang, kan? Toh pria itu sudah terlanjur mengetahui banyak hal.
"Hah? Dibekukan? Ayam kaliii, dibekukan. Ck ck ck. Lalu, kapan dia bisa dicairkan?" Lihat, bahkan Danang masih bisa berseloroh, menandakan dia tidak mengalami syok dan trauma hebat.
Jovano pun mulai menceritakan mengenai ayah dan ibunya. "Apakah Om ingin datang ke sana untuk menjenguk?"
"Ohh, kalau itu boleh, pasti aku mau, dong!"
"Nanti akan aku bawa Om ke sana, tapi sekarang, aku ingin mengurus adikku dulu, yah!"
Danang mengangguk. "Ada yang bisa aku bantu?"
"Sepertinya tidak ada, Om." Jovano tersenyum, lega bahwa Danang bukan jenis orang yang heboh ketika diceritakan mengenai berbagai hal yang seharusnya kurang bisa diterima akal sehat manusia biasa. "Sebentar, Om, minggir sedikit, aku harus melakukan sesuatu."
Danang pun melangkah mundur menjauh sesuai permintaan Jovano. Dan dengan mata kepalanya sendiri, dia melihat Jovano hanya mengangkat tangannya dan kemudian muncul kotak kaca entah dari mana, melingkupi seluruh tubuh Ivy.
Meski terkejut, namun Danang masih bisa menguasai dirinya dan hanya terkesiap sebentar untuk kemudian santai lagi. "Jadi, sekarang adikmu seperti ikan, dong, ditaruh di akuarium begitu."
"He he he, iya, Om. Biar dia gak bisa kemana-mana." Jovano geli dengan cara Danang merespon apa yang terjadi di depannya. "Om nggak takut dengan kami?" tanyanya penuh rasa ingin tahu.
"Takut? Hm, yah ... awalnya sih takut. Juga kaget. Yah, manusiawi, ya gak? Tapi karena aku ini orang keren, maka yang begini ini ... dibikin santuy aja lah!" jawab Danang dengan sikap remeh.
"Baguslah kalau Om bisa begitu. Memang harus disikapi santuy, ya kan Om! Nah, ayo aku ajak ke tempat mom dan dad." Jovano tidak menunggu Danang menyahut dan sudah memindahkan mereka berdua ke alam Cosmo.
"Wuaah, di sini lebih hijau dan ... sepertinya ramai!" Danang terpukau dengan keasrian Cosmo, dan dia langsung bertemu dengan banyak anggota tim Blanche yang masih berkumpul di sana.
"Danang!" Suara yang dikenal Danang muncul. Ketika lelaki itu menoleh ke samping, ternyata ada Shelly yang sedang berlari menuju dia.
"Ehh, Neng Shelly!" Danang mengenali Shelly. "Ketemu di sini nih, Neng!" sambutnya ke Shelly.
"Iya. Ketemu di sini. Nggak nyangka, yah!" Shelly membalas Danang dengan senyum terbalut di wajahnya.
"Pantesan aja Neng kagak ada terus di rumah. Ternyata di sini."
"Iya, Nang. Ehh, kok ada di sini?"
"Nih, diajak si boy ke sini buat jengukin bocah tua nakal, Andrea."
Shelly tertawa kecil. Dan ia pun memimpin Danang ke pondok es tempat Andrea diletakkan. "Pakai baju tebal dulu, nih Nang!" Shelly menyodorkan mantel bulu dari beast yang dulu pernah dibuat Andrea ke Danang, sementara dia juga memakai itu.
Mantel-mantel bulu beast buatan Andrea itu sengaja ditaruh di dekat pintu masuk untuk dipakai Shelly yang tidak memiliki kekuatan penghangat tubuh seperti yang lainnya. Dan kini juga bisa dipakai Danang.
Kebetulan mantel itu memang bisa dipakai pria maupun wanita.
"Wuah! Di sini dinginnya kayak di kutub! Ehh, tapi aku juga gak tau gimana kutub sih! Ehh, tapi kemarin sempat nyicip kutub! Ha ha ha! Kelupaan." Danang masih tetap saja seadanya jika bicara, tidak berubah.
Jovano menyertai keduanya masuk ke sana dan mereka pun tiba di ruangan tempat Andrea dan Dante 'menikmati' masa hibernasi mereka.
"Wuiihh! Ini seperti yang di serial-serial kungfu, nih! Pakai kotak es. Tapi biasanya kalau di serial kungfu, pakainya ranjang giok es, ha ha ha, ketahuan kebanyakan nonton film jadul, nih!" Danang mendekat ke peti Andrea.
Melihat Andrea, mata Shelly pasti basah tanpa bisa ditahan. Dia pun menyeka pelupuk matanya sebelum bulir itu sempat jatuh ke pipinya.
Tak lama kemudian, muncul Kenzo di belakang Shelly, memeluk istrinya yang mulai haru-biru melihat Andrea.
"Ha ha, Aunty, kenapa sih selalu nangis saban ke sini?" goda Jovano ketika melihat Shelly diam-diam mengusap air matanya.
"Mana bisa aku nggak nangis, Jo?" Suara isakan mulai terdengar dan akhirnya Shelly pun menangis dalam pelukan suaminya.
"Sudah, biarkan aja, boy!" Danang menimpali. "Namanya juga emak-emak. Ntar juga lu paham kalau lu jadi emak-emak. Mau?"
"Ehh?" Jovano memiringkan kepala dengan bingung dan akhirnya tertawa geli dengan ucapan seadanya Danang. Tidak heran pria ini menjadi sahabat ibunya sejak kecil. Mereka mirip. Mirip gebleknya kalau berbicara.