The Alchemists: Cinta Abadi

Akhirnya Selesai Juga Di Sini



Akhirnya Selesai Juga Di Sini

1London Schneider dengan acuh membiarkan John Wendell terkapar di lantai diiringi tangisan histeris Caroline. Ia hanya mengangguk sedikit kearah Marc dan pengawalnya itu segera memeriksa kondisi John Wendell.     

Marc memeriksa pernapasan, detak jantung, dan denyut nadi John, kemudian melambaikan tangan memanggil beberapa dokter yang ada di meja sebelah.     

"Ada dokter penyakit jantung di sini? Laki-laki ini sepertinya terkena serangan jantung ringan," katanya.     

Seorang lelaki paruh baya bergegas datang menghampiri dan memeriksa keadaan John Wendell. Marc hanya geleng-geleng melihatnya.     

"Dasar bajingan beruntung kau ini. Kau jatuh sakit di tengah acara dokter-dokter, sehingga kau bisa ditolong," gumamnya dengan nada muak.     

"Ayahku butuh perawatan medis. Tolong lepaskan kami," pinta Caroline. Namun Marc hanya menggeleng.     

"Hmm.. Orang seperti kalian tidak butuh belas kasihan. Bosku masih membutuhkan kalian sebentar lagi di sini untuk membuat sebuah pernyataan. Kita juga masih menunggu kedatangan polisi untuk mengurusi kalian," kata Marc dengan dingin. Ia lalu mengarahkan pandangannya ke panggung.     

London sudah berjalan ke panggung menghampiri L yang baru menyelesaikan lagu keduanya. Ia mengulurkan tangan yang segera disambut oleh L dengan senyum terkembang.     

"Selamat malam, Tuan Schneider. Terima kasih telah mengundang saya untuk tampil di gala dinner ini." L membungkuk sedikit.     

"Sama-sama, Nona L.  Kami yang merasa sangat senang karena kau menyediakan waktu untuk tampil di acara kami. Terima kasih banyak. Penampilanmu sangat luar biasa. Memang benar, kau bukan hanya cantik, tetapi suaramu juga sangat indah," puji London kepada istrinya.     

"Ah, Tuan bisa saja."     

"Aku berkata yang sebenarnya," kata London di depan semua orang. "Selamat atas pernikahanmu, ya. Aku dengar kau sudah menggumumkan pernikahanmu minggu lalu?"     

L mengangguk dan tersenyum dengan wajah tersipu-sipu.     

"Terima kasih."     

Semua tamu yang hadir masih belum tahu dua orang yang sedang mengobrol di panggung itu adalah pasangan suami istri dan hanya menganggap obrolan mereka terlihat sangat akrab.     

"Suamimu adalah seorang laki-laki yang sangat beruntung," kata London lagi sambil tersenyum lebar.     

L menatap pria itu sambil balas tersenyum. Ia harus menahan diri agar tidak mencubit London karena menggodanya terang-terangan di depan umum seperti ini.     

Akhirnya, ia hanya bisa mengangguk dan tidak dapat berkata apa-apa. MC Lalu naik ke atas panggung dan memandu para hadirin untuk memberikan tepuk tangan meriah atau penampilan L barusan. Gadis itu membungkuk berkali-kali lalu turun dari panggung. Ia mengikuti London yang menggandeng pinggangnya dan membawanya ke meja tempat kerusuhan tadi terjadi.     

"Aku ingin kau bertemu dengan orang-orang yang bertanggung jawab atas penderitaan yang kau alami," kata London dengan suara lembut. "Saat ini mereka sudah tahu siapa dirimu dan mereka tahu bahwa mereka harus mempertanggungjawabkan perbuatan mereka di depan hukum. Sebelum mereka dibawa oleh polisi, aku ingin kau melihat mereka secara langsung."     

L mengangguk pelan. Sebenarnya dadanya sudah kembali dipenuhi kemarahan, namun perlahan-lahan ia mencoba untuk menenangkan diri dan mengikuti langkah London dengan anggun. Dari arah pintu masuk ballroom, telah terlihat beberapa orang polisi berjalan masuk. Marc memberi tanda kepada mereka agar para petugas itu datang ke meja tempatnya berada.     

L dan London tiba sebelum para polisi. Gadis itu telah melihat John Wendell yang bertanggung jawab atas pembunuhan ayah dan ibunya 12 tahun yang lalu dan tubuhnya gemetar menahan amarah. Caroline yang yang berusaha membantu ayahnya, tanpa sadar mengangkat wajah ketika melihat sepasang kaki perempuan berjalan mendekatinya.     

Seketika wajahnya tampak menjadi pucat. Ekspresinya adalah campuran rasa malu, takut, dan kuatir saat melihat wajah L. Ia benar-benar merasa tertipu. Ternyata Marianne adalah istri dari London Schneider.     

Rupanya laki-laki itu memang sengaja menjebaknya. Caroline merasa sangat tertipu. Air matanya menetes di pipinya tanpa henti karena menahan marah. Danny Swann yang juga sudah melihat L, hanya bisa terpaku tidak dapat berkata apa-apa. Kejahatannya sudah diketahui dan ia merasa sangat malu bertemu muka dengan L.     

Gadis itu sekarang pasti sudah tahu bahwa ia telah membayar pembunuh bayaran untuk membunuh dirinya dan bayinya. Padahal mereka keluarga mereka memiliki hubungan baik dan Danny bahkan pernah dijodohkan dengan L. Ia merasa sangat malu atas perbuatannya.     

"Terima kasih, Sayang... karena kau telah membantuku mencari para pembunuh orang tua dan adikku. Terima kasih karena kau selalu melindungiku dari orang-orang jahat." Air mata L perlahan menetes saat ia menoleh ke arah London dan menyentuh pipinya untuk mengucapkan terima kasih. "Aku ingin melupakan semua yang terjadi dan memulai hidup baru bersamamu. Biarlah hukum yang mengurusi kejahatan mereka dan memberikan hukuman yang setimpal. Mulai malam ini aku tidak akan melihat ke belakang lagi," kata L.     

London mengangguk dengan haru. Ia mengambil tangan L yang mengusap pipinya dan mencium tangan itu dengan penuh kasih sayang.     

Danny Swann yang tidak tahu malu, tiba-tiba menghampiri L dan berlutut di kakinya. Mendengar kata-kata L barusan, ia seketika merasa ada harapan untuk mendapatkan pengampunan.     

"Marianne... kumohon maafkan aku. Aku khilaf... Aku tidak bermaksud berbuat jahat kepadamu. Aku dipaksa oleh orang-orang jahat itu. Aku juga adalah korban di sini... Aku tidak akan pernah menyentuhmu. Dari awal aku sudah mengatakan bahwa aku tidak keberatan menerima hanya separuh harta warisan dari kakekku karena aku ingin menikah dengan Caroline.." tukas Danny Swann dengan suara mengiba.     

"Tetapi Caroline memanfaatkan rasa cintaku kepadanya. Ia yang memaksaku sehingga aku tersudut... Kumohon, ampuni aku... Aku berjanji tidak akan melakukan kejahatan lagi. Aku berjanji akan mulai hidup baru. Aku akan berutang budi kepadamu... Kau juga boleh mengambil separuh harta warisan kakekku... Aku tidak akan mengungkit-ngungkitnya lagi sama sekali..."     

Danny merengek berkali-kali. Namun L tersenyum sinis mendengar kata-kata lelaki jahat itu. Ia menarik tangan kanan London dan menggenggamnya dengan mesra, seakan menunjukkan posisinya sebagai Nyonya Schneider.     

Suaranya terdengar sangat dingin ketika ia menjawab, "Kau pikir aku membutuhkan uang receh seperti harta dari keluarga Swann? Apakah kau tahu siapa suamiku??"     

London hanya tersenyum tipis saat mendengar L menyombongkan dirinya. Walaupun gadis itu memamerkannya karena kekayaannya, ia tidak keberatan. Dari awal memang ia tidak ingin L mengambil uang dari keluarga Swann.     

Menurutnya, ia sangat mampu untuk memenuhi semua kebutuhan istrinya. L-lah yang bersikeras ingin menghukum Danny Swann dengan kehilangan sebagian uangnya.      

"Ka... kalau begitu... ambillah semuanya, jangan setengah. Aku tidak keberatan kehilangan semua harta warisan kakekku tapi tolong lepaskan aku.. Tolong pertimbangkan hubungan baik kedua keluarga kita.. hubungan persahabatan di antara kakek kita... kumohon... Aku tidak mau masuk penjara," kata Danny lagi sambil meratap. "Aku masih muda. Hidupku masih panjang... Tolong beri aku kesempatan..."     

"Mariane juga masih muda," kata London dengan sinis. "Umurnya belum 20 tahun. Anak kami Lily juga masih kecil. Dia baru berumur empat bulan, tapi kau tega hendak membunuh mereka... Bagaimana kau bisa melihat cermin dan hidup dengan dirimu sendiri? Bagaimana kau bisa dengan tidak tahu malu minta diampuni hanya karena kau masih muda dan kau masih ingin hidup?? Dasar manusia sampah," kata London.     

Ia segera memberi tanda kepada para petugas polisi yang sudah datang untuk membawa pergi semua penjahat itu. Wajah Danny Swann segera dipenuhi keputusasaan. Ia tahu bahwa ia tidak dapat berkutik lagi.     

"Terima kasih, Anda semua sudah datang. Ini adalah para penjahat yang kami maksudkan tadi. Semua bukti-bukti yang memberatkan mereka akan kami serahkan untuk menjerat mereka di depan hukum," katanya dengan ramah.     

"Baik, Tuan Schneider. Kami akan segera membawa mereka. Kami berterima kasih atas bantuan Anda. Kami sangat menghargai ini," kata seorang polisi tersebut sambil mengangguk kepada London.     

John Wendell dibawa ke rumah sakit dengan menggunakan ambulans tetapi tangannya diborgol agar tidak melarikan diri. Caroline tidak dapat dijerat dengan hukum karena ia tidak terlibat secara langsung dengan peristiwa pembunuhan terhadap keluarga L dan juga rencana pembunuhan L dan Lily yang ingin dilakukan Danny Swann. Tetapi ia tampak sangat tertekan dan tidak dapat berpikir jernih. Dengan tertatih-tatih ia mengejar ayahnya yang sudah dibawa polisi.     

Danny Swann sendiri langsung dimasukkan ke dalam penjara sementara ia menunggu kedatangan pengacaranya untuk membelanya. Namun, mengingat begitu banyaknya bukti yang memberatkannya, polisi mengatakan bahwa sangat kecil kemungkinan Danny akan dapat lolos dari hukuman.     

Suasana gala dinner yang sempat heboh pelan-pelan kembali menjadi tenang karena MC yang sangat profesional berhasil mengendalikan acara dengan baik dan melanjutkan acara dengan hiburan-hiburan lainnya.     

"Akhirnya selesai juga di sini," bisik London ke telinga L. Ia lalu menarik tangan gadis itu ke belakang panggung dan masuk ke ruang rias. Sesampainya di sana ia menuangkan minuman untuk L agar gadis itu dapat menenangkan diri. "Minumlah, Sayang..."     

"Terima kasih," kata L sambil menerima gelas dari tangan suaminya.     

"Apakah kau masih harus tampil menyanyi?"     

L mengangguk, "Benar. Aku harus tampil sekali lagi. Apakah kau mau menunggu?"     

"Tentu saja. Aku tidak akan pulang sebelum kau selesai," London menjawab dengan gembira.     

L meletakkan gelasnya di meja lalu duduk di pangkuan London. Ia melingkarkan tangannya ke leher pria itu dan kemudian mencium bibirnya dengan mesra.     

"Aku mencintaimu," kata L.     

London tidak menjawab. Ia telah membalas ciuman istrinya dengan lebih mesra lagi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.