The Alchemists: Cinta Abadi

Penyesalan Nicolae



Penyesalan Nicolae

0"Di.. di mana ia sekarang?" tanya Nicolae dengan suara tercekat. Ia harus mengerahkan segenap kewarasannya untuk tidak terpuruk dan menangis di depan Nyonya Carter.      

Wanita separuh baya itu menggeleng sedih. "Ia telah dimakamkan kemarin oleh dinas sosial. Kami tak bisa menemukan temannya yang lain, dan keluarganya semua sudah meninggal..."     

"Apakah Nyonya tahu tempatnya?" tanya Nicolae lagi.     

Nyonya Carter mengangguk Ia lalu menuliskan sebuah alamat di kertas dan menyerahkannya kepada pemuda itu. "Kau bisa mencarinya ke sini..."     

Nicolae tidak sanggup lagi berkata-kata, sehingga ia hanya mengangguk untuk menyatakan terima kasih. Dengan lesu ia menerima kertas dari Nyonya Carter dan membaca isinya. Pemuda itu lalu minta diri dan berjalan dengan langkah lunglai kembali ke mobilnya.     

Begitu ia masuk ke dalam mobil dan menutup pintu, Nicolae membenamkan wajahnya di kemudi dan menangis tanpa suara.     

Mengapa ia bodoh sekali dan tidak mengenali perasaannya sendiri? Mengapa perlu waktu demikian lama dan dorongan banyak orang baru ia menyadari bahwa sebenarnya ia mencintai Marie? Kini ia kehilangan gadis itu dan anak mereka.     

Ia menangis hingga air matanya kering.     

***     

Gadis itu tampak sangat menarik walaupun ia mencoba menyamarkan penampilannya dengan mantel panjang dan syal yang menutupi sebagian wajahnya. Kacamata hitam besar membuat sepasang matanya yang sipit tersembunyi dengan baik.     

Marie meneliti boarding pass yang ada di tangannya dan memeriksa sekelilingnya dengan cermat. Di boarding pass itu tercantum nama Marielle Sakaguchi. Ia menarik napas panjang dan mengeluarkan ponselnya lalu menelepon seseorang.     

"Hai, Sanna... sebentar lagi aku berangkat." Terdengar suara gadis itu berbicara di telepon. "Tidak ada penundaan penerbangan sama sekali. Aku akan tiba sesuai jadwal. Kau masih ingin menjemputku?"     

"Tentu saja. Bicara apa kau.. Mana mungkin aku membiarkan sahabatku bepergian sendiri ke Paris tanpa kujemput. Julian sudah membantuku menyiapkan pesta penyambutan. Kau dan keponakanku bisa tenang di sini..." Sanna menjawab dengan antusias. "Aku sudah tidak sabar ingin melihatmu!"     

"Aku juga sangat merindukanmu..." Marie terdiam sejenak, berusaha menahan rasa sedih di hatinya. Di dunia ini, ia sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi selain Sanna. Tiga bulan yang lalu ibunya telah meninggal dunia setelah menderita penyakit cukup lama. Sanna sedang berada di Prancis bersama kekasih barunya dan tidak dapat datang mendampingi Marie.     

Tetapi saat itu Marie tidak sendirian. Ada seorang pemuda baik hati yang menemaninya. Nicolae mendampingi Marie di hari-hari terakhir ibunya, dan bahkan menghibur Marie setelah ibunya meninggal dan dikremasi. Pria itu bahkan bersedia menjadi suami pura-puranya demi membuat ibu Marie dapat meninggal dengan tenang.     

Marie sempat jatuh cinta kepada pria itu. Ia adalah laki-laki pertama dalam hidupnya yang sepi. Namun, sayangnya pria itu mencintai wanita lain, dan bahkan sudah punya dua anak darinya.     

Marie merasa tidak memiliki harapan lagi setelah Nicolae pergi di hari itu bersama Altair dan Vega. Pemuda itu berkeras berangkat ke Eropa walaupun Marie telah membatalkan semua penerbangan ke Italia, tempat tujuannya.     

Ia sadar, Nicolae tidak memiliki perasaan yang sama dengannya karena pemuda itu lebih memilih datang ke ulang tahun wanita lain, wanita yang dicintainya, ibu dari anak-anaknya... daripada menunggu di Singapura hingga tersedia penerbangan lain. Padahal saat itu Marie sudah menuju ke bandara untuk menemuinya.     

"Baiklah. Selamat terbang. Sebaiknya kau beristirahat di sepanjang perjalanan. Begitu kau mendarat langsung hubungi aku," kata Sanna dengan gembira. "Sampai jumpa."     

"Sampai jumpa," jawab Marie sambil tersenyum lalu menutup panggilan telepon. Setelah menyimpan ponselnya ke dalam saku mantelnya gadis itu lalu berjalan dengan langkah-langkah acuh menuju gate C18 tempat pesawatnya akan berangkat.     

Ia hanya membawa sebuah tas ransel kecil di bahunya. Pada dasarnya gadis itu tidak  memiliki banyak banyak barang. Ia meninggalkan kehidupannya di Singapura hampir tanpa membawa apa pun.     

Semua miliknya sudah berbentuk digital, sama sekali tidak memberatkan. Ia bahkan merelakan sebagian barang pribadi untuk ditinggalkan di apartemennya untuk menghilangkan kecurigaan polisi, seandainya ada yang ingin menyelidiki 'kematiannya'.     

Marie mendapatkan mayat segar dari kantor koroner pemerintah berkat koneksinya dan berhasil mengatur kecelakaan dengan bantuan kelompok mafia yang pernah menyewa jasanya. Baginya sama sekali tidak sulit memalsukan data-data korban, sehingga polisi menetapkan dirinya sebagai korban kecelakaan lalu lintas tunggal yang terjadi dua hari lalu.     

Marie masih memiliki waktu beberapa jam sebelum polisi mendatangi apartemennya dan mencari keterangan. Ia menginap di hotel sambil mempersiapkan keberangkatannya ke Paris. Sambil menunggu keberangkatannya, ia menghapus setiap  jejak yang menghubungkan Goose dengan Marie Lu.     

Semuanya beres tepat sebelum ia berangkat ke bandara dan bersiap memulai hidup baru di Prancis. Ia dan anaknya akan menyepi selama beberapa tahun dan menghindari menarik perhatian sama sekali. Uangnya sudah cukup untuk hidup nyaman selama beberapa tahun sampai ia perlu kembali bekerja.     

"Aku tidak bisa mengambil risiko saat orang-orang jahat itu mengejar Goose," gumam Marie pelan. Ia mendengar panggilan boarding dari gate yang ia tuju dan langkah-langkahnya menjadi semakin cepat. Ia sudah tak sabar ingin meninggalkan negara ini.     

Marie memesan tiket kelas bisnis dan termasuk ke dalam barisan penumpang yang boarding terlebih dulu. Sesaat sebelum melangkahkan kaki masuk ke dalam gate, ia menoleh ke belakangnya dan menatap bandara besar itu dengan hati dipenuhi haru.     

Aku tak akan pernah kembali kemari, pikirnya sedih.     

Marie tidak  menyadari bahwa ketika ia melangkah masuk ke dalam pesawat, seorang pria yang sangat sedih berjalan melangkah memasuki pintu apartemennya di Robertson Road. Nicolae membayar manajer gedung untuk membukakan apartemen gadis itu dengan mengaku sebagai kekasihnya.     

Karena sikap Nicolae yang tampak tulus dan uang yang ia berikan, pria itu dengan senang hati mengantar Nicolae memasuki apartemen Marie dan menungguinya di ruang tamu sementara Nicolae berkeliling dan mengamati seisi apartemen.     

Ia  ingat tiga bulan yang lalu saat ia masuk kemari, menemani Marie setelah kematian ibunya. Ia masih ingat semua benda di apartemen itu yang diberi nama oleh sang gadis. Kursinya yang dinamai Edgar, mesin cucinya bernama Lilith, tanaman dalam pot yang dipanggilnya Emma.. dan masih banyak lagi. Semuanya masih ada di sana.     

Dada Nicolae terasa semakin sesak saat ia melangkah ke kamar tidur dan melihat tempat tidur Marie yang dingin. Tiga bulan yang lalu tempat itu terasa  begitu hangat ketika mereka bercinta dengan panas.     

Nicolae teringat betapa sangat menyenangkan rasanya duduk mengobrol dengan gadis itu, ataupun bercinta dengannya sepanjang pagi. Ia hampir seperti dapat mencium aroma Marie yang tertinggal di kamarnya.     

Ia kembali merutuki dirinya yang terlambat menyadari perasaannya kepada gadis itu. Mengapa ia begitu tidak beruntung dalam hidup ini?     

Akhirnya ia dapat membuka hati dan jatuh cinta lagi... tetapi ia terlambat. Ketika ia menyadari bahwa ia telah jatuh cinta kepada Marie.. gadis itu telah pergi untuk selama-lamanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.