Devil's Fruit (21+)

Kita Lihat Saja Nanti



Kita Lihat Saja Nanti

1Fruit 911: Kita Lihat Saja Nanti     

Andrea memikirkan apa yang dikatakan oleh Revka tadi ketika dirinya sudah kembali ke kantor dia di Adora.      

Vargana menjadi penyanyi ala idol? Yang bisa bernyanyi juga dance. Itu suatu hal yang bagus dan juga hebat. Untuk suara, Vargana sudah memiliki itu. Hanya tinggal diberikan pelatihan menari, maka dia akan menjadi satu paket komplit untuk standar penyanyi muda jaman kini.      

Pertanyaannya, apakah Vargana mau? Sementara itu, adiknya, Voindra malah mulai jago dalam hal menari.      

Andrea jadi bertanya-tanya, apabila Vargana dan Voindra sama-sama bisa bernyanyi dan menari, pasti mereka akan menjadi duo yang keren.      

Ahh, itu memang akan luar biasa jika memang bisa terjadi.      

Oke, Andrea akan menuliskan mengenai itu di agenda dia.      

Ia pun menghubungi resepsionis untuk berkata, "Kalau Vargana datang, suruh datang ke kantor aku, yah!"      

Dan mengenai putri bungsunya, Zivena, Andrea sudah dihubungi beberapa studio anime untuk merekrut Zivena sebagai salah satu seiyuu mereka setelah mereka mendengar contoh suara Zivena yang dikirimkan.      

Andrea tentu saja girang karena ada 2 rumah produksi anime yang berharap bisa merekrut Zivena menjadi seiyuu di sana. Dan kedua rumah produksi itu adalah pihak-pihak yang bekerjasama dengan perusahaan Pangeran Djanh.      

Hm, Andrea harus mempelajari dulu kedua tawaran tadi. Mana yang lebih baik untuk karir sang putri. Dia harus tau karakter macam apa yang harus diisi suara oleh Zivena. Dia ingin sebuah karakter yang kuat dan menarik.      

Saat Nyonya Cambion sedang berpikir untuk Zivena, tiba-tiba telepon ruangan dia berbunyi. "Permisi, Nyonya, Nona Vargana sudah datang."      

Baru saja si resepsionis berbicara pada Andrea, kini bocah yang dimaksud sudah muncul di ruangan Andrea secara magis.      

Vargana menyeringai nakal. Andrea pun menutup telepon.     

"Kamu ini ... Nakal banget, sih, nongol gitu aja. Kalo ada yang liat, gimana?"      

"Kan sudah aku periksa dulu, Aunty. Tenang saja." Vargana menjawab seraya duduk di seberang meja Andrea. "Lagipula, Aunty, kalau memang Aunty butuh aku, kenapa tidak langsung telepon aku saja?"      

"Aunty kan kepingin gak banyak gunakan daya magis kalo gak penting banget kayak perang." Andrea mengerling ke keponakannya.      

"Ada apa memanggil aku ke sini, Aunty?" Vargana menyamankan duduknya.      

"Kamu mau nggak, belajar dance?"      

"Dance? Maksud Aunty ... Dance yang seperti apa, nih? Tradisional atau modern?"      

"Ala K-Pop, gitu, Vava. Mau, gak?"      

Vargana terdiam sejenak seakan sedang memikirkan ucapan tantenya. "Hm, dance ala K-Pop, yah?"      

Tantenya mengangguk dan berkata, "iya, Vava. Aunty mikir gimana kalo kamu bisa nyanyi sekaligus bisa dance? Pasti itu akan hebat banget!"      

Vargana tidak langsung menjawab. Dia berpikir sejenak mengenai itu.      

"Gimana, Vava?" Bibinya bertanya lagi karena keponakannya terdiam cukup lama.      

"Gimana, yah Aunty ..."     

"Ya, gimana?"     

"Soalnya ... aku ikut Adora itu yah cuma ... untuk iseng aja, sih, bukan untuk benar-benar mo dijadikan profesi." Vargana agak tak enak hati karena mengucapkan ini. Ya, jelas dia jadi merasa begitu, karena disaat banyak orang bersaing untuk masuk ke Adora, dia dan adiknya malah begitu dimudahkan masuk ke sana hanya karena kekeluargaan.      

Gadis itu jadi berpikir-pikir apakah dia sebaiknya keluar saja dari Adora dan memberikan tempat dia pada orang yang benar-benar membutuhkan?     

Ketika Vargana menyampaikan mengenai pemikiran dia tersebut, Andrea tampak kecewa. "Wah, Vava ... kok sayang banget gitu kalo kamu tinggalin? Atau gini aja, Aunty akan buka lagi 2 slot tapi kamu ma Voivoi masih di sini. Dan anggap aja tampil di depan televisi untuk nyanyi en nari seperti idol itupun hanya sebatas iseng, gimana?"     

Otak Vargana memproses ucapan sang bibi. Menjadi idol di televisi hanya untuk iseng saja. Hm ...     

"Boleh memangnya begitu, Aunty?" tanya Vargana dengan wajah tak yakin.      

"Why not? Kenapa enggak?" Andrea berikan wajah yang menggambarkan why not, pikir saja itu seperti bagaimana.      

"Jadi ... tidak perlu promo?"     

"Tidak perlu promo kalau kau tidak ingin."     

"Dan tidak ada kewajiban manggung di mana, gitu?"     

"Tidak perlu manggung kalo Vava gak pengen manggung."     

"Benar-benar bebas, gitu yah Aunty?"     

"Yep! Bebas sebebas-bebasnya. Kalo kamu lagi pengen yah dilakuin, kalo lagi malas yah siapapun gak bisa maksa kamu." Andrea mengangguk. "Gimana? Mo cobain itu? Hanya cukup jadi idol tapi idol iseng en suka-suka. Kurang keren apa, coba?! He he ... idol antimainstream!"     

Kepala Vargana manggut-manggut. "Sepertinya asik, tuh Aunty!"     

"Yep! Dibayangin aja udah asik, apalagi dijalanin!" Andrea ikut manggut-manggut. Bahkan menyamakan iramanya dengan anggukan kepala Vargana.      

"Oke, deh Aunty. Aku akan coba ini. Aku ntar mo coba belajar dance ala K-Pop."     

"Good! Semangat muda-mudi!"     

"Apakah ini sekalian dengan Voi?"     

"Kalau dia bersedia seperti kamu, itu bakalan lebih good lagi. Super good!"     

Vargana terkekeh mendengar jawaban sang bibi. "Oke, Aunty, aku bersedia, dan akan aku coba bujuk Voi untuk ikutan ini. Kalo Voi kan dia udah jago dance. Berarti dia belajarnya ... nyanyi?"     

"Nah! Bisa, tuh! Kalopun Voivoi gak bisa nyanyi meski udah mencoba sekuat tenaga, dia bisa cobain belajar nge-rap."     

"Rap!" Mata Vargana seketika membola.     

"Kenapa, Vava?"     

"Kalo rap, Voi pintar tuh, Aunty!"     

"Wooohh! Aunty baru tau Voivoi bisa nge-rap! Oke, ini bakalan keren deh kalian berdua!"     

Maka sesuai dengan yang sudah disepakati, Vargana akan belajar dance ala K-Pop, lalu Voindra akan belajar bernyanyi kalaupun dia bersedia. Yang pasti, akan dibentuk sebuah grup duo berisi Vargana dan Voindra.      

Ketika hal ini disampaikan oleh Vargana pada sang adik di depan kedua orang tua mereka, Voindra terlihat bersemangat menyambut ide itu. "Waw! Grup duo ama Kak Va! Mau! Mau! Itu pasti bakalan keren! Kita bisa muncul di TV, ya kan Kak?"     

"Yup!" Vargana mengiyakan adiknya.      

Voindra bersemangat karena dengan ini, dia akan lebih tinggi dari Ivy. Dia akan lebih hebat dari Ivy. Dan Gavin ... silahkan menyesal nantinya!     

"Kalian serius ingin lakuin itu?" tanya sang ibu, Myren.      

"Kalian nantinya harus bertanggung jawab dengan profesi baru kalian, loh!" Ayah mereka, Ronh, menambahkan.      

"Kata Aunty, kami bebas tidak perlu melakukan promo ataupun manggung jika kami tidak ingin." Vargana menjawab.      

"Wah, wah ... adikku satu itu ... ha ha ha!" Myren sampai terbahak. Dia sepertinya paham apa alur pemikiran adiknya yang kadang penuh intrik itu. Tapi dia tidak ingin buru-buru menyatakan apa yang dia pikirkan. Dia ingin melihat dulu apakah yang dia tebak akan menjadi kenyataan atau meleset.      

Kita lihat saja nanti. Itu judulnya.      

Ronh yang melihat istrinya tertawa, merasa tergelitik ingin tau. Secara diam-diam, dia menyentuh anting telepati di telinganya. Myren langsung menerima telepati suaminya. 'Honey, memangnya apa yang membuatmu tertawa?'      

Myren pun menatap ke suaminya dan diam-diam menyentuh anting dia juga dan menjawab telepati suaminya, 'Nanti akan aku jelaskan di kamar.'     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.