Divine_Gate

Chapter 62 : Surat yang pendek namun berharga



Chapter 62 : Surat yang pendek namun berharga

2Ryouichi pun meninggalkan ruangan perawatan itu dengan wajah murung dan matanya yang merah dan sayu karena terlalu lama menangis. Setelah Ryouichi membuka pintu ruangan itu dan melangkahkan kakinya keluar, seluruh pasukan [Saint Wolf] dan Mayor Megumi melihat Ryouichi dengan tatapan kasihan dan iba.     

"Ryouichi…" ucap Rose lirih.     

Ryouichi terdiam tanpa mengucapkan sepatah katapun. Dirinya hanya memberikan amplop kuning kepada Rose, dan amplop biru kepada Mayor Megumi. Setelah itu Ryouichi langsung meninggalkan mereka.     

"Ketua sungguh terpukul saat ini, aku harap aku bisa menenangkannya. Namun nampaknya hal itu mustahil untuk sekarang" ucap Enzo.     

"Biarkan dia sendiri dulu untuk saat ini. Kematian Kolonel Ryota sungguh membuat dirinya terpukul saat ini" ucap Mayor Megumi.     

Semuanya masih terdiam dan diliputi suasana sedih.     

"Mama, dimana kakek Aiko? Papa bilang dia akan membawa Aiko untuk bertemu kakek" ucap Aiko dengan wajah polosnya.     

Rose yang mendengar ucapan dari Aiko, kembali berlinang air mata.     

"Mama? Kenapa mama menangis?" ucap Aiko sembari mengusap air mata Rose.     

"Ah tidak… Mama juga tidak tahu mengapa mama menangis seperti ini. Papamu saat ini butuh waktu untuk sendiri dulu, Aiko. Akari, bisakah kau menggendong Aiko untuk sementara? Aku ingin pergi kesuatu tempat" ucap Rose.     

Akari yang sudah paham dengan kondisi Rose pun, menggendong Aiko tanpa banyak bertanya. Rose pun terlihat meninggalkan pasukan [Saint Wolf] dengan tatapan kosong.     

"Baiklah, kalau begitu saya juga undur diri. Saya harus mengabarkan tentang kematian Kolonel Ryota kepada seluruh prajurit di markas ini, dan saya juga harus mengirim surat ke seluruh markas provinsi serta markas central" ucap Mayor Megumi.     

Setelah itu Mayor Megumi ikut pergi meninggalkan pasukan [Saint Wolf] sendirian.     

"Bibi Akari, mama dan papa pergi kemana? Kenapa Aiko ditinggal sendirian?" tanya Aiko.     

Akari terlihat terdiam dan memasang ekspresi sedih.     

"Bibi keman—" ucap Aiko.     

"Bisakah kau diam untuk sebentar saja, Aiko!" seru Akari.     

Terlihat Aiko yang mulai berlinang air mata dan akan menangis, Akari pun langsung menyadari perkataannya yang kasar.     

"Akari! Aku tahu kita semua sedang sedih, tapi kau tidak perlu berteriak seperti itu kepada Aiko!" seru Enzo yang langsung mengambil alih Aiko dan membawanya pergi.     

"A-aku minta maaf" gumam Akari.     

Dirinya pun terduduk dan menangis. Natsumi yang melihat hal itupun menghampiri Akari dan mengusap kepala Akari.     

"Ayo kita juga pergi, Akari. Kita semua sedang dalam kondisi yang emosional sekarang, kita butuh waktu untuk menenangkan diri masing-masing" ucap Natsumi.     

"Ma-maafkan aku Natsumi, hanya saja aku merasa kehilangan sesosok pemimpin yang sangat kukagumi saat ini. A-aku masih ingat dengan kebaikan Kolonel Ryota saat dia tetap memilihku menjadi prajurit markas provinsi timur meskipun aku ini bodoh dan lemah. A-aku…" ucap Akari sembari menangis.     

Natsumi terlihat memeluk Akari dan menenangkannya. Sementara itu Tiara memasang ekspresi sedih sembari menggandeng tangan Chloe dan Reina.     

Seluruh pasukan [Saint Wolf] pada saat itu terguncang dengan kematian Kolonel Ryota. Tidak hanya mereka, seluruh prajurit markas provinsi timur merasakan duka yang begitu mendalam dengan kematian Kolonel Ryota. Berita mengenai kematian Kolonel Ryota yang secara tiba-tiba pun akhirnya sampai ke telinga penduduk kota provinsi timur. Seluruh penduduk kota provinsi timur menetapkan hari itu sebagai hari berkabung nasional. Bahkan jendral dan juga Kolonel Ray yang mendengar hal ini ikut terkejut dan hampir jatuh dari kursi mereka.     

"Apa-apaan ini?! Ryota! Berani-beraninya kau mati lebih dulu dariku! Aku tidak menerima semua ini ! Ka-kau adalah rival sejatiku… Bagaimana bisa kau mati lebih dulu dariku! Ayumi, maafkan aku yang bahkan tidak bisa menjaga janjiku untuk menjaga orang bodoh itu" ucap Kolonel Ray sembari berlinang air mata sembari melihat foto Ayumi yang di pajang di meja kerjanya.     

"Kolonel Ray, saya tidak pernah melihat anda menjadi sedih seperti ini sebelumnya. Sepertinya anda benar-benar kehilangan seseorang yang penting dalam hidup anda" gumam Mayor Fumino yang mengintip dari balik pintu.     

Seluruh ruangan Kolonel Ray menjadi berantakan setelah Kolonel Ray mengamuk dan melempar seluruh barang yang berada disana. Markas central pun ikut berkabung karena kejadian ini.     

"Jendral, apa perintah anda?" ucap salah satu ajudan pribadi milik jendral.     

"Kibarkanlah bendera central menjadi setengah tiang, aku ingin seluruh negri ini tahu bahwa seorang prajurit yang berjasa banyak pada negara ini telah meninggal" ucap jendral.     

"Baik, jendral!" ucap ajudan itu lalu pergi meninggalkan jendral yang masih duduk di kursinya.     

Jendral pun menatap keluar jendela, hujan deras sudah turun semenjak kematian Kolonel Ryota.     

"Ryota, kau adalah pria yang sangat berjasa bagi negri ini. Bahkan langit pun ikut berduka atas kepergian dirimu" ucap jendral.     

Sementara itu, Kolonel Erik dan juga Letnan Satu Shizu yang berada di markas provinsi utara sudah mendengar berita tentang kematian Kolonel Ryota.     

"Kolonel Erik, apa yang akan anda lakukan sekarang? Apakah anda berniat untuk menyerang markas provinsi timur dan menculik half-demon itu?" ucap Letnan Satu Shizu.     

"Apa kau sudah tidak punya hati nurani, Letnan Satu Shizu? Meskipun Kolonel Ryota adalah halangan terbesar dalam rencanaku, tapi setidaknya aku akan menghormati kepergian dirinya. Dia adalah sosok prajurit yang pantas untuk di hormati, setidaknya bagi diriku. Sebagai sesama prajurit aku akan memberi penghormatan terakhir untuk dirinya" ucap Kolonel Erik.     

Markas provinsi timur pun merencanakan pemakaman Kolonel Ryota untuk beberapa hari kedepan. Terlihat Rose yang sedang sendirian di ruang rapat, dirinya mengingat kembali sosok Ryota. Dirinya melihat ilusi Kolonel Ryota yang tengah duduk di kursi pemimpin rapat dan sedang mengomeli Kolonel Ray.     

"Kakak… Kenapa kau juga meninggalkanku sendirian? Bukankah kau sudah berjanji untuk terus menjagaku? Bukankah aku sudah menjadi adik kecilmu yang sangat kau sayangi? Jadi kenapa... Kenapa kau meninggalkanku sama seperti dirinya" gumam Kolonel Rose.     

Air matanya pun jatuh ke atas meja. Dirinya teringat dengan surat yang ditinggalkan oleh Kolonel Ryota untuk dirinya. Rose pun perlahan mengambil surat itu dari saku bajunya dan perlahan membukanya. Dirinya berhenti membaca surat itu meski dirinya hanya membaca setengah dari surat itu. Isi surat itu adalah :     

'Untuk Rose, adik kecil yang kusayangi. Bagaimana kabarmu hari ini? Mungkin saja kau tengah menangisi kepergianku yang terlalu mendadak ini. Tapi kau tidak perlu bersedih dengan kepergianku ini. Dan aku juga sudah tahu bahwa kau telah menikah dengan Ryouichi, namun aku sungguh minta maaf karena tidak bisa menyaksikan pernikahan kalian secara langsung. Aku yakin Ryouichi akan selalu membahagiakan dirimu, dan aku juga minta maaf karena sudah tidak bisa lagi menjaga dirimu. Pertemuan kita memang singkat, namun untuk kau ketahui, aku akan selalu menjaga dan mengawasi dirimu dari surga. Yah meskipun aku tidak yakin surga itu ada, namun percayalah setidaknya aku akan selalu ada di hatimu. Dan tolong jagalah anak bodoh itu, dia mungkin sekarang sedang merencanakan sesuatu yang mungkin akan menyebabkan masalah nantinya. Jadi begitulah, kakakmu yang tidak berguna ini mohon pamit. Jagalah selalu dirimu, Rose. [Dari Kakakmu Ryota]'     

Rose menangis dengan keras ketika selesai membaca surat itu.     

"Kakak bodoh! Aku tidak perduli lagi denganmu! Aku tidak butuh kau dalam hidupku! A-aku… Sangat butuh dirimu sekarang, tolong jangan tinggalkan aku…" ucap Rose dengan air mata yang mengalir terus menerus.     

Disisi lain, Mayor Megumi lah yang pertama membuka surat yang ditinggalkan Kolonel Ryota untuk prajurit markas provinsi timur. Isi surat itu adalah :     

'Yo, Mayor Megumi. Aku tahu bahwa kau adalah orang pertama yang akan membuka surat ini. Terima kasih atas seluruh jasamu selama berada di markas provinsi timur ini, dan juga aku minta maaf karena belum bisa menjadi pemimpin yang baik bagi kalian semua. Bukankah kau pernah berkata padaku kalau kau ingin mengambil alih markas ini ? Oleh karena itu aku akan mengabulkan permintaanmu dengan menitipkan seluruh markas provinsi ini padamu, karena aku yakin kau bisa mengurus markas provinsi ini lebih baik dariku. Saito si pria sialan itu, berani-beraninya dia pergi lebih dulu sebelum aku. Yah, tapi mau bagaimana lagi, kematian adalah kematian. Tidak ada yang tahu kapan seseorang akan mati, oh ya dan juga aku titipkan Ryouichi kepadamu. Aku yakin bahwa sekarang dia adalah orang yang paling terpukul dan terluka atas kepergianku ini, dia masih ada satu misi lagi yang perlu dia selesaikan. Dia masih belum menangkap bajingan Erik itu, jadi aku harap kau bisa mengarahkan dia disaat dirinya bimbang. Dan juga sampaikan kepada seluruh prajurit di markas provinsi timur untuk selalu bekerja dengan benar meskipun aku sudah tidak ada lagi untuk mengomeli mereka. Jadi begitulah, aku mohon pamit. Selalu jaga diri kalian baik-baik.[ Dari Kolonel Ryota, pemimpin markas provinsi Timur yang kalian sayangi]     

Mayor Megumi membaca surat itu dengan senyuman. Senyuman itu bukanlah senyuman senang, melainkan senyuman yang tercipta untuk menahan segala kesedihan yang dia rasakan.     

"Kolonel Ryota, anda sungguh bodoh. Saya tidak ingin mengambil alih markas provinsi ini, saya berjanji tidak akan mengganggu waktu makan siang anda lagi dengan obrolanku yang tidak menarik. Dan juga, anda sendirilah yang seharusnya menjaga anak nakal itu, bukan saya. Jadi tolong, kembalilah…" ucap Mayor Megumi.     

Tetesan air mata Mayor Megumi membasahi surat yang dia pegang. Dirinya pun sudah tidak sanggup untuk berdiri lagi, dirinya pun jatuh terduduk di ruangan miliknya. Dirinya pun memeluk surat itu dan terus menangis.     

Hingga saatnya tiba, hari pemakaman Kolonel Ryota tiba. Seluruh petinggi atas, semua guardian kecuali Kolonel Erik mendatangi pemakaman Kolonel Ryota. Hujan turun dengan deras kala itu, membasahi seluruh tanah. Pasukan [Saint Wolf] ikut hadir pada pemakaman saat itu, hanya Ryouichi lah yang tidak terlihat disana. Terlihat peti mati milik Kolonel Ryota yang telah di bawa oleh beberapa prajurit dan akan segera di masukkan kedalam lubang pemakaman. Sesaat sebelum peti mati itu dimasukkan, tiba-tiba terdengar teriakan Ryouichi.     

"Apa yang kalian lakukan! Kolonel Ryota belum mati! Cepat keluarkan dia!" teriak Ryouichi dengan tatapan sedih.     

Ryouichi pun berlari menuju pemakaman itu, namun Enzo dan Kolonel Ray menahan dirinya.     

"Apa yang kalian lakukan? Cepat lepaskan aku! Kolonel Ryota masih hidup!" teriak Ryouichi yang sudah kehilangan kendali.     

"Ketua, tenanglah" ucap Enzo.     

"Ryouichi, aku mohon tenangkan dirimu" ucap Kolonel Ray.     

Seluruh orang yang berada di pemakaman itu langsung melihat kearah Ryouichi dengan tatapan simpati dan kasihan. Seluruh orang terlihat menangis, namun hujan kala itu menutupi tangisan dari orang-orang itu.     

Rose yang melihat hal itupun langsung berjalan menuju Ryouichi, Rose pun menampar pipi dari Ryouichi dengan keras. Tamparan itu membuat dirinya sadar kembali.     

"Rose… A-aku…" ucap Ryouichi lirih.     

Rose pun memeluk Ryouichi dengan lembut. Enzo dan Kolonel Ray pun melepaskan Ryouichi yang sudah tenang.     

"Ryouichi, aku mohon padamu. Tolong sadarlah, dia sudah tidak ada didunia ini. Aku yakin Kolonel Ryota ingin kau melepaskan kepergian dirinya dengan tenang" ucap Rose lirih.     

Ryouichi pun jatuh terduduk dan menangis, Rose pun memeluk dirinya sepanjang proses pemakaman itu.     

Ryouichi tetap berada di tempat itu bersama dengan Rose hingga akhirnya proses pemakaman itu selesai dan seluruh orang pergi meninggalkan tempat itu.     

"Ryouichi, semua orang sudah pergi. Sampaikanlah kata terakhirmu untuk Kolonel Ryota" ucap Rose yang lalu pergi meninggalkan Ryouichi.     

Ryouichi yang sudah tidak sanggup berdiri pun merangkak menuju makam Kolonel Ryota. Terlihat Ryouichi yang masih belum bisa menerima kepergian Kolonel Ryota sepenuhnya dan menangis keras.     

"Ayah!" teriak Ryouichi.     

Ryouichi berteriak sekuat tenaga namun teriakannya tidak terdengar karena tertutupi suara derasnya hujan. Ryouichi pun teringat dengan surat yang diberikan oleh Kolonel Ryota untuk dirinya, dia pun merogoh surat yang sudah lusuh dan terlipat-lipat itu dari saku bajunya. Dirinya pun membuka surat itu dengan perlahan dan membaca surat itu. Isi surat itu adalah :     

'Yo Ryouichi, aku tahu kau akan bertindak bodoh dan membuat masalah selama pemakamanku. Dan kutebak sekarang kau sedang menangis dimakamku di saat hujan deras bukan? Aku membuat surat ini dari kertas yang tahan air, karena aku tidak ingin surat ini rusak ketika kau membacanya dibawah hujan. Lepaskanlah kepergianku ini, Ryouichi. Aku tahu kau sedang terpuruk saat ini, meskipun begitu janganlah bersedih hanya karena kehilangan orang seperti diriku. Kau masih memiliki Rose, dan juga pasukan [Saint Wolf] milikmu. Mereka sekarang adalah keluarga yang harus kau jaga, dan ingatlah kau masih memiliki misi untuk menangkap Erik bajingan itu. Berjanjilah kepadaku bahwa kau tidak akan menangis lagi dimakamku sebelum kau menyelesaikan misimu itu. Meskipun aku tidak pernah mengatakan hal ini kepadamu, tapi kau harus tahu bahwa kau adalah anak yang selalu ku impikan untuk aku miliki. Mungkin ini terdengar memalukan, tapi aku menyayangimu. Tidak… Aku sangat menyayangimu, Ryouichi. Haha, mungkin jika aku masih hidup, aku akan tersipu malu ketika mengatakan hal ini. Kalau begitu, selamat tinggal dan jaga selalu dirimu, putraku tersayang [Dari ayahmu yang selalu menyayangimu]'     

Ryouichi pun terdiam setelah membaca surat itu.     

"Bodoh! Aku tidak butuh kata-kata manismu ini! Aku benci padamu! A-aku ben—, aku menyayangimu juga, ayah…. Tapi kumohon biarkan aku menangis sekali lagi di sini untuk yang terakhir kalinya" ucap Ryouichi sembari memukul2 tanah tepat dimana peti mati Kolonel Ryota terkubur.     

Ryouichi pun menangis dan terus berada disana selama 30 menit, hingga akhirnya dirinya memutuskan untuk pergi dari tempat itu. Terlihat seluruh pasukan [Saint Wolf] masih setia menemani Ryouichi dari kejauhan. Enzo pun menghampiri Ryouichi dan melindunginya dari hujan dengan payung. Ryouichi dan pasukan [Saint Wolf] pun akhirnya kembali ke markas provinsi timur untuk menenangkan diri beberapa saat hingga Ryouichi pulih kembali untuk menyusun strategi penyerangan markas provinsi utara.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.