The Alchemists: Cinta Abadi

LIMA TAHUN KEMUDIAN



LIMA TAHUN KEMUDIAN

2Alaric, Aleksis dan Terry sangat senang melihat perubahan wajah Nicolae yang selama ini murung menjadi berseri-seri. Mereka merasa bahwa keputusan yang diambil pasangan suami istri ini memang tepat.     

"Terima kasih..." bisik Nicolae. Alaric dan Aleksis hanya tersenyum dan mengangguk. Setelah keharuannya mereda, Nicolae lalu duduk bersama mereka di meja makan dan ikut menikmati makan siang yang sangat menyenangkan.     

Ia mengerti bahwa saudaranya dan Aleksis sangat memikirkan dirinya dan ingin melakukan sesuatu untuk membuatnya terhibur. Ia sama sekali tidak mengira mereka akan bersedia pindah ke New York agar dekat dengan dirinya dan memberi kesempatan baginya untuk banyak menghabiskan waktu dengan anak-anak yang sangat disayanginya.     

Setidaknya, ia tidak akan senantiasa dihantui masa lalu, saat ia kehilangan Marie dan anak mereka yang belum lahir. Mulai hari ini, Nicolae menetapkan hatinya untuk melanjutkan hidup dan merelakan mereka.     

***     

LIMA TAHUN KEMUDIAN     

.     

.     

Kedua remaja itu tampak tertawa-tawa saat keluar dari gerbang sekolah. Wajah keduanya mirip sekali, membuat orang-orang dapat segera menduga bahwa keduanya adalah kakak beradik atau malah saudara kembar.     

Penampilan keduanya tampak sangat mencolok, dengan rambut berwarna pirang abu yang menjurus ke platinum. Yang perempuan wajahnya sangat cantik dengan bibir merah alami, sepasang mata bulat besar, hidung mungil, dan rambut yang panjang hingga ke pinggang, dikepang dua dengan gaya sangat kasual.     

Sementara remaja yang laki-laki memiliki wajah sangat tampan, rambut yang panjangnya hingga ke leher dan terlihat acak-acakan, tetapi justru membuatnya terlihat sangat keren. Keduanya memiliki sepasang mata biru cerah yang tampak dipenuhi kejahilan.     

"Uhm... selamat siang, Kak..."     

Langkah keduanya terhenti ketika tiba-tiba di depan mereka berdiri seorang gadis remaja dengan seragam sekolah yang sama seperti mereka. Wajah gadis itu sangat cantik dan wajahnya tampak mengenakan riasan tipis dengan rambut ikal panjang yang tergerai indah. Ekspresinya antara malu-malu dan gugup.     

"Aku...?" tanya remaja laki-laki itu sambil menunjuk hidungnya. "Atau Vega?"     

Gadis itu menunjuk sang remaja laki-laki dengan wajah bersemu merah. "Aku mau bicara dengan Kak Altair."     

Vega hanya memutar bola matanya dan meneruskan berjalan setelah mendesis, "Jangan lama-lama. Aku sudah lapar."     

Altair hanya tersenyum tipis dan mengangguk. Ia segera menyilangkan kedua lengannya di dada dan bertanya kepada gadis remaja itu, apa tujuannya menghentikan langkahnya di luar sekolah.     

"Ada apa ya?" tanyanya dengan pandangan menyelidik.     

"Uhm... aku hanya ingin memberikan ini..." Gadis itu cepat-cepat mengeluarkan sebuah kotak dari dalam tasnya dan menyerahkannya kepada Altair. "Aku tidak ada maksud apa-apa. Hanya ingin memberikan ini kepada kakak. Akhir pekan yang lalu keluargaku bepergian ke Swiss dan aku membawakan cokelat untukmu."     

"Oh, terima kasih." Altair menerima cokelat itu dari tangan sang penggemar dan mengacungkannya sambil tersenyum. "Aku akan membaginya dengan saudaraku. Sampai jumpa."     

Ia lalu berjalan meninggalkan gadis itu yang menatapnya dengan sepasang mata membulat. Tidak berapa lama kemudian Altair telah berhasil mencapai Vega yang ternyata berdiri menunggunya di ujung jalan sambil mempermainkan kukunya.     

"Oh, cuma sebentar," komentar Vega saat melihat kedatangan saudaranya. "Kali ini kau dapat apa?"     

"Cokelat dari Swiss," kata Altair sambil tertawa kecil. "Keluarganya menghabiskan akhir pekan mereka di Swiss dan ia ingin memberiku cokelat dari sana."     

Vega tertawa terbahak-bahak mendengarnya. Ia merasa sangat geli hingga harus memegangi pinggangnya dan bersandar pada pohon di pinggir jalan.     

"Astaga... anak orang kaya rupanya," cemooh gadis itu. "Mereka menghabiskan akhir pekannya di Swiss... hahahahaha."     

Altair menarik saudaranya dan mengacak rambutnya, "Hush.. jangan sampai ada yang mendengarmu."     

"Ahaha.. iya, maaf, aku geli sekali. Dia pikir, dengan memamerkan kekayaannya, dia akan bisa menarik hati Altair Medici..." cetus Vega sambil tersenyum lebar. "Seandainya dia tahu siapa kita sebenarnya."     

"Ssshh.. ayo pulang. Kita sudah janji kepada Papa untuk mampir belanja sayuran untuk makan malam dulu kan?"     

Vega mengangguk. Ia lalu menggandeng saudaranya dan mereka meneruskan perjalanan bersama menuju rumah mereka yang terletak tidak jauh dari sekolah. Selama dua tahun terakhir mereka tinggal bersama Nicolae di apartemennya karena Altair dan Vega memaksa ingin mengalami hidup sebagai remaja biasa.     

Aleksis yang tumbuh dengan tidak mempunyai teman, selain kedua adiknya, mengerti bahwa kedua anaknya sangat membutuhkan lingkungan dan pergaulan dengan anak-anak sebaya mereka. Karena itulah ia setuju membiarkan Altair dan Vega masuk SMA biasa.     

Keduanya mendaftar masuk dengan menggunakan nama asli mereka, Altair Medici dan Vega Medici dengan Nicolae Medici sebagai wali mereka. Ayah mereka yang sangat terkenal, Alaric Rhionen Medici saat ini dikenal sebagai Elios Linden, sehingga mereka merasa akan sangat sulit menyembunyikan identitas mereka jika keduanya menggunakan nama belakang Linden.     

Penampilan Altair dan Vega sangat mirip dengan ayah mereka, dan mereka kuatir penampilan yang mirip ini ditambah dengan nama belakang Linden akan membuat banyak orang mencurigai penyamaran mereka.     

Jadilah mereka masuk SMA dengan menggunakan nama Medici. Keduanya tinggal bersama Nicolae di apartemennya selama hari-hari sekolah dan baru pulang ke mansion orang tua kandung mereka di akhir pekan. Hal ini penting agar, teman-teman sekolah mereka tidak mencurigai keduanya.     

Setiap hari keduanya akan berangkat ke sekolah dan pulang dengan berjalan kaki, untuk membiasakan keduanya hidup sehat dan aktif. Tentunya para pengawal pribadi yang tangguh selalu mengawasi mereka secara sembunyi-sembunyi karena ayah mereka yang overprotective tidak ingin mengambil risiko sama sekali akan keselamatan anak-anaknya.     

Tidak seorang pun di sekolah mengetahui siapa mereka sebenarnya, sehingga Altair dan Vega dapat hidup normal seperti layaknya remaja biasanya. Mereka belajar, berteman, bersosialisasi, bermain bersama teman-teman sekolah mereka.      

Bahkan walaupun tanpa embel-embel nama belakang Linden, Altair dan Vega sendiri sudah menarik sangat banyak perhatian dengan penampilan mereka yang unik. Tidak terhitung jumlah teman seangkatan dan adik kelas yang menyatakan cinta kepada Altair, dan sebaliknya, teman seangkatan dan kakak kelas yang menyatakan cinta kepada Vega.     

Peristiwa seperti yang terjadi hari ini, adalah hal biasa bagi mereka.      

"Tapi ngomong-ngomong soal Swiss, aku jadi kangen ingin ke Basel," cetus Altair sambil melangkah masuk ke dalam supermarket dan mengambil keranjang belanjaan.     

"Ahaha.. kau rindu pada si Monyet Kecil?" tanya Vega sambil berjalan ke arah bagian sayuran organik segar. Ia mengambil beberapa jenis sayuran dan menaruhnya di keranjang yang dipegang saudaranya.     

"Namanya Jean-Marie, ya.. dia benci dipanggil Monyet Kecil," sembur Altair.     

"Hahaha..." Vega selalu senang menggoda Altair soal urusan Jean-Marie. Gadis yang dimaksudnya ini adalah cinta pertama saudaranya. Mereka bertemu Jean-Marie pertama kali tujuh tahun lalu saat pesta pernikahan orang tua mereka. Jean-Marie adalah anak perempuan dari sahabat nenek mereka. Ia dipanggil Monyet Kecil oleh orang tuanya karena ia sangat aktif, lincah, dan tidak bisa diam - seperti monyet.     

Kini setelah ia mulai besar, Jean-Marie membenci nama panggilannya dan berkeras semua harus memanggilnya dengan nama aslinya. Sebagai teman yang baik, Altair tentu selalu mendukungnya.     

"Aku baru menelponnya kemarin, Jean-Marie akan ke Paris untuk pekerjaan bulan depan. Mungkin kita akan bisa bertemu dia di sana," kata Altair dengan gembira. "Sangat banyak rumah mode yang ingin dia menjadi model produk mereka."     

Sejak awal tahun ini, Jean-Marie akhirnya mulai mengikuti jejak ayahnya yang dulu berprofesi sebagai supermodel. Tiga minggu lalu mereka bahkan melihat fotonya di majalah.     

"Oh ya? Dia ada pekerjaan di Paris bulan depan? Kalau begitu kalian memang berjodoh. Kita kan akan ke Paris juga untuk karyawisata," kata Vega antusias.     

Altair mengangguk dengan raut wajah sangat gembira. "Sepertinya kami memang berjodoh."     

Melihat wajah senang saudaranya, Vega tidak tahan untuk tidak usil. "Jadi.. kapan kalian mau menikah?"     

Altair hanya memutar matanya mendengar kata-kata Vega. "Aku masih 16 tahun, ya..."     

Vega hanya tertawa mendengar kata-kata Altair dan kembali memilih sayuran dan buah-buahan untuk dimasukkan ke keranjang. Mereka saling mengganggu dan saling mendorong di sepanjang kegiatan belanja, hingga akhirnya semua yang mereka butuhkan sudah terkumpul di keranjang dan keduanya bersiap ke kasir.     

"Cuacanya cerah, ya?" ucap Altair saat menatap langit begitu keduanya keluar dari supermarket sambil menenteng kantong belanja.     

"Iya... ini hari yang indah," komentar Vega. Mereka bergegas pulang ke apartemen Nicolae agar mereka bisa segera makan siang bersama dengan ayah mereka.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.