Intrik Berbahaya Serafima (19+)
Intrik Berbahaya Serafima (19+)
Serafima langsung menggila ketika mengetahui Jovano melepas kain bebat di dadanya dan juga kait celana dia ketika dia sedang dalam kondisi pingsan. Ia menyerang Jovano dengan sisa tenaga yang dimiliki.
Namun, ketika Jovano menjelaskan bahwa itu untuk menolong dia yang hampir kehabisan napas, ia pun berhenti.
Serafima menjeda pukulannya dan mulai berpikir sesuatu. Sepertinya dia mendapatkan ide. Meski ini ide gila, tapi dia tidak keberatan asalkan bisa membalas Jovano.
Pemuda itu masih waspada akan serangan Serafima selanjutnya, saat dia dikejutkan dengan tindakan selanjutnya dari Serafima. Matanya membelalak dan rahangnya hampir jatuh ke tanah.
Serafima melucuti seluruh pakaiannya sendiri dan berdiri telanjang di depan Jovano.
"O-oiii! Kenapa malah bugil?" Jovano terserang panik untuk kedua kalinya. Tadi yang pertama ketika Serafima pingsan dan kini setelah gadis itu siuman, masih juga memberikan serangan panik jilid kedua!
"Kenapa?" Serafima menampilkan raut malu-malu bagai perawan desa. "Toh, kamu sudah terlanjur melihat yang tadi, kan?"
"Aku ... aku kagak liat semua, woi! Oke, cuma dada kamu, itupun karena ingin melancarkan lagi napasmu! Udah! Udah! Buruan pakai lagi bajumu!" Jovano benar-benar panik saat ini.
Tapi, Serafima malah seperti hendak menangis. Dia melangkah menghampiri Jovano, dan pemuda itu justru melangkah mundur dengan raut ketakutan. Dalam hatinya, Serafima bersorak riang karena bisa menyaksikan ekspresi ketakutan Jovano, namun yang dia tampilkan saat ini adalah wajah akan menangis. "Kau jahat! Kau lelaki terkutuk! Teganya membuang aku setelah melihat dadaku. Hiks!" Bahkan kini dia berlagak menghapus air mata dengan satu tangannya.
"A-aku ngelakuin itu untuk keselamatanmu, woi! Dah, buruan pakai bajumu! Emangnya kepalamu kejedot apa sih tadi ampe otakmu geser gitu?" Jovano sampai tidak lagi menggunakan bahasa baku ke Serafima seperti sebelumnya saking paniknya.
"Jahat! Apa kau tidak tahu adat di tempatku?"
"Adat? Adat apaan, anjir!"
"Bahwa lelaki yang sudah melihat payudara seorang perempuan, dia harus bertanggung jawab pada perempuan itu."
"Heh! Tanggung jawab? Cuma ngeliat aja, njiiirr! Kagak ampe hamil, ya kan? Jangan bilang kalo kau hamil gara-gara tadi kita satu kolam! Meski benihku menuhi kolampun, kamu gak akan hamil! Sumpah!"
"Jahat! Kamu malah tak mau bertanggung jawab setelah melihat tubuhku begini."
"Lah! Kamu sendiri kan yang telanjangi tubuhmu sendiri, wastro!"
"Apakah ... di matamu ... aku tidak menarik?"
"Heh? Udah geser berapa senti sih otakmu? Jangan mendekat, oi! Ntar aku teriak loh!"
"Bagus! Teriak saja! Aku akan katakan kalau kamu mencabuli aku ke teman-teman kamu. Kita lihat apakah kamu bisa lolos!"
Jovano seketika merasakan kepalanya berdenyut gara-gara ucapan Serafima. Mana ada adat mengatakan melihat dada seorang perempuan maka harus bertanggung jawab? Kalau begitu adatnya, lalu bagaimana dengan dokter yang memeriksa pasiennya? Dikawini semua pasiennya?
Tapi, jangan-jangan adat di kampung Serafima memang begitu? Dia kan Nephilim, mungkin seperti itu adat yang dijunjung di sana. Urrghh! Jovano pusing! Tahu begini, harusnya tadi dia tidak berlama-lama menggoda Serafima. Dia masih memiliki tugas untuk membangunkan ibu dan ayahnya, kenapa malah jadi berurusan dengan yang seperti ini?
Tapp!
Serafima kini sudah berdiri tepat di depan Jovano dan memeluk lelaki itu. Tentu saja Jovano kian panik. "Apakah aku tidak cantik? Apakah tubuhku tidak menarik, sampai kau tak mau bertanggung jawab?" Suara Serafima bergetar seolah sedang menahan beban hidup tiada tara.
Beban hidup kepalamu!
"I-ini! Oiii! Se-Sera! Jangan begini! Ntar orang lain bisa salah paham kalau lihat kita!" Jovano berusaha lepaskan belitan tangan Serafima pada lehernya, namun karena panik, dia jadi lengah.
"Biar saja! Biarkan mereka tahu bahwa kau harus bertanggung jawab! Hiks!" Sambil memeluk Jovano, gadis itu menampilkan wajah tertawa meski suaranya seperti orang menangis. Jovano mana bisa melihat itu?
"E-eeiii! Janganlah! Bisa repot kalau sampai Aunty Revka tahu."
"Biarkan! Biarkan Revka tahu! Biar dia tahu seperti apa kelakuanmu, ingin membuangku setelah melihat seluruh tubuhku, bahkan menyentuhku seperti ini. Hiks!"
"Y-yaaa tapi kan kamu sendiri yang nyentuh aku, bukan sebaliknya!"
"Tidak perduli! Hiks! Kamu ingin melarikan diri dari tanggung jawab." Serafima melonggarkan pelukannya dan menarik satu tangan Jovano sambil diletakkan di dadanya.
Jantung Jovano bagai dihantam palu Thor saat tangannya ditaruh di salah satu payudara kenyal kencang itu. Bahkan tangannya dipaksa meremas oleh tangan Serafima. Ya ampun, bagaimana kalau ini dilihat penghuni Cosmo lainnya? Mereka bisa tersandung kasus skandal, lalu jadi viral, lalu mereka harus membuat video klarifikasi, video permintaan maaf sambil menangis sedih penuh penyesalan palsu di wajah, dan berharap tidak dimasukkan ke penjara.
Ehh, itu tentang apa, sih?!
Pokoknya, Jovano tidak ingin ada salah paham dari teman-temannya jika melihat ini. Tapi ... kenapa begini enak dan nyaman saat meremas payudara Serafima? Hm, sudah berapa lama semenjak dia tidak menyentuh tubuh wanita secara intim?
Terakhir ... ohh shit! Memikirkan itu, justru melemparkan ingatan dia akan kisah lalunya dengan Nadin. Seketika, wajah Jovano menggelap.
Tapi ... ya ampun, ini payudara meski terlihat kecil tapi ternyata kenyal dan terasa pas di tangannya! Bulat, kencang, tapi kekenyalannya masih bisa membuat pria mabuk kepayang.
Menyadari Jovano yang sepertinya mulai berhenti memberontak dan seperti sedang menikmati meremas payudaranya, Serafima bersorak dalam hatinya dan secara gila, dia ambil tangan Jovano lainnya untuk ditaruh ke bagian selatan dia.
"Aghh!" Bukan Serafima yang mendesah keras melainkan Jovano. Dia terkejut bukan main ketika tangan dia yang lain ternyata sudah dipertemukan dengan sebuah area menggunduk kenyal dan bercelah sempit.
Mata Jovano makin melebar sampai tak tahu harus memberi respon apa. Dia mendadak kehilangan kemampuan mendebat atau memburaikan satu katapun. Sementara itu, wajah Serafima di depannya justru semakin mengundang birahi.
"Aangghh ... Jovano ... ermmhh ...." Serafima secara berani menggoyangkan tangan Jovano di selatan tubuhnya sambil satu tangannya menyentuh selangkangan Jovano. Keinginan balas dendamnya begitu kuat sampai rela melakukan hal konyol seperti ini.
Sebenarnya ini sangat riskan bagi seorang perempuan. Namun, karena jiwa tak ingin kalahnya mendera tak ingin padam, Serafima pun mengambil cara gila ini. Meski dia sendiri belum pernah disentuh seperti ini oleh siapapun, bahkan oleh sesama perempuan, tapi dia memberanikan diri menuntaskannya demi membalas Jovano.
Demi lelaki itu menyerah kalah dan terlihat menyedihkan setelah nanti dia pergi meninggalkan Jovano yang tengah birahi begitu saja. Hi hi hi, sepertinya rencana ini sungguh brilian bagi Serafima. Membayangkan wajah putus asa Jovano ketika dia lari kabur, itu sungguh luar biasa.
Di pihak Jovano, ketika pusaka kebanggaannya yang masih tertidur lelap di kandangnya disentuh begitu saja dan diremas pelan, mana mungkin pusaka itu tidak bergejolak menggeliat dari tidurnya?
Sebagai orang yang memiliki darah Incubus, mana bisa Jovano menahan? Dia keturunan iblis! Bukan orang suci!