The Alchemists: Cinta Abadi

Akhir Pekan Bersama Lily



Akhir Pekan Bersama Lily

1Di saat seperti ini, sungguh London berharap adiknya, Rune, atau pamannya Aldebar menciptakan mesin yang dapat membaca isi hati perempuan, tetapi ia sudah tahu jawabannya bahwa hal itu mustahil.     

"Baiklah. Kalau begitu aku akan pindah nanti siang," kata London sebelum kemudian menghabiskan kopi di cangkirnya. "Kau selalu bisa menghubungiku kalau kau memerlukan apa pun. Aku ada di sebelah. Kita akan mengatur hak asuh atas Lily kemudian. Kapan pun kau ingin menitipkannya kau bisa ke rumah sebelah. Sementara ini aku akan menghargai kalau kau bersedia membiarkanku membawa Lily seharian ini."     

L mengangguk lagi. Mereka kembali makan dalam diam. Setelah selesai sarapan, London mengemasi hanya satu koper berisi barang-barang pribadinya. Ia dapat dengan mudah membeli pakaian baru, pikirnya.     

Ketika ia tiba di mansion keluarganya, Finland dan Caspar yang melihatnya datang tampak keheranan karena ia membawa koper.     

"Ada apa ini? Kau bertengkar dengan L?" tanya Finland sambil mengerutkan kening. Entah mengapa ia merasa masalah antara London dan L tidak pernah ada habisnya.      

"Bukan bertengkar, kami justru bicara baik-baik dan memutuskan untuk memberi ruang kepada satu sama lain." London menjelaskan. "Aku banyak berpikir tadi malam tentang hubungan kami dan aku merasa dia dan aku masih terlalu muda untuk menikah."     

Dengan singkat London menjelaskan apa yang terjadi di kantor Majalah Luxe dan alasan mengapa ia mengambil keputusan ini. Finland hanya bisa menghela napas panjang. Ia ingat kepada dirinya sendiri 30-an tahun yang lalu saat menghadapi masalah serupa. Saat itu ia memang merasa kesulitan mempercayai Caspar sepenuhnya karena perbedaan status mereka dan betapa Caspar memiliki masa lalu buruk sebagai playboy, sementara Finland sendiri tidak mau menjauhi Jean yang selalu membuat Caspar cemburu.     

Pada akhirnya, setelah mereka berpisah cukup lama dan menyadari bahwa masing-masing seharusnya saling mengalah dan mengerti perasaan yang lain, barulah Caspar dan Finland bisa kembali bersatu dengan sikap yang lebih saling memahami dan menghormati pendapat pasangannya.     

Kini, setelah mendengar apa yang terjadi, Finland setuju dengan keputusan London. Bagaimanapun ia tidak tega melihat anak laki-lakinya sedih dan menanggung perasaan kesal dan cemburu karena L berkeras ingin merahasiakan hubungan mereka demi kariernya.     

"Aku akan pindah kemari dan bergantian mengurus Lily bersamanya. Pernikahan tidak usah dilanjutkan. Nanti aku dan L akan melihat apa yang harus kami lakukan selanjutnya. Aku rasa dia perlu waktu untuk menjadi lebih dewasa. Aku juga perlu waktu untuk menata hati."     

Walaupun kata-katanya terdengar tenang, tetapi Finland dapat melihat betapa murungnya wajah anaknya itu. Dengan penuh simpati, Finland memeluk London dan mengusap kepalanya.      

"Semua yang terbaik akan datang pada saat yang tepat. Mama sangat senang melihatmu tumbuh menjadi laki-laki yang baik dan bertanggung jawab. Lily sangat beruntung memiliki ayah sepertimu."     

Caspar hanya memandang adegan itu dengan wajah penuh simpati.     

Ah... Ia tidak mengira anak-anaknya akan cepat sekali mengalami masalah cinta. Tadinya ia mengira mereka akan seperti keturunan Alchemist lainnya yang baru akan memikirkan pasangan dengan serius saat usia mereka minimal sudah menginjak 100 tahun...     

Tetapi nyatanya, Aleksis menikah dengan Alaric secara impulsif saat usianya belum 20 tahun.     

Kini anak lelakinya sudah memiliki anak dan hampir menikah saat usianya baru menginjak 28 tahun. Masih terlalu muda. Terlalu muda, pikirnya berulang-ulang.     

"Kalau begitu, kau mau ikut ke Targu Mures?" tanya Finland setelah melepaskan London dari pelukannya. "Di sana seisi keluarga akan berkumpul. Setidaknya mungkin bertemu saudara-saudaramu akan membuat perasaanmu lebih senang."     

London memang memikirkan hal itu sebelumnya, tetapi ia masih tidak ingin berpisah dengan Lily.     

"Rasanya kali ini aku tidak ikut  dulu. Malam ini L ada acara penghargaan dan ia tampil di sana. Aku mau mengasuh Lily." Ia terpaksa menolak.      

"Kenapa tidak kau bawa saja? Aku yakin Aleksis tidak akan keberatan membagi ASI perah untuk Lily. Dia sudah biasa minum dari botol juga kan?" tanya Finland. Ia juga ingin membawa serta Lily, kalau memang L akan sibuk bekerja malam ini.     

"Hmm... aku tidak terpikir ke sana. Aku akan tanyakan kepada L." London menaruh kopernya di kamar dan membereskan barang-barang pribadinya. Ia lalu keluar dan menelepon L untuk meminta pendapatnya.     

"Hmm.. kau mau membawa Lily berapa lama?" tanya L dengan nada kurang setuju, tetapi ia berusaha menahan diri agar tidak terdengar defensif. "Aku sebenarnya kurang begitu setuju. Tapi..."     

"Hanya tiga hari." London menerangkan rencananya. Kini ia berusaha menata kata-katanya agar terdengar serius dan tidak merayu. Bagaimanapun, ia dan L sepakat mereka harus memberi ruang di antara mereka. Ia tidak mau L  menganggapnya berusaha membujuk agar mereka kembali bersatu. "Besok ulang tahun kakakku dan hari Senin adalah ulang tahun pernikahannya. Kami sudah biasa mengadakan acara keluarga seperti ini untuk berkumpul."     

Di ujung sana, L hanya bisa menggigit bibir. Ia tahu dirinya tidak diundang karena malam ini ia tampil di acara penghargaan musik dan karena pernikahannya dengan London dibatalkan, maka tentu ia bukan lagi menjadi bagian dari keluarga Schneider.     

"Aku mengerti." Akhirnya ia menjawab. "Jaga Lily baik-baik. Kau bisa menjemputnya kapan pun. Aku akan ke studio jam 3 sore."     

"Terima kasih."     

London merasa lega karena L sama sekali tidak mempersulitnya untuk membawa Lily. Ah... ia senang ibunya mengajak ia ikut ke Targu Mures. Di saat seperti ini tentu akan sangat menenangkan jika berkumpul dengan keluarganya yang selalu mendukungnya.     

Ia juga belum pernah membawa Lily keluar rumah. Bayinya tentu akan senang bila diperkenalkan pada suasana baru.     

***     

Pesawat mereka berangkat pukul 3 sore dan satu jam sebelumnya London mampir di rumahnya untuk mengambil Lily bersama semua perlengkapannya. Mereka akan langsung ke bandara. Di teras ia melihat Pammy yang hanya menatapnya dengan pandangan sedih.     

Ah, bahkan Pammy ikut merasa tertekan karena perpisahan kedua tuannya yang tiba-tiba ini.      

"Selamat sore, Pammy. Kau akan mendampingi L seharian ini?" tanya London sambil memberi tanda kepada Marc agar membawa tas perlengkapan bayi dari ruang tamu.     

Pammy mengangguk.     

"Aku akan menjaga Nona L untuk Anda, Tuan," katanya pelan.     

"Hmm.." London tidak menjawab. Ia masuk ke dalam kamar L dan mengangkat Lily yang sedang bermain dengan boneka gajah kecil favoritnya. "Anak ayah cantik sekali hari ini. Kita jalan-jalan ke Rumania ya. Kau pasti akan senang di sana. Tempatnya indah sekali."     

Seolah mengerti ucapan ayahnya, Lily melempar boneka gajahnya ke lantai dan ganti mempermainkan hidung London, bahkan berusaha bangkit untuk menggigitnya dengan gusinya yang masih ompong.     

"Hahaha.. kecil-kecil kau ini sudah nakal, ya," cetus London sambil memungut boneka gajah Lily dan menaruhnya di dada Lily yang ada dalam gendongannya. "Kau pegang ini saja, jangan pegang hidung ayah."     

L hanya melihat interaksi ayah dan anak itu dalam diam. Ia hanya mengangguk dan tidak berkata apa-apa ketika London berpamitan untuk ke bandara. Di saat L merasa mendung, London justru merasa suasana hatinya menjadi sedikit lebih cerah. Ini adalah saat pertama kalinya menghabiskan akhir pekan berdua saja dengan Lily.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.